Mohon tunggu...
Faizal Khaqiqi
Faizal Khaqiqi Mohon Tunggu... Petani - Guru yang suka bertani dan suka dengan puisi

menulis adalah salah satu warisan terbaik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Percakapan di Meja Makan

10 Januari 2024   15:51 Diperbarui: 10 Januari 2024   16:01 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkenalkan namaku Khaqiqi aku mahasiswa jurusan Sastra Bahasa di salah satu Perguruan Tinggi di Indonesia. Aku berasal dari sebuah desa kecil di salah satu daerah di Jawa Tengah. Aku suka menulis, aku juga suka membaca. Ini ceritaku dengan Ibu ketika kita bercakap dalam ruangan yang berisi meja makan.

Manusia adalah bagian dari makhluk Tuhan yang diberi anugerah lewat pemberian akal, manusia diberi oleh Tuhan beberapa kelengkapan-kelengkapan dimana makhluk lain tidak diberi itu oleh Tuhan. Akal menjadi satu pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya. Maka dari itu orang tuaku suka dan sangat mendukung aku untuk menjadi manusia yang berpendidikan, tentu saja untuk menunjang makanan akal yaitu ilmu pengetahuan.

Ibuku adalah seorang Guru ngaji, guru yang ikhlas memberi walaupun tanpa diiming-imingi biaya untuk pengorbanannya itu. Namanya juga pengorbanan, ada yang harus dikorbankan. Baik itu materi, ilmu ataupun waktu yang ia korbankan demi menjaga amanat pemberian Tuhan lewat kelebihan ilmu pengetahuan.

Dalam satu waktu kita berbincang diatas meja yang penuh makanan, disertai canda kecil khas keluarga yang sedang kumpul bersama. Satu moment yang patut untuk disyukuri diatas kesibukan dan keriuhan alam semesta.

Keluarga memang adalah tempat yang nyaman untuk seseorang pulang, tempat dimana keluh kesah tidak menjadi ancaman dan hinaan dari orang-orang sekitar. Wejangan-wejangan kecil khas seorang bapak yang menjadi kepala keluarga menjadi bumbu-bumbu penyedap yang dapat diterapkan untuk kehidupan dunia.

"Sekarang kamu tau umurmu berapa" Tanya ibu.

"25 Tahun, kenapa bu" aku balik bertanya

"kamu tau sejarah dimana 25 tahun itu menjadi istimewa"

"Umur Rosululloh menikahi Khodijah?" jawabku

"Benar, Lalu kamu sudah mendapatkan apa di umur 25. Wong pacar saja ndak punya haha" Ibuku tertawa

" Heleh wong sekedar pacar, pacaran itu haram bu haha" timpal aku juga dengan bercanda

Ibuku memang suka bercanda, mengobrol menjadi satu hal yang penting dan sakral dalam keluarga kami. Itu menjadi hal yang indah diantara beban dan tanggung jawab yang berat menjadi manusia di alam semesta.

"Umur 25 Tahun, apa yang kamu dapat dalam hidup" ibuku bertanya lagi

" Banyak. walaupun tidak bermakna, setidaknya aku masih bisa bertahan hidup bu"

"Kamu kok kayak kambing yang penting hidup, apa kamu ini memang penjelmaan kambing"

"Ibu juga berarti ibunya kambing dong haha"

"Kamu maknai apa Umur 25 Tahun?"

"Aku hanya memaknai bahwa umur 25 adalah fase yang sempurna manusia lepas dari kehidupan remaja dan menuju tumbuh dewasa. Umur dimana makna akil baligh yang terpatok pada pemisah antara yang hak dan yang bathil seharusnya mulai diterapkan dalam dunia yang sebenarnya"

"Lalu apa lagi?"

"Kasih sayang menjadi kata kunci untuk mendapatkan keselamatan, saling mengerti bahwasanya manusia diciptakan oleh Tuhan dalam bentuk dan karakter yang berbeda beda dan landasan semua itu adalah Cinta.

"Bagus lah, jika demikian"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun