Mengenai perihal kematianku, aku juga tak tau jelas apa sebabnya. Namun terakhir ku ingat, aku pernah melakukan investigasi tentang kasus tambang PT Taamou Birahi yang bergerak di bidang perkayuan.Â
Salah satu perusahan yang diketahui tak memiliki izin operasi. Perusahan tersebut diketahui miliki Dhote,salah satu pengusaha kelas kakap di negeri ini. Awalnya aku tak berani mengusut kasus tersebut, sebab berusahan dengan mereka, nyawa menjadi taruhanya.
Seperti yang dialami salah satu rekan ku yang menginvestigasi mereka tiga tahun lalu, dan imbasnya dia tewas di bunuh oleh orang tak di kenal sebab pemberitaannya di media. Kasus kematiannya pun tak di usut tuntas, hanya di biarkan di meja hijau tanpa alasan yang jelas.
Dhote memang pengusahan kelas kakap dan punya bekingan kuat. Lebih jelasnya dia punya orang-orang yang bisa memuluskan perkaranya. Ini karena kasus yang menimpahnya, tak ada penyelesaian yang jelas.
Kendati demikian, demi tuntutan tugas juga untuk membantu para warga atas keluhan mereka, dan menuntaskan tugas rekanku yang tewas terbunuh aku memberanikan diri melakukan investigasi.
Setelah mempelajari data-data, aku bergerak. Sungguh tugas yang berat, pasalnya selama dua bulan lebih waktu ku habiskan untuk melakukan investigasi. Setelah mempelajari dan berapa kali melakukan penyamaran, dan melihat langsung akhirnya aku mampu menuntaskan investigasi itu.
Sebanyak lima berita aku tulis dan mempublikasikan. Setelah berita ke tiga, aku mulai di intimidas dan diancan. Kerap kali aku di incar dan di teror via telpon. Aku menyakini ini adalah orang suruan Dhote. Dan malam itu aku mendapati ancaman saat beritaku yang ke empat.
"Engkau yang telah menyebarkan informasi" kata seorang pria dengan nada tinggi lewat sambungan telephone.
Mendengar kasarnya pria itu berbicara, dengan cepat ku hentikan aktifitas menulisku. "Iya mas, saya orangnya memangnya kenapa mas?
Pria itu dengan nada marah membentak dan mengancam "kau tau apa yang telah kau berbuat, kau berani mengusik dan membangunkan serigala yang sedang tidur." Kemudian mematikan handphonenya.
Saat itu, ruang gerakku serasa terbatas. Sering ku keluhakan kondisi demikian ke pimpinan redaksi namun tak di seriusi. Suatu waktu aku duduk dengan pimpinan media di kedai kopi. Kami berbincang lepas mengenai dunia kepenulisan dan terakhir aku sampaikan kondisi yang aku alami.