Kalau pendekatan sederhana dan konvensional sudah cukup memadai dan bisa menjelaskan duduk perkaranya, buat apa dibikin rumit.
Sudah merupakan rahasia umum dunia perunggasan di Indonesia sangat terkonsentrasi. Dua kelompok usaha, kelompok Charoen Pokphand dan kelompok Japfa Comfeed sangat dominan. Peternak unggas independen semakin susut dan tak berdaya. Semakin tak berdaya lagi kalau diterpa kenaikan harga jagung.Â
Saya sangat menyadari betapa pasar perunggasan jauh dari sempurna, karena memang struktur pasarnya tight oligopoly. Merupakan kewajiban Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) untuk mengawasi dan mengadili praktek persaingan usaha tidak sehat, khususnya penyalahgunaan posisi dominan.
Ikhwal teknologi asing, bukan hanya dalam usaha ayam ras, melainkan digunakan pula untuk banyak kegiatan. Teknologi pupuk kimia berasal dari asing, pestisida juga begitu. Bahkan bibit pun diimpor sebagai jalan pintas "swasembada". Pemurnian bibit oleh petani tak dapat subsidi tetapi pupuk dapat kucuran subsidi sekalipun teknologinya diimpor dan salah sasaran pula.
Terakhir soal harga. Faktanya harga jagung di Indonesia cenderung naik sedangkan di pasar internasional turun tajam. Tak hanya harga jagung yang mengalami anomali, melainkan juga beras, kedelai, daging sapi, dan gula. Kalau jagung sebagai pengecualian, saya bisa maklum, tetapi kalau banyak fenomena "anomali" di Indonesia, sepatutnya kita introspeksi jangan-jangan ada yang salah dengan pengelolaan pangan kita.
Harga terbentuk bukan hanya hasil dari interaksi penawaran dan permintaan sesaat. Ada unsur ekspektasi. Contoh, menjelang pencabutan sangsi nuklir Iran, harga minyak mentah di pasaran internasional naik. Harga daging sempat melonjak di masa Menteri Rachmat Gobel karena pemerintah berencana memotong kuota impor sapi secara drastis. Tentu saja dengan mudah diprediksi bakal terjadi kelangkaan sapi. Baru "bakal" harga daging sapi sudah naik tajam.
Tengok pula rencana The Fed akan menaikkan suku bunga. Muncul spekulasi berbulan-bulan sebelumnya yang membuat kalang kabut banyak negara, yang membuat lebih setengah triliun dollar AS hengkang dari negara-negara emerging markets. Menelaah soal harga memang tidak bisa statis dan sesaat. Ada ekspektasi yang turut menentukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H