Mohon tunggu...
Faisalbjr
Faisalbjr Mohon Tunggu... Dosen - hhmm

please wait...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kala yang Sakral di Ruang Digital

27 Juni 2021   13:45 Diperbarui: 27 Juni 2021   14:15 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi by faisal s

Wajar saja ada pertanyaan tentang pahala, sebab kita menghadapi tulisan dalam media yang sangat berbeda. Semula berwujud benda, di atas kertas dan buku. Jika kita memegang, membaca dan menyimpannya harus dengan etika yang mulia. Yang sakral kita pisahkan dari yang duniawi, dari segi waktu dan tempatnya. Dan itu gampang saja, seperti kamu tidak ngaji sambil makan minum, tidak juga sambil mondar-mandir, iya kan.

Hape kamu yang canggih itu punya karakteristik yang beda. Saat ayat-ayat suci beralih ke ruang digital, kesuciannya dapat ternoda. Ah, masa iya gitu sih.

Gawai di tangan kita terasa semakin penting lantaran kemampuannya melayani kebutuhan kita dalam berkomunikasi, berbisnis, belajar bahkan beragama. Karena volume penyimpanan besar dan menerima format beragam maka materi agama mungkin saja tersimpan bersama konten sensual pada satu tempat.

Please jangan marah, adakah di hape kita tersimpan gambar-gambar saru, ada gak di situ video seronok. Pernahkah hape kita terpakai untuk percakapan vulgar? Oh kamu ndak begitu, kamu selalu yang baik-baik. Tapi sungguh, media digital memungkinkan bercampurnya macam-macam konten, maka bercampurlah yang sakral dan yang duniawi.

Baiklah, al-Qur'an digital itu lengkap. Ada murottal, arah kiblat, azan, kalender hijriyah, asmaul husna, sampe info masjid terdekat. Lha, kalau koleksi saru-saru ada di hape yang sama, bagaimana?

Kamu kalau lagi online sering dapat iklan, yang barangkali satu dua cocok dengan kebutuhanmu. Nah, aplikasi ayat-ayat suci juga ada yang beriklan. Pas lagi ngaji muncul berkali-kali, ya jadi menganggu. Kadang yang sangat tidak berkaitan bahkan tidak pantas macam iklan "cari pasangan." Ini menunjukkan bahwa materi agama menjadi tumpangan orang berdagang.

Demikianlah kesakralannya terancam setelah didigitalkan. Karena campur-campur itu tadi, ditambah soal etika membacanya. Saking praktisnya, mungkin kita lupa untuk ambil wudu dulu sebelum ngaji, padahal berwudu itu menyucikan diri, untuk memasuki kesakralan. Hape pun mungkin terbawa ke toilet, atau tergeletak di tempat sembarangan. Sedangkan hal semacam itu tidak kita lakukan pada buku biasa apalagi terhadap mushaf yang mulia.

Bagaimana sikap terhadap persoalan semacam itu sebenarnya tergantung kepada diri kita sendiri. Namun media digital telah membentuk budaya baru dan mempengaruhi praktik kita beragama. Handphone itu fleksibel, instan dan multitasking, sampai bikin kita lupa waktu, lupa ada di mana dan tidak menyadari bahwa kita sedang mendegradasi perkara yang sakral.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun