4) Al-Muthi‟i dalam karyanya Sullam al-Wushul li Syarh Nihayah as- Sul
5) Syaikh Muhammad Amin asy-Syanqithi dalam karyanya Syarh Maraqi ash-Shu‟ud
6) Al-Hasykafi dalam karyanya ad-Durr al-Mukhtar Syarh Tanwir al- Abshar. Ia mengklaim adanya ijma‟ dalam larangan talfiq.
Argumentasi ulama yang melarang talfîq antara lain: mencegah kehancuran antar umat, kaidah kebenaran hanya satu, tidak ada dalil yang membolehkan larangan ihdats qaul tsalits (menciptakan pendapat ketiga).(Mufid, 2005)
- Pendapat yang Memperbolehkan Bagi ulama yang mendukung pendapat ini antara lain para ulama Maghrib dari kalangan Malikiyah, seperti ad-Dasuqi dalam karyanya Hasyiyah ad-Dasuqi „ala asy-Syarh al-Kabir. Argument ulama yang memperbolehkan mtalfîq antara lain: haraj dan masyaqqahnya, tidak ada dalil yang mengharuskan berpegang pada satu madzhab, pendiri madzhab tidak mengharamkan talfiq (nilah hujjah yang paling kuat). Di antara para ulama yang mendukung talfiq adalah al-Izz Ibnu Abdissalam yang menyebutkan bahwa dibolehkan bagi orang awam mengambil rukhsah (keringanan) beberapa madzhab (talfiq), karena hal tersebut adalah suatu yang disenangi. Imam al-Qarafi menambahkan bahwa, praktik talfiq ini bisa dilakukan
- selama ia tidak menyebabkan batalnya perbuatan tersebut ketika dikonfirmasi terhadap semua pendapat imam madzhab yang diikutinya. Demikian juga dengan para ulama kontemporer zaman sekarang, semacam Dr. Wahbah Az- Zuhaili, menurut beliau talfiq tidak masalah ketika ada hajat dan dlarurat, asal tanpa disertai main-main atau dengan sengaja mengambil yang mudah dan gampang saja yang sama sekali tidak mengandung maslahat syar„iyat.
Kesimpulan
Sebagai implikasi, Fakta sosial masyarakat Indonesia terkenal dengan mazhab Syafi’i, misalnya organisasi kemasyarakatan NU lebih menitikberatkan pada mazhab Syafi’i, meskipun juga memasukkan tiga mazhab lainnya Maliki, Hanbali, dan Hanafi. Sedangkan Muhammadiyah melalui tarjih yang dikeluarkan oleh dewan tarjih yang mereka bentuk sendiri. Di luar itu semua, masyarakat awam sering berselisih dengan berbedanya mazhab-mazhab ataupun organisasi yang ada. Karena itu penting untuk terus melakukan kajian dan dialog agar perbedaan mazhab dipahami sebagai perbedaan variatif yang tidak harus memecah belah umat Islam dalam sikap dan amal keagamaan.
Referensi
John L. Esposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, Eva YN dkk penj. Â (Bandung: Mizan, 2002), h. 192.
M.Said Ramadhan Al-Buthi, Bahaya Bebas Mazhab dalam keagungan Syariat Islam, terj. Abdullah
Zakiy Al-Kaaf (Bandung: Pustaka Setia 2001), h. 23-30
Mufid, A. (2005). TALFIQ ANTARMADZHAB DALAM KAJIAN HUKUM ISLAM Abdul. 1–12.