Mohon tunggu...
Faisal Basri
Faisal Basri Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Tercapaikah Target Penerimaan Pajak Pasca Tax Amnesty?

1 April 2017   04:25 Diperbarui: 4 April 2017   18:24 5452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Program pengampunan pajak telah berakhir pada 31 Maret 2017. Antusiasme masyarakat tergolong luar biasa. Sampai akhir batas waktu program, tercatat satu juta lebih jumlah Surat Pernyataan Harta (SPH).

Nilai harta yang dideklarasikan mencapai 4.866 triliun, sekitar 40 persen Produk Domestik Bruto (PDB). Harta yang dideklarasikan itu setara dengan 365 miliar dollar AS atau tiga kali lipat dari cadangan devisa per akhir Februari 2017.

Lebih dari tiga perempat harta yang dideklarasikan adalah harta bersih dalam negeri, sedangkan harta bersih yang ditempatkan di luar negeri sebesar 21,2 persen. Yang sangat jauh dari target pemerintah sebesar Rp 1.000 triliun adalah deklarasi harta bersih repatriasi, hanya 3 persen atau sebesar Rp 147 triliun.

komposisi_harta
komposisi_harta
Target dana repatriasi yang tergolong sangat ambisius dibuat berdasarkan perkiraan dana WNI yang berada di luar negeri versi Kementerian Keuangan minimal sekitar Rp 11.000 triliun. Angka ini mirip dengan versi Credit Suisse. Sedangkan menurut versi Bank Indonesia jumlahnya sekitar Rp 3.000 triliun, hampir sama dengan versi McKinsey&Company. Perbedaan antara Rp 3.000 triliun dengan Rp 11.000 triliun amatlah besar.

Harta WNI yang ditempatkan di luar negeri bersumber dari beragam motif dan modus operandi, baik yang legal maupun ilegal seperti uang korupsi, penggelapan pajak, under-invoicing exports, over-invoicing imports, dan pelarian modal (capital flights) yang diestimasi dari pos net errors and omissions dalam neraca pembayaran. Bentuknya pun beragam, yang berupa aset fisik maupun finansial.

estimasi
estimasi
Sumber: Presentasi Direktorat Jenderal Pajak pada seminar di FEB-UI, Depok, 1 Desember 2016.

Puncak pencapaian program amnesti pajak terjadi pada akhir periode pertama 30 September 2016. Hal ini bisa dimaklumi mengingat tarif pembayaran tebusan pada periode pertama sangat rendah dan paling rendah. Tarif untuk repatriasi dan deklarasi harta dalam negeri pada periode I adalah 2 persen, periode II 3 persen, dan periode III 5 persen. Untuk deklarasi harta luar negeri masing-masing 4 persen, 6 persen, dan 10 persen. Tak sampai tiga bulan sejak diberlakukan, dana repatriasi mencapai Rp 137 triliun. Enam bulan selanjutnya sampai akhir program, dana repatriasi hanya bertambah Rp 10 triliun.

Pola serupa terjadi pula pada perolehan dari pembayaran tebusan. Uang tebusan "murni" (tidak termasuk pembayaran tunggakan dan pembayaran bukti permulaan (bukper). Per 30 September 2016, pembayaran tebusan "murni" mencapai Rp 89,1 triliun dan enam bulan kemudian hanya naik sebesar Rp 25,2 triliun. Adapun penerimaan total dari program amnesti pajak yang masuk ke APBN per 31 Maret 2017 adalah Rp 135 triliun.

1
1
Realisasi pembayaran tebusan tidak banyak berubah selama periode ketiga. Sampai akhir program, realisasi pembayaran tebusan mencapai 69,3 persen, sedangkan realisasi berdasarkan surat setoran pajak (SSP)--meliputi pembayaran tunggakan dan pembayaran bukti permulaan--mencapai 81,8 persen dari target.

Mayoritas pembayar pajak besar mengikuti program pengampunan pajak pada periode pertama. Hal ini terlihat dari angka rerata tertinggi per SPH sebesar 12,1 miliar pada 27 September 2016. Setelah itu terus mengalami penurunan hingga titik terendahnya pada akhir periode menjadi Rp 4,8 miliar per SPH.

2
2
Program amnesti pajak terbukti tidak mampu menambah kekuarangan penerimaan pajak pada APBN 2016. Sekalipun sudah dinambah dengan pembayaran tebusan, penerimaan pajak pada 2016 hanya Rp 1.284 triliun atau 83,4 persen dari target APBN-P 2016 sebesar Rp 1.539 triliun.

Tahun ini target penerimaan pajak dipatok Rp 1,435 triliun, naik 16,7 persen dibandingkan dengan realisasi 2016. Sungguh tantangan yang sangat berat mengingat pertumbuhan penerimaan pajak selama lima tahun terakhir rata-rata hanya 8 persen, tidak sampai separuh dari target.

rerat
rerat
Sudah empat tahun berturut-turut nisbah pajak (tax ratio) mengalami penurunan terus menerus. Estimasi penulis untuk tahun ini pun masih akan turun (lihat garis putus-putus).

taxratio
taxratio
Padahal, nisbah pajak Indonesia tergolong masih relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga, dengan Kamboja sekalipun.

compare
compare
Menaikkan nisbah pajak tidak semudah membalikkan telapak tangan. Namun, dengan partisipasi yang cukup tinggi dalam program amnesti pajak, ada secercah harapan untuk jangka menengah.

Tahun ini adalah masa konsolidasi. Pengesahan undang-undang perpajakan yang baru perlu dipercepat agar mulai tahun 2018 mulai terjadi peningkatan penerimaan pajak yang melebihi potensi alamiahnya.

Hampir tidak ada pilihan untuk tahun ini kecuali memangkas belanja modal, termasuk untuk pembangunan infrastruktur. Itulah syarat cukup agar konsolidasi fiskal berlangsung mulus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun