Mohon tunggu...
Faizah Riyandini
Faizah Riyandini Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Psikologi

Mahasiswa Psikologi UIN Sunan Gunung Djati, Bandung

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menumbuhkan Jiwa Kepemimpinan di Tengah Wabah Covid-19

6 Mei 2020   14:06 Diperbarui: 7 Mei 2020   08:46 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

COVID-19 sudah dideklarasikan sebagai Darurat Kesehatan Masyarakat secara  Global (Global Public Health Emergency) oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 30 Januari 2020.

Dilansir dalam (Kompas.com, 5 Mei 2020), bahwa pasien positif Covid-19 di Indonesia kini berjumlah 12.071 orang, terhitung sejak kasus pertama yang diumumkan 2 Maret 2020.

Adapun penambahan kasus terbanyak terjadi di DKI Jakarta dengan 148 kasus baru. Setelah itu disusul oleh Jawa Tengah dengan 51 kasus baru, Jawa Barat dengan 48 kasus dan Jawa Timur dengan 47 kasus. Sementara itu, penularan Covid-19 secara keseluruhan telah terjadi terjadi di 335 kabupaten/kota yang berada di 34 provinsi.

Saat ini Virus Corona (Covid-19) telah dinyatakan sebagai wabah atau pandemi. Betapa tidak, bahwa hingga kini  tidak ada region dan benua yang tidak terjangkit penyakit virus ini.

Sejak ditemukan pertama kali Desember 2019 yang lalu di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok, kasusnya terus mengalami peningkatan, baik di negara asalnya maupun di berbagai belahan dunia secara global.

Wabah ini membuat kita menjalani hari-hari tidak seperti biasanya. Makhluk hidup yang nyaris tidak terlihat ini (Covid-19), telah mengubah kebiasaan, perilaku dan interaksi antar sesama manusia. Ruang gerak dibatasi sehingga sebagian aktivitas dihentikan.

Pemerintah memang tengah berupaya keras mengulurkan bantuan melalui beragam kebijakan tanggap darurat. Gugus Percepatan Penanggulangan Covid-19 sudah dibentuk, tim pakar pendamping sudah memberi masukan, strategi utama Social Distancing sudah diterapkan, desentralisasi laboratorium sudah dijalankan, begitu juga obat sudah dibeli. Dilain sisi pemerintah Indonesia menggelar sebanyak mungkin tes cepat atau rapid test untuk mencegah semakin meluasnya virus covid-19 yang dimana pemerintah menyaipkan sebanyak 1 juta alat rapid test. Mereka yang disarankan melakukan rapid test adalah Orang Tanpa gejala (OTG) dan Orang Dalam Pengawasan (ODP). Metode pemeriksaan covid-19 adalah pemeriksaan dengan metode molekuler yaitu Polymerase Chain Reaction (PCR).

Saat ini prediksi perkembangan kasus sudah beredar dari pakar perguruan tinggi terkenal. Kapan puncak kasus harian tertinggi disajikan, berapa jumlah kasus yang akan ditemukan juga sudah dapat tersaji bahkan berapa kemungkinan jumlah kematian akibat Covid-19 pun disampaikan. Tentu sangat menakutkan melihat angka – angkanya, lengkap dengan skenario pesimis dan optimis.

Siapa pun dihimbau melakukan Physical distancing (menjaga jarak fisik), WFH (Work From Home), dan kini diberlakukannya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) demi memutus rantai penyebaran virus yang telah menelan banyak korban jiwa di negeri kita.

Dilansir dalam (Akurat.co), pandemi Covid-19 yang sedang menjadi wabah dunia membawa ancaman krisis multidimensi di setiap negara. Selain krisis di bidang kesehatan, ancamannya sungguh nyata dan sangat fatal, diantaranya : krisis ekonomi, krisis sosial, krisis keamanan, krisis kepemimpinan, serta berbagai krisis lainnya. 

Diantara berbagai krisis tersebut, yang paling nyata dan yang paling utama adalah krisis kepemimpinan. Dimana bila krisis ini dapat diatasi dengan baik, maka krisis-krisis yang lain akan mudah untuk diatasi.

Krisis kepemimpinan di Indonesia yaitu tidak bertanggung jawabnya dan tidak mau mundur para pemimpin (Akurat.co). Krisis kepemimpinan ini sudah terjadi sejak era reformasi hingga saat ini. Pada era Orde Lama dan Orde Baru, tercatat dalam sejarah cukup banyak pemimpin yang berani bertanggung jawab, tahu diri, dan berani mengundurkan diri. Bahkan lebih terhormat lagi dan sangat patut untuk diteladani, meskipun tidak melakukan kesalahan apapun, tetapi menyadari bahwa dirinya telah berbeda pandangan dan haluan dengan pemimpin diatasnya, salah seorang tokoh Proklamator yaitu Mohammad Hatta atau lebih dikenal sebagai Bung Hatta, memilih untuk mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden saat mendampingi Soekarno.

Mengingat saat ini pandemi Covid-19 telah membawa akibat timbulnya Krisis Kepemimpinan pada berbagai negara. Sangat patut dicontoh, budaya kepemimpinan yang mau bertanggung jawab dan berani mengundurkan diri karena merasa telah gagal, sungguh nyata terjadi di berbagai belahan dunia seperti yang diberitakan oleh berbagai media nasional kita.

Terlihat bahwa kepemimpinan dinegara kita belum mencapai puncak yang maksimal, lalu bagaimana dengan diri kita sendiri untuk meningkatkan jiwa kepemimpinan khususnya memimpin diri sendiri di masa pandemi ini?

Kita sebagai bagian dari anggota masyarakat hendaknya bertanggung jawab dalam bersikap dan memilih tindakan yang tidak merugikan diri sendiri dan pihak lain. Seperti yang telah dijabarkan sebelunya bahwa bangsa kita ini sedang berada pada masa krisis terutama krisis kepemimpian, sudah sepatutnya kita membantu para pemimpin bangsa yang tengah berupaya untuk memutus rantai penyebaran virus Covid-19 ini.  Saat ini perlunya kerjasama antara pemerintah dengan kita sebagai anggota masyarakat.

 Dalam kondisi wabah Covid-19, masyarakat perlu  berperilaku penuh tanggung jawab dengan mematuhi semua anjuran pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Masyarakat dan semua pihak harus patuh atau taat dengan semua aturan dan ketentuan pemerintah. Termasuk tidak memproduksi dan menyebarkan berita hoax. Dengan demikian, otomatis kita sebagai masyarakat mampu untuk membuat arah untuk mengendalikan diri sendiri sehingga mampu untuk memimpin diri sendiri.

Sikap dan perilaku taat kepada beberapa kebijakan pemerintah harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Seperti ketentuan untuk melakukan social dan physical distancing atau menjaga jarak, tidak berada di ruang publik, keramaian atau tidak mengadakan pesta/rapat atau perkumpulan orang lainnya karena akan menjadi sarana penularan virus.

Anjuran Presiden untuk tetap di rumah, social dan physical distancing,  kerja dari rumah (work from home /WFH), dan belajar di rumah dan ibadah di rumah harus ditaati secara bertanggung jawab karena dapat memutus penyebaran virus. Perilaku ini merupakan bentuk tanggung jawab sebagai individu, anggota komunitas dan warga negara yang bertanggung jawab dan wujud dari sikap rendah hati.

Dengan menaati anjuran tersebut dengan baik, maka kita sudah mampu untuk memimpin diri sendiri dimasa pandemi Covid-19 ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun