Cerita sekilas tentang kesederhanaan dan kebersahajaan Ibu tersebut adalah pemantik serta pendorong saya untuk mengupas betapa pentingnya peran Ibu bagi seorang anak dan keberhasilan suatu bangsa.
Sebagai anak dari Ibu yang telah melahirkan kita, tanpa kasih sayangnya, bagaimana mungkin saya atau kita semua bisa besar dan terdidik seperti saat ini. Ibu adalah sosok luar biasa yang mempunyai tugas yang mulia karena harus membesarkan, mendidik, serta membentuk karakter putra-putrinya.
Jika hal tersebut dipahami secara lebih luas, Ibu adalah seorang wanita yang membentuk karakter suatu bangsa. Seorang Ibu tak hanya membesarkan dan mendidik putra-putrinya untuk kepetingan dan meneruskan perjuangan keluarga. Darinya generasi penerus bangsa dilahirkan dan dibesarkan. Dari kandungannya akan lahir Cendikiawan, Politisi, Budayawan, Praktisi, dan tokoh-tokoh lain yang akan menjadi motor penggerak bangsa.
Terdapat satu syair arab yang berbunyi "Al-ummu madrosatul  ula; idza a'dadtaha a'dadtaha sya'ban thayyibal a'raq". Syair tersebut kurang lebih memiliki arti Ibu adalah sekolah utama, bila engkau mempersiapkannya, maka engkau telah mempersiapkan generasi terbaik. Dari syair itu, terlihat jelas bahwa Ibu merupakan pendidik yang pertama dan utama. Keberhasilan suatu bangsa adalah cermin keberhasilan ibu dalam mendidik putra-putrinya.
Tantangan Ibu di Era Post Truth
Memasuki era media sosial, tampaknya peran orang tua terutama Ibu amat sangat penting. Apalagi sekarang kita sedang hidup di era Post Truth. Era tersebut merupakan suatu kondisi dimana kebenaran emosional lebih dipilih oleh sebagian orang daripada kebenaran objektif. Gampangnya, terdapat suatu kecenderungan dimana seseorang memilih informasi berdasarkan apa yang diyakini terlebih dahulu dan menolak informasi yang bertentangan meskipun ada potensi bahwa informasi yang bertentangan tersebut merupakan fakta yang objektif.
Lantas, apa sisi negatifnya? Tentunya sudah banyak sekali yang membahas salah satu paket yang dibawa media sosial dan era post truth adalah Hoax (berita bohong). Di era media sosial dimana  terjadi banjir informasi ditambah dengan mulainya era post truth, tanpa kehati-hatian, kewaspadaan, serta cek dan ricek segala informasi yang diterima, jangan berharap tidak menjadi korban hoax. Oleh karena itu, sekali lagi dibutuhkan kehati-hatian dalam menerima dan menyebarkan informasi terlebih yang bersumber dari media sosial.
Media sosial dan era post truth tersebut tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua khususnya Ibu dalam mendampingi putra-putrinya. Sebagai seorang Ibu selain harus membentengi diri pribadi, ia juga dituntut untuk mampu menyiapkan dan mendidik anaknya sebagai generasi penerus bangsa agar mampu berpikir kritis sehingga tidak terbawa arus di era media sosial dan post truth.
Dalam hal ini, meskipun pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah menginisiasi Gerakan Literasi Sekolah (GLS) sebagai upaya untuk mendorong siswa agar memiliki budaya membaca dan menulis di sekolah serta mampu berpikir kritis, peran orang tua khususnya Ibu tentunya paling penting. Bagaimanapun Ibu merupakan sekolahan pertama dan utama bagi putra-putrinya.
Pada akhir tulisan ini. Mari kita ucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada ibu yang telah memberikan kasih sayangnya serta mendidik dengan sabar dan ikhlas. Tak lupa kita doakan ibu kita supaya senantiasa diberi kesehatan dan kebahagiaan. Semoga kita bisa menjadi generasi penerus bangsa yang mampu membanggakan Ibu kita tercinta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H