Mohon tunggu...
Nur Faiz Firmansyah
Nur Faiz Firmansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - 3514081508010001

mimpi itu dikejar bukan ditunggu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Berpindah-pindah Mazhab

16 Juni 2021   12:10 Diperbarui: 16 Juni 2021   12:15 3677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A. Pengertian Mazhab

Kata “mazhab” sendiri berasal dari bahasa Arab, yaitu jalan yang dilalui atau dilewati. Menurut para Ulama dan ahli agama, pengrtian mazhab memeliki arti metode atau manhaj yang terbentuk setelah melalui pemikiran dan juga penelitian, kemudian umat muslim yang menjalaninya dan menjadikannya sebagai pedoman yang telah diketahui batasan dan bagian-bagiannya dalam menjalankan ibadah dan dibangun di atas prinsip dan kaidah-kaidah islam.

B. Pengertian Talfiq

Talfiq adalah keyakinan seorang muslim untuk berpegang pada satu madzhab tertentu sebagai pedoman dia dalam menjalankan syariat-syariat islam dan kadang seorang muslim itu tidak dapat mempertahankannya secara konsisten karena kondisi dan situasi tertentu. Sehingga istilah talfiq antar madzhab dapat kita simpulkan yaitu penggabungan dua madzhab atau lebih. Misalnya yaitu ketika ada seorang muslim yang bermadzhab fiqh Syafi‟î mencampurnya dengan ajaran madzhab lain yaitu Malikî, Hanafî atau Hanbalî. Ada juga yang tidak berpegang pada madzhab tertentu sebagai pedoman dia dalam menjalankan syariat-syariat islam, akan tetapi dia menggunakan pendapat fiqh dari berbagai madzhab. Persoalan seperti ini dalam khazanah ushul fiqh biasa disebut dengan talfîq, hal inilah yang biasanya dilakukan akahir-akhir ini di mana fanatisme bermadzhab telah mulai memudar seiring dengan perkembangan zaman. (Mufid, 2005)

Syaikh Muhammad Sa‟id Albani dalam kitab „Umdatu at-Tahqiq fi at- Taqlid wa at-Talfiq menjelaskan istilah talfiq yang sisinya yaitu : “Mendatangkan suatu metode yang tidak pernah dikatakan oleh para mujtahid”. Sebagian ulama yang lain mendefinisikan talfiq dengan tatabbu‟ arrukhash, yaitu : “Mencari keringanan karena hawa nafsu”. Maksud dari keringanan tersebut adalah keringanan hukum atau fatwa dari sekian banyak pendapat para ulama. Singkatnya yaitu orang yang melakukan talfiq akan dapat dengan mudah menjalankan syariat-syariat islam dan ibadah dengan aturan fiqh dari berbagai madzhab atau pendapat ulama.

Sedangkan menurut M.Said Ramadhan al-Buthi menjelaskan dalam bukunya Bahaya Bebas Mazhab dalam Keagungan Syariat Islam. Buku ini menjelaskan tentang larangan kaum muslimin untuk berpegang teguh pada salah satu imam mazhab yang empat, maknanya kaum muslimin harus mengambil hukum langsung ke Alquran dan Sunnah. Bagi kaum muslimin yang tidak mampu melakukannya, diperbolehkan untuk  berpindah-pindah dari mazhab yang satu ke mazhab lainnya dalam satu waktu untuk bertaklid. Pendapat ini diperkenankan dengan perkataan imam mazhab yang berkenaan untuk tidak terlalu fanatik terhadap ajaran mazhab tertentu yang tidak sesuai dengan al-Qur’an dan Hadits.

C. Pro dan Kontra Talfiq

Umumnya para ulama mengharamkan talfiq antar madzhab secara tegas dan tanpa syarat. Di antara mereka antara lain:

1) Abdul Ghani an-Nabulsi dalam karyanya Khulashah at-Tahqiq fi Bayan al-Hukmi at-Taqlid wa at-Talfiq

2) As-Saffarini (Muhammad bin Ahmad bin Salim al-Hanbali) dalam karyanya at-Tahqiq fi Buthlan at-Talfiq

3) Al-„Alawi asy-Syanqithi dalam karyanya Maraqi ash-Shu‟ud dan Nasyr al-Bunud „ala Maraqi ash-Shu‟ud

4) Al-Muthi‟i dalam karyanya Sullam al-Wushul li Syarh Nihayah as- Sul

5) Syaikh Muhammad Amin asy-Syanqithi dalam karyanya Syarh Maraqi ash-Shu‟ud

6) Al-Hasykafi dalam karyanya ad-Durr al-Mukhtar Syarh Tanwir al- Abshar. Ia mengklaim adanya ijma‟ dalam larangan talfiq.

Argumentasi ulama yang melarang talfîq antara lain: mencegah kehancuran antar umat, kaidah kebenaran hanya satu, tidak ada dalil yang membolehkan larangan ihdats qaul tsalits (menciptakan pendapat ketiga).(Mufid, 2005)

  • Pendapat yang Memperbolehkan Bagi ulama yang mendukung pendapat ini antara lain para ulama Maghrib dari kalangan Malikiyah, seperti ad-Dasuqi dalam karyanya Hasyiyah ad-Dasuqi „ala asy-Syarh al-Kabir. Argument ulama yang memperbolehkan mtalfîq antara lain: haraj dan masyaqqahnya, tidak ada dalil yang mengharuskan berpegang pada satu madzhab, pendiri madzhab tidak mengharamkan talfiq (nilah hujjah yang paling kuat). Di antara para ulama yang mendukung talfiq adalah al-Izz Ibnu Abdissalam yang menyebutkan bahwa dibolehkan bagi orang awam mengambil rukhsah (keringanan) beberapa madzhab (talfiq), karena hal tersebut adalah suatu yang disenangi. Imam al-Qarafi menambahkan bahwa, praktik talfiq ini bisa dilakukan
  • selama ia tidak menyebabkan batalnya perbuatan tersebut ketika dikonfirmasi terhadap semua pendapat imam madzhab yang diikutinya. Demikian juga dengan para ulama kontemporer zaman sekarang, semacam Dr. Wahbah Az- Zuhaili, menurut beliau talfiq tidak masalah ketika ada hajat dan dlarurat, asal tanpa disertai main-main atau dengan sengaja mengambil yang mudah dan gampang saja yang sama sekali tidak mengandung maslahat syar„iyat.

Kesimpulan

Sebagai implikasi, Fakta sosial masyarakat Indonesia terkenal dengan mazhab Syafi’i, misalnya organisasi kemasyarakatan NU lebih menitikberatkan pada mazhab Syafi’i, meskipun juga memasukkan tiga mazhab lainnya Maliki, Hanbali, dan Hanafi. Sedangkan Muhammadiyah melalui tarjih yang dikeluarkan oleh dewan tarjih yang mereka bentuk sendiri. Di luar itu semua, masyarakat awam sering berselisih dengan berbedanya mazhab-mazhab ataupun organisasi yang ada. Karena itu penting untuk terus melakukan kajian dan dialog agar perbedaan mazhab dipahami sebagai perbedaan variatif yang tidak harus memecah belah umat Islam dalam sikap dan amal keagamaan.

Referensi

John L. Esposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, Eva YN dkk penj.  (Bandung: Mizan, 2002), h. 192.

M.Said Ramadhan Al-Buthi, Bahaya Bebas Mazhab dalam keagungan Syariat Islam, terj. Abdullah

Zakiy Al-Kaaf (Bandung: Pustaka Setia 2001), h. 23-30

Mufid, A. (2005). TALFIQ ANTARMADZHAB DALAM KAJIAN HUKUM ISLAM Abdul. 1–12.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun