Tahun 2020 menjadi tahun yang penuh kejutan, khususnya bagi ekonomi Indonesia. Di awal tahun optimisme untuk ekonomi di 2020 yang sangat jelas, bahkan sampai awal 2020 hal itu masih terlihat. Beberapa indikator atas optimisme terhadap ekonomi Indonesia di 2020 antara lain:
1. APBN 2020 yang telah disetujui Pemerintah dan DPR menunjukkan defisit terendah sejak 2011,
**APBN 2020 (defisit setara 307T)
2. Pada lelang Surat Utang Negara (SUN) 18 Februari 2020, penawaran yang masuk merupakan terbesar dalam sejarah yaitu mencapai Rp127T dengan yield yang rendah.
*WAY=Weighted Average Yield
3. Pertumbuhan ekonomi di 2019 masih di atas 5%, tepatnya 5,02%.
4. Nilai tukar rupiah di awal 2020 di angka 13.200-13.900.
5. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih di angka 6.200an.
Dan banyak indikator lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Namun hal itu berbalik arah secara tajam ketika virus COVID-19 memasuki Indonesia, yang pasien pertamanya terkonfirmasi pada 2 Maret 2020, segala optimisme ekonomi yang diperkirakan akan terjadi di 2020 pun buyar. Mari kita lihat kembali lima indikator di atas:
1. Defisit APBN 2020 diperkirakan akan melebar di angka 6,34% (1039T) (vs 1,76% (307T) di awal 2020). (% dari PDB)
2. Pada lelang SUN 28 April 2020, penawaran yang masuk merupakan yang terkecil selama 2020, sampai dengan lelang 16 Juni 2020 dengan nominal Rp27T.
Ingat konsep dalam perhitungan harga obligasi, jika yield naik maka harga turun dan sebaliknya.
3. Pertumbuhan ekonomi di Q1 2020 hanya 2,97% dan proyeksi di Q2 akan terkontraksi hingga minus 3,1%.
4. Nilai tukar rupiah setelah pengumuman pasien pertama COVID-19 di Indonesia mencapai titik tertinggi di Rp16.500an per USD pada akhir Maret 2020, namun sekarang sudah kembali ke angka Rp14.000-14.200 per USD.
5. IHSG sempat menyentuh di angka 3.900an di akhir Maret, namun sekarang sudah berada di angka 4.900an.
Beberapa indikator di atas dapat menunjukkan secara singkat bagaimana COVID-19 sangat mempengaruhi perekonomian Indonesia khususnya di pasar keuangan.
Adanya pandemi ini membuat keuangan negara di 2020 memiliki beban yang lebih berat. Belanja tidak berkurang karena pengurangan belanja modal (pembangunan infrastruktur, dll) maupun belanja barang (perjalanan dinas dll) terkompensasi dengan naiknya belanja untuk penanganan pandemi COVID-19 yang meliputi belanja untuk alat kesehatan, belanja untuk insentif tenaga kesehatan, belanja bantuan sosial, hingga program pemulihan ekonomi nasional yang pada akhirnya membuat jumlah belanja negara yang meningkat.
Peningkatan ini tidak diiringi dengan kemampuan mendapatkan pendapatan negara, khususnya di sektor perpajakan yang masih menjadi tumpuan utama pendapatan negara selain adanya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Di awal 2020, APBN 2020 memiliki target penerimaan sebesar Rp2.233T kini harus turun hingga di angka Rp1.760,9T dan bahkan menurut berita yang dimuat Kontan.co.id pada 3 Juni 2020, menurut Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani, penerimaan negara akan turun kembali hingga ke angka Rp1.699T yang akan dimasukkan dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) 54 tahun 2020.
Pendapatan negara yang turun cukup dalam (2.233T vs 1.699T) ternyata tidak diikuti dengan turunnya belanja pemerintah. Belanja APBN 2020 sebesar Rp2.540T harus direvisi menjadi Rp.2.613T yang pada berita yang dimuat Kontan.co.id pada 3 Juni 2020, menurut Menkeu RI, Sri Mulyani, belanja tersebut akan meningkat menjadi Rp2.738T.
Dengan adanya penurunan pendapatan negara (2.233T vs 1.699T) namun terjadi kenaikan belanja negara (2.540T vs 2.738T), praktis akan langsung membuat defisit APBN akan meningkat yang semula sebesar 1,76% dari PDB (Rp307T) menjadi 6,34% dari PDB (Rp1039T) pada kondisi terakhir di 3 Juni 2020 sesuai pernyataan Menteri Keungan RI, Sri Mulyani. Terus gimana?
