Mohon tunggu...
Fharesky Faisal Al Akbar
Fharesky Faisal Al Akbar Mohon Tunggu... Mahasiswa - الله

Instagram: fhrsky.fsl

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hati Menurut Ilmu Suluk

14 Juni 2021   17:33 Diperbarui: 14 Juni 2021   21:04 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika kita berbicara tentang hati dalam ilmu suluk, maksudnya bukan organ yang memompa darah. Jika kita bicara tentang akal, maksudnya bukan otak yang menerima dan mengirimkan rangsangan. Jika bicara tentang nafsu, maksudnya bukan tempat berkumpulnya syahwat dan kemarahan. 

Jika bicara tentang ruh, maksudnya bukan nyawa yang menunjukkan dan menggerakkan kita. Sehingga jika ada yang mengatakan hati, nafsu, akal, dan ruh maka orang yang sedang menempuh jalan Allah mengetahui bahwa maksudnya adalah lathifah Allah yang dipergunakan nya untuk mengistimewakan kita sebagai manusia dengan makhluk-makhluk yang lain.

Lantas, keistimewaan apa yang membedakan kita dengan hewan? Apakah dengan berbicara? Sesungguhnya, seluruh hewan juga berbicara namun dengan Bahasa mereka masing-masing. Sama halnya ketika kita tidak memahami bahasa mereka, mereka pun tidak memahami bahasa kita. Namun, mungkin saja hewan memahami bahasa manusia dengan latihan atau seringnya interaksi antara keduanya. Adapun yang membedakan kita dengan makhluk-makhluk yang lain adalah rahasia rahmat amanat yang diberikan Allah kepada kita, sebagaimana firman-nya :

"Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh" (Q.S, al- Ahzab [33]: 72). Rahasia amanah dimaksud adalah hati, yakni tempat Allah memandang kita

 Makna Yang Terkandung Dalam Hati

1. Idrak, yaitu hasil dari rangsangan yang dikirimkan ke otak, juga hasil dari ingatan, hasil dari percobaan, dan hasil dari interaksi dengan segala sesuatu di sekitar kita. Hubungan antara hasil yang satu dengan yang lain, maka idrak seseorang menjadi bisa berpikir sehinga menghasilkan keputusan, yakni keinginan (iradah).

2. Iradah, yaitu bashirah atau penglihatan hati yang merupakan hasil dari idrak di dalamnya. Sehingga tujuan orang ingin menempuh jalan Allah dan akhirat bisa naik dengan penglihatan itu. "Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada" (Q.S. al-hajj [22]: 46.

Dalam hadits qudsi yang diriwayatkan al-Bukhari dan yang lain bahwa Allah ta'ala berfirman, "Siapa saja yang menentang wali-Ku, maka Aku menyatakan perang kepadanya. Tidaklah orang-orang yang mendekatkan diri mendekat kepada-Ku seperti menunaikan apa yang Aku wajibkan kepada mereka. Tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah setelah menunaikan yang fardhu kecuali Aku mencintainya.

 Dan tatkala Aku mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya untuk ia mendengar, Aku menjadi penglihatannya untuk ia melihat, Aku menjadi tangannya untuk ia menangkis, Aku menjadi lisannya untuk ia bicara, Aku menjadi kakinya untuk ia berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku, maka Aku akan memberinya. Jika ia meminta kepada-Ku, maka Aku akan memberinya. Jika ia berlindung kepada-Ku, maka Aku akan menolongnya." Namun, redaksi "Aku menjadi lisannya" tidak ada dalam Riwayat al-Bukhari.

Dalam hadits qudsi yang lain disebutkan, "Aku menjadi pendengaran dan penglihatannya sehingga ia mendengar dan melihat karena Allah."

Lantas apa keagungan idrak hati ini? Inilah yang akan akan kita bicarakan dalam pembahasan ini. Sebab, agar naik ke dalam medan idrak, kemudian ke medan keputusan (iradah), hati perlu kesungguhan dan amalan. Dan amalan dimaksud adalah suluk, yaitu laku perjalanan menuju Allah.

Cara Menaikkan Hati

Hal pertama yang dibutuhkan hati adalah menutup celah-celah kegelapan hati. Karena, celah-celah itulah yang akan mengotori dan memperkeruhnya. Contohnya, Ketika ada sebuah batu yang memiliki banyak celah yang terbuka, sementara disekitarnya ada angin yang berdebu, maka dipastikan celah-celah itu penuh dengan debu tersebut. Walaupun kita membawa sebuah sapu listrik, bahkan dua, tiga, sampai sepuluh sapu, selama celah-celah itu masih terbuka dan angin masih tertiup, tetap saja debu itu tidak bisa dibersihkan. Banyak orang yang sibuk membersihkan hati, namun celahnya dibiarkan terbuka. Ibarat batu tadi, apakah ia akan bersih? Jawabannya, tentu tidak. Sebab, celah-celah yang dimasuki debu dan kotoran masih terbuka. Demikian pula hati.

Selain itu, perlu diingat bahwa hati memiliki banyak penyakit. Diantaranya penyakit yang membahayakan adalah hasad, riya, ujub, dan cinta kedudukan ditengah masyarakat. Itulah penyakit-penyakitnya tersebut. Semoga Allah menyembuhkan kita semua darinya. Pada bagian selanjutnya, kita akan menjelaskan bagaimana caranya kita menghadapi penyakit-penyakit tersebut.

Namun, sebelum mulai menyapu dan membersihkan batu, sebainya kita mulai menentukan celah-celahnya terlebih dahulu. Begitu pula hati. Ada dua macam celah yang dimilikinya dan biasa dimasuki kegelapan. Dua celah tersebut adalah celah yang terlihat, dan celah yang tak terlihat dan tak terasa.

Dikutip dari kitab: Ayyuhal Murid Habib Ali al Jufri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun