Mohon tunggu...
Fais Alamsyah
Fais Alamsyah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kerokan Datang, Masuk Angin Hilang

24 November 2017   17:45 Diperbarui: 25 November 2017   11:35 1403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Balsem Lang ukuran kecil sudah mampu menghilangkan rasa masuk angin/foto by dokumentasi pribadi

"Jika badan masuk angin jangan dikit-dikit minum obat. Sini kuobati"

Ucapan itu selalu saya ingat ketika badan mengalami masuk angin. Dari bepergian jauh, setelah kehujanan atau perubahan cuaca yang membuat badan terkadang drop. Sepupu saya lah yang mengenalkan untuk kali pertama pada kerokan. Sebuah langkah pengobatan tradisional turun temurun dari nenek moyang saat  badan mengalami masuk angin.

"Tolong ambilkan Balsem Lang di atas meja dan uang koin kuning pecahan 500," kata sepupu saat saya masih SMA. Olehnya, saya diminta melepas baju yang saya kenakan. Sempat ragu dan menolak. Setahu saya saat masuk angin harus minum obat masuk angin lalu tidur menggunakan selimut tebal. Bukan sebaliknya, tidak minum obat dan membuka baju.

Sepupu saya mengambil Balsem Lang menggunakan jari telunjuk untuk dioleskan ke punggung. Lalu uang koin pecahan 500 itu ditekan dan digerakkan satu arah dari tengah punggung ke tepi punggung. Gerakan ini dilakukan berulang kali sampai kulit berwarna merah. Rasanya? Sedikit sakit saat Balsem Lang nya mulai hilang. Untuk itu, sepupu saya mengoleskan balsem kembali saat gerakan koin atas punggung saya tidak lagi licin.

Saya sempat tertidur saat proses kerokan berlangsung. Setelah selesai, sepupu saya meminta untuk mengenakan baju dan istirahat. Sebelum memakai baju saya lihat hasil kerokan di cermin. Tentu saya tertawa sendiri melihat punggung menjadi belang-belang merah seperti bekas kena cambuk. Motifnya hampir mirip dengan belang zebra. 

Paginya, saat bangun tidur tubuh ini terasa 'enteng'. Masuk angin nya juga hilang. Hanya bekas kerokan yang tersisa. Saya pergi mandi dan berangkat ke sekolah seperti biasa.

Saat melanjutkan studi di universitas, sempat ingin membeli obat ketika badan masuk angin. Namun urung setelah teman saya dari pulau Madura menawarkan kerokan. "Masuk angin itu kerokan," kata teman saya. Ucapannya mengingatkan pada Rozi, sepupu di Jember bagian selatan yang mengenalkan saya pada kerokan.

Kali ini, kerokan yang dilakukan teman saya terasa sakit. Apa karena ia masih amatir atau Balsem Lang nya yang kurang banyak. Hal itu belum pasti. Belakangan saya tahu bahwa kerokan menggunakan uang koin pecahan berwarna putih akan sakit daripada yang berwarna kuning. Karena bentuknya tidak sepenuhnya tumpul pada uang logam pecahan berwarna putih.

Tentu penilaian saya bersifat subjektif. Mengingat medium yang bisa digunakan kerokan juga beragam. Seperti yang dilakukan oleh teman asal Lamongan, Jawa Timur. Ia menggunakan sendok makan untuk kerokan karena uang koin tidak ada. Hasilnya sama, masuk angin hilang setelah melakukan kerokan.

Sayangnya warisan budaya leluhur ini dinilai kurang efektif dalam menjawab proses penyembuhan masuk angin. Mereka yang menilai itu berangkat dari beragam alasan. Membuang waktu dan tenaga, memberikan bekas kerokan pada tubuh, praktik yang sarat akan mitos karena tidak ada dalam ilmu kesehatan.

Untuk itu, saya akan menjawab alasan-alasan tersebut. Penilaian terhadap praktik kerokan sebagai aktifitas membuang waktu dan tenaga adalah keliru. Sebelum mengenal kerokan, saya cenderung minum obat yang tersedia di toko-toko maupun apotik. Cukup instan, beli-minum obat-tidur. Mereka yang tidak melakukan kerokan tidak akan mempunyai momen ngobrol panjang dengan orang lain. Kerokan akan mendekatkan kita pada seorang 'pengerok' yang bisa jadi teman kita, tetangga, saudara atau keluarga kita.

Lalu, ketika orang melihat bekas kerokan sebagai hal yang memalukan, saya dan teman-teman sebaliknya. Kami tertawa bersama. Inilah momen yang sangat mengakrabkan. Tentu tidak akan kita temui saat minum obat.

Alasan terakhir orang enggan kerokan karena tidak ilmiah. Hal ini dibantah oleh dr.  Didik Gunawan Tamtomo melalui penelitian yang ia lakukan. Selain tradisi lokal yang harus kita jaga, kerokan menyehatkan. Sebagai catatan, dr. Didik melarang kerokan di leher bagian depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun