Siang itu Nisa duduk di lantai. Di depanya ada puluhan limbah bungkusan mie Instan dan beberapa bungkus kopi. Satu persatu limbah itu di gunting kecil-kecil berbentuk segi empat lalu diletakannya dalam sebuah wadah.
Melihatnya, saya langsung menuju ke arahnya dan  mengamati apa yang dia lakukan. Begitu juga saudara perempuan saya Fita yang ikut menghampiri kami diberanda belakang. Rasa penasaran saya mulai membatin melihat Nisa yang begitu serius menggunting limbah kertas itu.
"Sedang buat apa Nisa?" Tanya saya
Mendegar tanya saya, Nisa menoleh ke arah saya lalu menjawab, "Ini kak mau belajar buat Ecobrick."
Mendengar kata Ecobrik, sepertinya kata itu tidak asing di kepala saya. Ingatan saya lalu mengembara jau kebelakang mengingat-ngingat di mana dan siapa yang bilang kata itu ke saya.
Iya, rupanya kata itu saya dengar beberapa tahun lalu di sebuah kegiatan yang di laksanakan di benteng orangge yang juga salah satu icone wisata Kota Ternate. Walau telah lama saya dengar dan lihat, namun itu hanya sepintas lalu. Sebab saya tidak lagi berusaha menyalami apalagi mencoba untuk buat Ecobrick itu.
Kali ini, Nisa yang kembali memperkenalkan saya dengan Ecobrick dan saya memutuskan melihat dan mengamati sekaligus ikut dalam proses pembuatannya.
"Ini digunting ya?" Tanya saya lagi.
"Iya, dibentuk segi empat atau bisa juga pola lain." Jawab Nisa.
Saya lalu menggunting limbah-limbah itu sesuai arahan Nisa. Begitu juga Fita yang ikut terlibat juga. Ketika saya dengan Fita menggunting limbah-limbah, Nisa membersihkan beberapa bekas botol air mineral sebagai wadah kertas yang dialuskan.
"Ecobrick itu bagus saya kira. Lebih lagi baranya muda di dapat manfaatnya banyak." Seru saya di selah proses pembuatanya.
"Iya, terlebih sampah plastik yang semakin tak terkendali jumlahnya. Dengan Ecobrick saya kira sampah kertas bisa di manfaatkan untuk memerangi darurat sampah." Ujar Nisa.
"Iya, kita harus mensosolisasi Ecobrick di desa-desa, kepada anak-anak dan para remaja. Biar mereka tahu proses pembuatan dan kegunaanya." Ujar Fita yang juga alumnus kesehatan.
Ketika semua limbah kertas selesai kami haluskan. Kemudian Nisa mulai memasuki serpihan-serpihan kertas ke dalam botol yang telah di sediakan. Lalu serpihan-serpihan itu di tekan dengan sepotong kayu sampai semuahnya padat. Ukurannya ideal satu botol Ecobrick itu 240 gram.
Dilihat dari prosesnya, bisa dibilang mudah. Bahan dan alat di dapati dengan mudah. Hanya berbekal botol plastik dan gunting juga limbah-limbah Ecobrick itu bisa dibuat oleh siapa saja. Hal terpenting adalah kita mau membuat dan menularkannya kepada orang lain.
"Saatnya kita rubah pola pikir untuk sama-sama memberantas sampah pelastik dengan Ecobrick. Kita harus memperkenalkan Ecobrick kepada seluruh masyarakat." Ujar Nisa ketika beberapa botol Ecobrick itu selesai di buat.
"Iya, satu Ekobrick sehari saja sudah bisa menyelamatkan lingkungan kita. Lakukan sosialisasi, buat gerakan sehingga semua orang bisa tahu ada cara sederhana menyelamatkan lingkungan kita dari sampah plastik." Ujar Fita.
Siang itu saya dapat banyak hal dari Nisa. Sungguh alangkah indahnya jika semuah berpikir begini. Maka semua akan bijak dan pasti melakukan hal-hal yang baik.
Lalu Apa Ekobrick itu?
Di kutip dari Zerowaste.id "Eco" dan "brick" artinya bata ramah lingkungan. Disebut "bata" karena ia dapat menjadi alternatif bagi bata konvensional dalam mendirikan bangunan. Maka dari itu ecobrick biasa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan furniture.
Ecobrick adalah botol plastik yang diisi padat dengan limbah non-biological untuk membuat blok bangunan yang dapat digunakan kembali. Eko-batu bata ini adalah teknologi berbasis kolaborasi yang menyediakan solusi limbah padat tanpa biaya untuk individu, rumah tangga, sekolah, dan masyarakat.
Juga dikenal sebagai Bottle Brick atau Ecoladrillo. Solusi limbah lokal ini mulai disebut Ecobrick oleh gerakan masyarakat yang berkembang di seluruh dunia.
Apa manfaatnya?
Masih dengan sumber yang sama bahwa dengan ecobrick, sampah-sampah plastik ini akan tersimpan terjaga di dalam botol sehingga tidak perlu dibakar, menggunung, tertimbun dan lain-lain. Teknologi ecobrick memungkinkan kita untuk tidak menjadikan plastik di salah satu industrial recycle system, dengan begitu akan menjauhi biosfer dan menghemat energi.
Ecobrick menjaga bahan-bahan plastik tersebut melepaskan CO2 yang pada akhirnya akan menyumbang pemanasan global. Ecobrick biasanya digunakan untuk membuat furnitur modular, perabotan indoor, ruang kebun, ruang hijau, dinding struktur dan bangunan seperti sekolah dan rumah.
Dilihat dari apa dan manfaat Ecobrick, bagi saya adalah hal yang penting untuk di buat. Langkah itu juga merupakan cara sederhana yang turut membatu dalam menangani persoalan sampah plastik. Persoalan yang sampai kini masih menjadi pekerjaan besar.
Sekedar di ketahui, Indonesia diperkirakan menghasilkan 64 juta ton sampah setiap tahunnya. Namun, merujuk data Sustainable Waste Indonesia (SWI) tahun 2017, dari angka tersebut baru 7 persen yang didaur ulang, sementara 69 persen di antaranya menumpuk di tempat pembuangan akhir (TPA). Lebih parahnya lagi 24 persen sisanya dibuang sembarangan dan mencemari lingkungan sehingga dikategorikan sebagai illegal dumping.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2017, jenis sampah organik mencapai 60 persen. Lalu, kedua terbesar adalah sampah plastik yang mencapai 16 persen. (Baca katadata.co.id).
Sementara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga mengakui bahwa pada 2020 total produksi sampah nasional telah mencapai 67,8 juta ton. Artinya, ada sekitar 185.753 ton sampah setiap harinya dihasilkan oleh 270 juta penduduk. Atau setiap penduduk memproduksi sekitar 0,68 kilogram sampah per hari.
Angka tersebut meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada 2018 saja, produksi sampah nasional sudah mencapai 64 juta ton dari 267 juta penduduk. Sampah-sampah tadi pada akhirnya berkontribusi besar menambah makin menggunungnya timbunan di tempat-tempat pembuangan akhir (TPA). (Baca Indonesia.go.id).
Maka saatnya kita bersama-sama berantas sampah pelastik untuk melindungi lingkungan kita dari danpak dan bahayanya. Karena persoalan bangsa adala persoalan kita. Mulai dari diri kita, dengan cara sederhana seperti membuat Ecobrik.
"Berpikir sederhana, berbuat biasa namun sangat luar biasa imbasnya kepada orang banyak."
(Hanya berbagi, semoga bermanfaat)
Fores, 29 Juni 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H