Mohon tunggu...
faiz
faiz Mohon Tunggu... Lainnya - -

-

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kehidupan yang Berisik

13 November 2021   07:02 Diperbarui: 13 November 2021   08:26 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kabupaten Semarang (13/11/2021) "Yaah, dia mulai lagi. Kebiasaan pulang kerja langsung bikin emosi. Padahal kan lagi fokus belajar, apa aku samperin aja ya? Hmm, jangan deh nanti nambah masalah lagi. Ya Tuhan, dia ini punya sopan santun apa nggak sih?!" gumam Nata, seorang mahasiswa.

Begitulah kehidupan Nata, setiap hari dia dibuat jengkel dengan tetangga sebelah rumahnya yang selalu menyetel musik dan bernyanyi dengan volume yang keras. Dia sering tidak tahan dengan musik tersebut, seringkali dia menghampiri dan menasehati tetangganya kalau volumenya terlalu keras serta mengganggu orang lain. Namun, tetangga tersebut seakan tidak mendengarkan omongan Nata. Sekalipun ada orang tua dan bayi yang juga hidup disamping rumahnya, tetangga itu tetap menikmati musik yang disetelnya.

Dengan keadaan yang terus dihadapi Nata tersebut, dia selalu berpikir, "Mengapa aku harus hidup berdampingan dengan orang yang sama sekali tidak punya adab ini? Rasanya sungguh tidak adil."

Problem diatas adalah kurangnya kesadaran seseorang yang tidak menerapkan sila ke-2 Pancasila dalam hidupnya, yaitu "Kemanusiaan yang adil dan beradab". Dia selalu memikirkan dirinya sendiri, menyetel dan menikmati musik dengan begitu kerasnya, padahal orang-orang di sekitarnya merasa terganggu dengan apa yang dilakukannya setiap hari.

Orang-orang pun selalu merasa geram karena tetangga itu terkadang tetap menyetel musiknya walaupun adzan sedang berkumandang, seringkali suara adzan tidak terdengar, yang pada akhirnya mereka terlambat untuk menunaikan ibadah shalat di masjid. Karena itulah,mereka selalu berharap dan mendoakannya agar si tetangga tersebut mulai tergerak hatinya dan mulai sadarkan diri untuk meninggalkan musik.

Dalam Al-Qur'an surah Luqman ayat 6-7, Allah Ta'ala berfirman,

"Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbat di kedua telinganya; maka beri kabar gembiralah padanya dengan azab yang pedih." (QS. Luqman: 6-7)

Perkataan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengenai nyanyian

Hadist pertama :

Bukhari membawakan dalam Bab "Siapa yang menghalalkan khamr dengan selain namanya", sebuah riwayat dari Abu 'Amir atau Abu Malik Al Asy'ari telah menceritakan bahwa dia tidak berdusta, lalu dia menyampaikan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,

-- -- .

"Sungguh, benar-benar akan ada di kalangan umatku sekelompok orang yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan alat musik. Dan beberapa kelompok orang akan singgah di lereng gunung dengan binatang ternak mereka. Seorang yang fakir mendatangi mereka untuk suatu keperluan, lalu mereka berkata, 'Kembalilah kepada kami esok hari'. Kemudian Allah mendatangkan siksaan kepada mereka dan menimpakan gunung kepada mereka serta Allah mengubah sebagian mereka menjadi kera dan babi hingga hari kiamat." Jika dikatakan menghalalkan musik, berarti musik itu haram.

Hadits di atas dinilai shahih oleh banyak ulama, diantaranya adalah: Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al Istiqomah (1/294) dan Ibnul Qayyim dalam Ighatsatul Lahfan (1/259). Penilaian senada disampaikan An Nawawi, Ibnu Rajab Al Hambali, Ibnu Hajar dan Asy Syaukani -rahimahullah-

Hadist kedua :

Dari Abu Malik Al Asy'ari, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Sungguh, akan ada orang-orang dari umatku yang meminum khamr, mereka menamakannya dengan selain namanya. Mereka dihibur dengan musik dan alunan suara biduanita. Allah akan membenamkan mereka ke dalam bumi dan Dia akan mengubah bentuk mereka menjadi kera dan babi."

Hadist ketiga :

Dari Nafi' -bekas budak Ibnu  'Umar-, beliau berkata,

. . - -

Ibnu 'Umar pernah mendengar suara seruling dari seorang pengembala, lalu beliau menyumbat kedua telinganya dengan kedua jarinya. Kemudian beliau pindah ke jalan yang lain. Lalu Ibnu 'Umar berkata, "Wahai Nafi', apakah kamu masih mendengar suara tadi?" Aku (Nafi') berkata, "Iya, aku masih mendengarnya." Kemudian, Ibnu 'Umar terus berjalan. Lalu, aku berkata,"Aku tidak mendengarnya lagi." Barulah setelah itu Ibnu 'Umar melepaskan tangannya dari telinganya dan kembali ke jalan itu lalu berkata, "Beginilah aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika mendengar suara seruling dari seorang pengembala. Beliau melakukannya seperti tadi."

Keterangan hadits :

Dari dua hadits pertama, dijelaskan mengenai keadaan umat Islam nanti yang akan menghalalkan musik, berarti sebenarnya musik itu haram kemudian ada yang menganggap halal. Begitu pula pada hadits ketiga yang menceritakan kisah Ibnu 'Umar bersama Nafi'. Ibnu 'Umar mencontohkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan hal yang sama dengannya yaitu menjauhkan manusia dari mendengar musik. Hal ini menunjukkan bahwa musik itu jelas-jelas terlarang.

Jika ada yang mengatakan bahwa sebenarnya yang dilakukan Ibnu 'Umar tadi hanya menunjukkan bahwa itu adalah cara terbaik dalam mengalihkan manusia dari mendengar suara nyanyian/alat musik, namun tidak sampai menunjukkan keharamannya, jawabannya adalah sebagaimana yang dikatakan Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni (julukan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah) rahimahullah berikut ini,

"Demi Allah, bahkan mendengarkan nyanyian (atau alat musik) adalah bahaya yang mengerikan pada agama seseorang, tidak ada cara lain selain dengan menutup jalan agar tidak mendengarnya."

Intinya, menikmati musik sebagai hobi dan pelepas lelah setelah bekerja seharian ataupun kuliah adalah suatu jalan/stress-relief yang salah. Kalaupun ada seseorang yang selalu melakukannya setiap hari, penting untuk tetap memperhatikan sopan santun agar tidak mengganggu yang lain. Terapkanlah sila ke-2 dan setel volume sewajarnya, karena orang lain belum tentu suka dengan apa yang kita dengarkan. Lagipula, membaca buku atau Al-Qur'an setelah otak bekerja seharian justru lebih baik daripada mendengarkan musik, bukan? Yuk, kurangin menyetel musik. Jika belum bisa benar-benar meninggalkan, sebaiknya dikurangi sedikit demi sedikit. Mari kita dengarkan suara alam atau suara air yang mengalir, karena kehidupan tidak melulu berisik. Terkadang ketenangan dan kesunyian adalah sahabat terbaik.

"Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan sesuatu yang lebih baik."

Pikirkanlah lagi, masihkah kamu memilih untuk menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk mendengarkan musik daripada membaca Al-Qur'an? Ingatlah, Al-Qur'an dan nyanyian selamanya tidaklah mungkin untuk bersatu dalam satu hati karena keduanya itu saling bertolak belakang.

Oleh : Faizarma Rahmat Naufal / Sastra Inggris / UNISSULA

Dosen : Dr. Ira Alia Maerani, S.H., M.H.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun