Mohon tunggu...
Faisal yamin
Faisal yamin Mohon Tunggu... Nelayan - Belajar menulis

Seorang gelandangan pikir yang hobi baca tulisan orang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Matinya Pejuang

6 November 2019   23:53 Diperbarui: 7 November 2019   00:01 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hanya karena isi perut, sesama kita saling korban mengorbankan. Panglima revolusi rupanya suda melukiskan ketakutanya di waktu lampau, ketakutannya itu adalah penjajahan dan di lakukan oleh bangsa sendiri"

"Lantas apa yang harus kita lakukan? Kita ini abdi negara, jika tak melakukan apa apa yah kita suda lupa dan hilang akal bahwa mereka para warga adalah donatur hidup kita"

"Lalu mau bagaimana? Kau mau melawan atasan? Ujungnya kau dimutasi dan diberhentikan karena dianggap tak patu pada pimpinan, mau kamu kaya gitu?"

Dia diam, rupanya pikir pikir. Rupanya dia termakan dengan kata kata saya tentang mutasi dan copot itu. Seaat dia melanjutkan. "Jika demikian maka saya relah berjuang sekalipun dimutasi dan dicopot, toh tak jadi seperti ini juga kita hidup kok"

Saya tersenyum pelan, sembari menyelesaikan secangkir kopi saya. "Iya seperti itu keputusan yabg harus diambil. Lebih baik hidup jadi rakyat kecil dan makan seadaanya dari pada jadi besar dan abdi negara yang bergantung pada ranyat kita"

Sambil mengganguk pelan. Dia nyalahkan roko sambil meneguk kopinya yang sisah sedikit.
***

"Bung tak tertarik untuk melakukan infestigasi didaratan H? Di sanakan banyak masalah" kata saya ke Rumi yang masih sibuk menyapu lensa kamera. Sore itu kami duduk diberanda rumahnya, diskusi mengenai rutinitas sembari meminun air guraka dan pisang goreng.

"Terlalu beresiko bung, sebetulnya saya risau dengan kondisi disana" jawabnya yang juga masih menyekah lensa

"Beresiko bagaimana? Bukankah itu ada tugas bung sebagai jurnalis kan?"

Dia diam, sesaat meletakkan body dan lensa kameranya di meja dan melanjutkan. "Iya bung, harus butuh metal baja untuk melakukan investigasi demikian bung"

Saya raih secangkir guraka dan menyeruputnya pelan. "Menu yang pas bung". "Iya," sahutnya. Saya lanjutkan "kau bukanya jurnalis investigasi yah? Dan jika suda berani masuk diruang ini harus siap dengan semua"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun