Yang paling aneh adalah regulasi yang membedakan GKP dan gula rafinasi (GR). Di dunia pergulaan tak dikenal pemisahan seperti itu, karena pada dasarnya GKP dan GR memiliki karakteristik yang identik. Yang lazim adalah perbedaan antara raw sugar (RS) dan rifined sugar (RS) atau gula rafinasi (GR).
Perbedaan antara GKP dan GR hanya dalam proses pengolahan: GR diproduksi secara bertahap, melalui pemurnian gula mentah sedangkan GKP diproduksi secara langsung dari tebu menjadi gula.
GR atau disebut juga gula kristal rafinasi (GKR) yang diproduksi di dalam negeri menggunakan bahan baku RS impor. Hasil pabrik gula rafinasi hanya boleh dijual langsung ke industri pengguna, hampir semua diserap oleh industri makanan dan minuman berskala besar.
Kualitas GR lebih tinggi dari GKP dan harganya pun lebih murah. Sayangnya, reulasi pula yang membuat industri kecil tidak bisa menikmati GR karena tidak ada distributor GR. Industri kecil mengalami diskriminasi, tidak bisa menikmati harga gula murah dengan kualitas lebih baik. Tidak hern industri kecil hanya jago kandang dan boleh semakin tidak bisa bersaing dengan produk impor yang bea masuknya nol persen.
Yang aneh, jika terjadi kelangkaan gula, pemerintah melakukan intervensi pasar dengan menggelontorkan gula rafinasi.
Sudah saatnya pemerintah membenahi total regulasi pergulaan. Tidak ada gunanya TPID kalau sekedar menjadi pemadam kebakaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H