Untuk itu, saya akan menjawab alasan-alasan tersebut. Penilaian terhadap praktik kerokan sebagai aktifitas membuang waktu dan tenaga adalah keliru. Sebelum mengenal kerokan, saya cenderung minum obat yang tersedia di toko-toko maupun apotik. Cukup instan, beli-minum obat-tidur. Mereka yang tidak melakukan kerokan tidak akan mempunyai momen ngobrol panjang dengan orang lain. Kerokan akan mendekatkan kita pada seorang 'pengerok' yang bisa jadi teman kita, tetangga, saudara atau keluarga kita.
Lalu, ketika orang melihat bekas kerokan sebagai hal yang memalukan, saya dan teman-teman sebaliknya. Kami tertawa bersama. Inilah momen yang sangat mengakrabkan. Tentu tidak akan kita temui saat minum obat.
Alasan terakhir orang enggan kerokan karena tidak ilmiah. Hal ini dibantah oleh dr. Â Didik Gunawan Tamtomo melalui penelitian yang ia lakukan. Selain tradisi lokal yang harus kita jaga, kerokan menyehatkan. Sebagai catatan, dr. Didik melarang kerokan di leher bagian depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H