Jebakan-jebakan seperti itu entheng saja bagi kita untuk mengonsumsinya. Padahal, jika kita perhatikan, itu adalah cara bagaimana asing mengalihkan perhatian kita terhadap apa yang kita miliki.
Lihat. Semua poin-poin di atas yang ingin dicapai adalah sesuatu yang abstrak dan tidak nyata. Tidak berbentuk, dan tidak pernah benar-benar bisa disentuh.
Kita memiliki segalanya. Namun, kita tidak merasa memiliki segalanya di Indonesia. Sebab, yang segalanya itu adalah sifat-sifat dari materi bagi kita, jika melihat fenomena saat ini.
Akibatnya, kita cukup saja membanggakan bahwa freeport ada di Indonesia, bahwa keindahan-keindahan bahari ada di Indonesia.
Padahal, realitanya, kita tidak pernah memilikinya. Menyentuhnya pun hanya orang-orang tertentu.
Lalu memiliki itu harusnya bagaimana?
Anda tentu pernah mendengar istilah bertepuk sebelah tangan, bukan? Ya, kasus tersebut lumrahnya di dunia percintaan.
Nyatanya, bertepuk sebelah tangan berhubungan dengan segala sesuatu yang memiliki konteks “milik”.
Memiliki tidaklah kesadaran bahwa ini punyaku dan ini punyamu, tetapi harmonisasi antara pemilik dan yang dimiliki. Sebagaimana kesadaran kita bahwa kita adalah makhluk Tuhan. Dan Tuhan menyatakan bahwa kita adalah makhlukNya.
Begitupun dengan benda-benda, yang kita miliki: benda-benda tersebut secara nyata tercipta untuk kita beserta manfaat yang dikandungnya, dibuktikan oleh kedaulatan ikatan secara hukum (nota pembelian, misalnya) maupun emosional.