Mohon tunggu...
Faizah Amhar
Faizah Amhar Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Film

Review Film "Munafik 2 (2018)"

18 November 2018   07:51 Diperbarui: 18 November 2018   10:27 1212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua tahun lalu, dunia sinema Malaysia dikejutkan dengan hadirnya film Munafik.  Film ini berkisah tentang Ustadz Adam (Syamsul Yusof), seorang pendakwah Islam yang memiliki kemampuan untuk mengusir gangguan makhluk gaib. 

Film ini berhasil membuat orang bergidik takut karena kengerian yang diberikan. Setelah beberapa bulan, film ini pun seperti menjadi tontonan wajib bagi para penggemar horror di Indonesia, kemudian film ini menjadi perbincangan hangat di kalangan anak muda karena atmosfer mencekamnya. 

Bagi saya, Munafik (2016) adalah salah satu film horor terbaik satu dekade terakhir ini. Narasi filmnya mengkritisi oknum-oknum yang mengatasnamakan agama untuk kepentingan duniawinya, padahal sesungguhnya yang mereka lakukan adalah perbuatan keji. Film ini juga berhasil menggugah keimanan penonton untuk mempertanyakan keikhlasan ibadah yang selama ini dilakukan.

Kesuksesan besar yang diraih film Munafik (2016) menjadi alasan kuat diproduksi dan dirilisnya film Munafik 2 (2018) ke layar lebar. Munafik 2 (2018) yang rilis Agustus lalu berhasil menjadi film dengan pendapatan terbesar sepanjang masa di Malaysia sebanyak RM 40 juta.

Dikisahkan, meskipun masih terbayang-bayang dan bermimpi buruk tentang kematian Maria, Ustadz Adam mulai melupakan duka yang ia rasakan karena kematian Istrinya, Zulaikha, dan putranya, Amir, dan kembali fokus ke mensyiarkan Islam dan tauhid. Di seberang sana, di sebuah desa yang jauh dari kepadatan penduduk, hidup seorang wanita bernama Sakinah (Maya Karin) bersama anaknya, Aina (Nur Zara Sofia) menemani ayahnya (kakek Aina) yang terbujur di atas dipan. 

Entah penyakit apa yang dideranya. Mereka mendapatkan terror secara fisik dan mental dari Abuja (Nasir Bilal Khan), seorang warga yang mengaku sebagai pemuka agama yang salah menafsirkan nilai-nilai Islam dan memelintir ayat-ayat Alquran sesuai kepentingan duniawinya.  Hal ini merupakan masalah yang nyata yang kini pun tak asing di tengah-tengah umat muslim, masalah yang nyata yang melibatkan kelompok-kelompok ekstremis di seluruh dunia. 

Kembali ke cerita, Abuja dan para pengikutnya senantiasa memaksa Sakinah untuk memercayai dan taat kepada ajarannya. Siapapun yang menentangnya akan berakhir menderita. Ia tak segan membakar penentangnya hidup-hidup dan menjadikan para wanita sebagai pemuas nafsunya.

Kabar tersebut sampai ke telinga Ustadz Adam dan hatinya terpanggil untuk menolong Sakinah. Kedatangannya di kediaman Sakinah justru sangat membangkitkan amarah Abuja dan seluruh pengikutnya. Setelah itu, Abuja pun ikut-ikut menyerang Ustadz Adam, menggunakan bantuan jin untuk menghancurkannya. Keadaan seketika berubah bagi Adam dan keluarga setelah ia membantu Sakinah. 

Pertarungan Adam dengan Abuja akan menjadi poin utama dalam film ini, apakah Adam menggunakan cara yang tepat untuk berdakwah ataukah Abuja akan memenangkannya?

Film ini menyajikan atmosfer mencekam yang apik. Penciptaan visualisasi karakter-karakter jin juga terbilang baik. Seperti film sebelumnya, semua karakter perempuan yang ada di film bergenre horor religi ini menggunakan kerudung. Syamsul Yusof juga bijak meyelitkan ayat-ayat ruqyah dan dalil-dalil Alquran dengan maksud tafsirnya yang mendalam. 

Dua poin yang saya dapat dari film ini adalah pemurnian tauhid (mengesakan Allah) dan larangan menyombongkan diri. Hanyalah ajaran Rasulullah SAW sebagai utusan Allah yang patut kita taati, hanya kepada Allah-lah kita menyembah dan meminta pertolongan, dan kita dilarang untuk merasa besar, merasa lebih baik daripada yang lain, apalagi merasa lebih beriman dari orang lain.

Elemen mistis seperti sihir dan guna-guna sangat terasa di film ini. Abuja seperti sosok dukun sakti yang menganggap dirinya sebagai pemuka agama, bukan sebuah fenomena asing di Indonesia. Apapun ia lakukan sesuai hawa nafsunya. Jika dikaitkan dengan sejarah, mungkin ia seperti karakter Firaun pada masa Nabi Musa. 

Karakter Abuja digambarkan sebagai penjahat dari masa lalu dengan sorban dan jubah besar, para pengikutnya pun juga menggunakan obor. Tak seperti film sebelumnya dimana tokoh antagonis dibalut sedemikian rupa sehingga memunculkan plot twist di akhir cerita, Munafik 2 menampilkan dengan gamblang tokoh Abuja dan pengikutnya sebagai tokoh antagonis.

Untuk tingkat keseraman, film ini berhasil membawa penonton ke suasananya yang mencekam. Tiap momen horor dieskekusi dengan baik, ditambah dengan visualisasi jin yang dapat membuat penonton bergidik ngeri. Namun sayangnya, kengerian datang bertubi-tubi. Hampir seluruh adegan film berlatar gelap, backsound yang mengiringinya juga selalu mengindikasi datangnya gangguan jin, sehingga terkadang membuat penonton lelah dengan datangnya jin terus menerus tanpa ada maksud yang jelas.

Dari segi cerita, sepertinya memang ada beberapa yang harus dikritisi. Ada beberapa adegan dimana kediaman Sakinah terasa sangat jauh dan hanya bias ditempuh dengan sampan yang melalui sungai dikelilingi hutan bakau, namun ada juga saat-saat dimana kediaman Sakinah terasa sangat dekat. 

Ada juga momen yang menceritakan Adam dalam kondisi kerasukan dan menyerang Azhar dan ayahnya seperti membabi buta, kemudian Azhar berubah menjadi pahlawan yang melafalkan ayat-ayat Alquran dan berhasil mengusir jin yang menguasai tubuh Adam. Padahal, sebelumnya diceritakan bahwa Azhar hanyalah sosok yang bekerja sebagai pengayuh sampan. 

Aksi ini membuat penonton bertanya-tanya. Kemudian, juga tak ada adegan yang menceritakan latar belakang kehidupan Abuja, mengapa ia menjadi seperti itu dan bagaimana ia mempengaruhi warga untuk memercayainya. Juga masih ada pertanyaan yang belum terjawab terkait status Sakinah sebagai ibu dan anaknya, Aina.

Hal yang menarik di film ini adalah cerita yang diangkat sangat relevan dengan fenomena umat muslim saat ini, khususnya yang terjadi di Indonesia. Penggunaan isu agama untuk mencapai tujuan duniawinya sendiri. Mungkinkah sutradara sengaja mengangkat tema ini untuk menjadi cambuk bagi golongan-golongan seperti itu? Wallahu a'lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun