Lamat-lamat kami menengok ke belakang. Berharap ada orang dewasa yang dapat menemani kami. Orang dewasa jarang diganggu oleh makhluk supranatural karena mereka sudah matang dalam mengusir makhluk itu. Beda dengan kami remaja SMP yang hanya hafal cara-cara mengusir makhluk supranatural dengan kekuatan yang lebih kecil.
Benar ternyata, buaya putih! Buaya ini lebih besar daripada buaya biasa. Ini bukan buaya albino yang benar-benar buaya. Matanya bersinar memandang lurus ke arah kami. Asap hitam keunguan keluar dari mulutnya.
 Joana tersentak dan mengajakku lari cepat.Â
"Lari, Bri!"
"Kamu kira aku bakal ngapain? Buat vlog? Lari, Jo, Lari!"
Lampu jalan berkedip-kedip menambah suasana ngeri. Aku mengingat-ingat lagi cara mengusir buaya yang pernah diajarkan oleh guru. Namun, aku lupa pun Joana.Â
Aku pernah diajari oleh guru BK bahwa ketika kita lupa cobalah untuk menggenggam tangan kuat-kuat. Aku coba, tapi tidak juga ingat. Tetiba aku ingat dengan pelajaran bahasa Indonesia saat itu kami membahas mantra-mantra pada zaman dahulu. Aku teringat satu mantra.
"Pasu Jantan, pasu rencana
Tutup pasu, penolak pasu
Kau menentang kepada aku
Terjang mataku
Jantung kau sudah kugantung
Si pulut namanya usar
Berderailah daun selasih
Aku tutup hati yang besar
Aku gantung lidah yang fasik
Jantung kau sudah kugantung
Hati kau sudah kurantai
Rantai Allah, Rantai Muhammad
Rantai Baginda Rasul Allah"
"Hei, itu kan mantra penangkap buaya?" tanya Joana sambil berseru.
"Sudah, daripada nggak ada yang lain! Ayo bersama-sama!"
Kami mengucapkan mantra itu bersama-sama hingga tujuh kali kalau aku tidak salah hitung. Entah hawa menjadi lebih hangat. Aku beranikan diri menengok ke belakang.Â