Nah di tengah kondisi pelebaran defisit yang cukup besar dan kondisi pasar keuangan yang belum kembali normal, pemerintah berinisiatif untuk menerbitkan suatu instrumen pembiayaan untuk APBN sekaligus sebuah pilihan investasi bagi masyarakat di tengah ketidakpastian ini, instrumen tersebut adalah Obligasi Negara Ritel seri 17 atau disebut juga ORI017.
Dalam klasifikasinya, ORI merupakan 1 dari 4 instrumen obligasi negara yang dapat dibeli secara perorangan (ritel) dengan nominal yang cukup kecil yaitu minimal 1 juta rupiah dan maksimal di 3 miliar rupiah. Instrumen obligasi ritel milik pemerintah lainnya adalah Savings Bond Ritel (SBR), Sukuk Tabungan (ST), dan Sukuk Ritel (SR/Sukri).
Semua instrumen obligasi ritel tersebut merupakan salah satu cara pemerintah agar rakyat Indonesia bisa secara langsung ikut membantu negara dengan ikut menjadi investor untuk pemerintah karena hanya WNI yang eligible untuk bisa membeli produk tersebut.
Kembali lagi ke ORI017, dari namanya saja kita bisa mengetahui bahwa ORI yang diterbitkan ini merupakan penerbitan ke 17, pertama kali ORI diterbitkan adalah pada 9 Agustus 2006 atau hampir 14 tahun lalu. Sebagai instrumen obligasi milik negara, ORI dijamin oleh Undang-undang (UU), yaitu dalam UU Nomor 24 tahun 2002 tentang Surat Utang Negara yang dijabarkan lebih lanjut dalam PMK 27/PMK.08/2020 tentang Penjualan Surat Utang Negara Ritel di Pasar Perdana Domestik, hal ini menunjukkan bahwa ORI merupakan instrumen investasi yang dijamin oleh negara melalui adanya peraturan tersebut.
Kemudian, mari kita bedah ORI017 ini satu persatu. Pertama, kita mulai dengan yang paling dasar, yaitu tujuan pemerintah meneribitkan ORI017. Jika dalam UU di atas disebutkan bahwa terdapat 3 tujuan dalam penerbitan Surat Utang Negara, yaitu membiayai defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, menutup kekurangan kas jangka pendek akibat ketidaksesuaian antara arus kas penerimaan dan pengeluaran dari Rekening Kas Negara dalam satu tahun anggaran, dan mengelola portofolio utang negara, maka tujuan dari ORI017 ini adalah seperti yang disebutkan pada poin pertama, yaitu untuk membiayai defisit APBN 2020 dan perubahannya (jika ada), termasuk pembiayaan untuk upaya penanganan dan pemulihan dampak dari pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Tujuan lain dari penerbitan dari ORI017 yang merupakan bagian dari SUN Ritel adalah untuk memperluas basis investor dalam negeri, menyediakan alternatif investasi bagi investor ritel, mendukung pasar keuangan domestik, mendukung terwujudnya masyarakat yang berorientasi pada investasi jangka menengah & panjang, dan mewujudkan cita-cita kemandirian dalam pembiayaan pembangunan.
Kenapa investor dalam negeri itu penting? Karena keuntungan yang diberikan kepada investor oleh pemerintah dalam bentuk bunga dapat dinikmati oleh masyarakatnya sendiri dan dapat mengurangi risiko volatilitas pasar internasional karena pemegang obligasinya merupakan investor lokal.
Nah jika tujuannya sudah jelas untuk apa, mari kita lanjutkan ke poin kedua yaitu soal struktrur mari kita lihat saja gambar di bawah ini untuk detail lebih jelas soal struktur pada ORI017.
Menurut data per tanggal 22 Juni 2020 diakses dari https://pusatdata.kontan.co.id/bungadeposito yang diakses pada 23 Juni 2020, bunga tertinggi dari bank-bank dalam daftar tersebut terdapat di rentang 3,95%-6%, di mana tingkat bunga tersebut masih di bawah tingkat bunga yang diberikan oleh ORI017 yaitu 6,4% (terdapat spread 40-215bps).
Dengan tingkat pajak untuk deposito yang lebih besar, 20%, maka bunga riil yang akan didapatkan oleh investasi di deposito semakin kecil dibandingkan dengan di ORI017 (tingkat pajak 15%).
Kemudian indikator tingkat bunga yang dapat kita gunakan sebagai acuan untuk melihat kondisi pasar adalah dengan BI 7-day (reverse) Repo Rate (BI 7DRR) yang ketika pricing ORI017 dilakukan, rate yang digunakan sebagai acuan adalah 4,5%.
Namun pada 18 Juni 2020, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan bahwa terdapat penurunan sebesar 25 bps (100bps=1%) untuk BI 7DRR menjadi 4,25% sehingga spread antara BI 7DRR dan kupon ORI017 yang semula sebesar 190bps menjadi 215bps, jika dibandingkan dengan ORI014-016 (2017-2019) yang memiliki rata-rata spread sebesar 188bps, maka sudah sangat jelas bahwa ORI017 ini jauh lebih menguntungkan dari sisi tingkat kupon.
Nah dengan jangka waktu 3th tersebut uang yang kita butuhkan di tahun ke-3 akan kembali sesuai investasi awal ditambah bunga sebesar 6,4% selama 3th yang akan kita terima setiap bulannya. Kenapa hal ini menarik? Karena daripada kita menempatkan dana kita di tabungan biasa yang memiliki biaya admin dan tingkat bunga yang lebih rendah, maka menempatkan dana kita pada ORI017 merupakan pilihan yang bijak.
Salah satu lagi struktur ORI017 yang menarik untuk kita bahas adalah mengenai sifat ORI017 yang tradable atau dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
Kenapa ini menarik? Karena seperti kita tahu, jika kita menempatkan dana kita pada deposito di perbankan, kita tidak bisa kapan saja mengambil uang kita, ketika hal itu bisa dilakukan pun terdapat biaya tambahan yang akan dikenakan karena mengambil uang kita sebelum waktunya, namun di ORI017 berbeda.
ORI017 menawarkan fitur tradable, sehingga jika kita sewaktu-waktu membutuhkan dana kita yang ditempatkan pada ORI017 maka kita dapat menjualnya di pasar sekunder dengan harga sesuai dengan kondisi pasar saat ini, di bagian selanjutnya kita akan bahas lebih lanjut soal pasar sekunder karena berkaitan dengan adanya market risk.
Pada poin ketiga ini, kita akan membahas soal risiko. Kenapa risiko penting? Karena banyak setiap orang memiliki tingkat toleransi terharap risiko yang berbeda beda, mulai dari dari investor yang memiliki tingkat toleransi yang sangat konservatif, lalu tingkat toleransi yang moderat, hingga tingkat toleransi yang agresif.
Jika Anda merupakan tipe investor yang memiliki tingkat toleransi risiko yang cukup konservatif maka ORI017 ini cocok untuk anda karena tingkat kepastian yang ditawarkan.
Selain bagi investor dengan tingkat toleransi risiko yang konservatif atau rendah, ORI017 bisa dijadikan sebagai instrumen awal bagi para investor yang ingin merasakan bagaimana berinvestasi sekaligus bisa merasakan bertransaksi di pasar sekunder.
Benar, di pasar sekunder, karena pada dasarnya ORI017 merupakan investasi yang tradable sehingga bisa diperjualbelikan di pasar sekunder setelah adanya masa holding period minimal, yaitu dua kali pembayaran kupon atau bisa diperdagangkan setelah tanggal 15 September 2020.
Perdagangan di pasar sekunder membuat ORI017 terpapar risiko lainnya, yaitu adanya market risk yang merupakan sifat alami dari investasi yang diperjualbelikan di pasar sekunder yaitu harganya yang mengikuti kondisi pasar.
Namun berkaca pada “kakak-kakaknya” yaitu ORI014-016 dengan tingkat kupon yang disebutkan di atas, harga ORI memiliki kesempatan untuk di atas 100 (pada perdagangan di pasar sekunder, 100 berarti 100%) sehingga akan mendapatkan keuntungan tambahan bernama capital gain yang didapatkan dari harga jual dikurangi harga beli.
Lalu jika ORI harganya discount kita rugi dong? Kalo dijual pasti rugi, namun jika tetap dipegang hingga jatuh tempo kita tidak akan rugi karena pemerintah akan mengembalikan investasi kita secara penuh atau dengan harga 100 (100%).
Dengan adanya sifat ORI017 yang tradable, sebagai investor pemula pasti bisa juga merasakn sensasi trading seperti halnya saham. Sifat ORI017 yang tradable ini juga mengurangi salah satu risiko yang melekat pada investasi yaitu risiko likuiditas, risiko ini ada karena kita tidak bisa memastikan di masa depan kebutuhan uang kita stabil seperti sekarang atau ada kejadian yang membutuhkan uang yang cukup banyak dalam waktu singkat.
Di sini ORI017 yang tradable menawarkan pengurangan risiko tersebut dengan opsi bisa menjual ORI017 di pasar sekunder sewaktu-waktu sesuai harga pasar yang ada, dan untuk hal ini bisa dikomunikasikan dengan Mitra Distribusi (Midis) tempat kita membeli ORI017, mereka pasti akan membantu pengurusan penjualannya. Dan risiko terakhir yang akan dibahas adalah risiko gagal bayar.
Banyak orang yang khawatir ORI017 akan bernasib sama seperti investasi-investasi lain yang gagal bayar sehingga uang yang diinvestasikan di awal tidak kembali sama sekali. Nah ORI017 bebas dari risiko ini karena pembayaran kupon dan pokok investasi dijamin oleh negara melalui peraturan resmi.
Jadi secara kasar, ORI017 hanya bisa gagal bayar ketika Indonesia ini bangkrut di mana hal ini adalah kemungkinan terburuk yang jelas akan selalu dihindari oleh pemerintah karena kita tidak mau dicap sebagai negara yang gagal bayar seperti Yunani.
Dalam konsep manajemen keuangan yang sangat dikenal, salah satunya adalah high risk, high income atau juga disebut dengan There is a risk-return tradeoff. Dua ungkapan itu menjadi salah satu prinsip dalam manajemen keuangan yang pada akhirnya memiliki suatu arti yang sama yaitu kita tidak akan mengambil risiko yang lebih tinggi jika kita tidak dikompensasi oleh tambahan tingkat pengembalian yang lebih tinggi.
Jika memang peniliaian profil risiko pada diri anda sendiri merasa bahwa berinvestasi pada ORI017 mendapatkan tingkat pengembalian yang kurang menarik, maka itu merupakan pilihan anda sebagai seorang investor, sehingga mungkin jenis investasi lain yang memiliki tingkat return lebih tinggi, yang pasti diiringi juga dengan risiko lebih tinggi dari ORI017, bisa menjadi pilihan.
Pilihan tersebut tersebar di mana-mana, terdapat banyak sekali jenis reksadana pasar uang, pendapatan tetap, atau campuran yang bisa memenuhi ekspektasi tingkat pengembalian anda, untuk tingkat pengembalian yang lebih tinggi ada juga opsi untuk masuk ke dalam platform peer-to-peer lending yang juga sedang berkembang akhir-akhir ini, dan jika anda menginginkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi lagi, anda bisa masuk ke dalam reksadana saham atau bahkan masuk ke pasar saham dan menjadi trader saham.
Itu semua merupakan berbagai pilihan yang dapat diambil untuk berinvestasi di pasar keuangan, namun itu semua belum mencakup semua jenis investasi yang tersedia. Namun perlu kembali diingat bahwa ketika kita menginginkan tingkat pengembalian atau return yang tinggi hal itu akan diiringi dengan naiknya risiko atas investasi tersebut.
Tetapi semua orang tidak selalu mengejar adanya return yang tinggi (karena risikonya pasti juga tinggi), terdapat sebagian orang yang menginginkan ketenangan ketika berinvestasi, di tengah kondisi pasar keuangan yang volatile seperti sekarang (contoh: ketika IHSG di awal 2020 yang berada di angka +-6.200, di akhir Q1 2020 saja pernah menyentuh angka 3.900), tidak semua orang siap melihat kondisi seperti itu apalagi jika itu berkaitan dengan instrumen investasinya yang jumlahnya bisa cukup besar, oleh karena itu orang-orang yang menginginkan kenyamanan dalam berinvestasi itu akan lebih cocok dengan ORI017 ini.
Kapan lagi kita bisa membantu negeri ini sambil mendapat keuntungan di tengah masa-masa sulit seperti ini. Investasi di tengah pandemi, ORI017 bisa menjadi solusi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H