Mohon tunggu...
Faisal Ramdhani
Faisal Ramdhani Mohon Tunggu... lainnya -

Suka dan senang melihat orang tersenyum

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenali Sosok dan Pemikiran Kebangsaan K.H Sholahur Rabbani

28 Agustus 2016   17:33 Diperbarui: 29 Agustus 2016   10:18 823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak ada satu manusiapun yang mampu melawan takdir Tuhan. Jika Allah memang menghendaki makhluknya untuk meninggal, maka kepastian itu tentu akan berlaku. Kematian adalah keniscayaan bagi makhluk yang hidup. Hanya kapan waktunya yang Allah saja yang tahu. Idza jaa ajalukum fala yasta’khiruna wa yastaqdimun. Yang artinya kurang lebih “apabila telah datang ajalmu, maka tidak dapat diakhirkan atau didahulukan”. 

Makanya, pantaslah jika kita semua mengucapkan “inna lillahi wa inna ilaihi rajiun, sesungguhnya semua milik Allah dan sesungguhnya semua akan kembali kepadanya” atas wafatnya K.H Sholahur Rabbani atau yang lebih akrab disapa dengan panggilan Ra Sol, Pada Hari Sabtu Tanggal 27 Agustus 2016 yang cukup mengejutkan banyak pihak.

Bagaimana bisa dipercaya ketika membaca short message service (sms) tentang kematian Ra Sol yang diterima jam 01.00 Sabtu dini hari. Sebab 2 jam sebelum kematiannya, penulis masih bersamanya menyelenggarakan Pengajian Kebangsaan di Omben. Ia masih terlihat sehat, berdiri tegak dan bersuara tegas saat memberikan tausyiah mewakili Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Sampang. Bahkan Ra Sol, sejak pukul 20.00 WIB sampai pukul 23.00 WIB masih setia menunggui sahabat dekatnya K.H D Zawawi Imron yang diundang  untuk memberikan orasi dan membaca puisi kebangsaan. Selepas acara pun, Ra Sol masih nampak sigap melayani permintaan sejumlah warga yang meminta foto bersama dengan dirinya dan K.H Zawawi Imron.

Memang malam itu ada sedikit yang tidak biasa dalam diri Ra Sol, ia lebih pendiam daripada sebelumnya. Biasanya jika ia bertemu dengan kader-kader muda NU selalu ada saja yang ia tanyakan dan diskusikan. Namun tidak ada yang bisa menduga ternyata di balik banyak diamnya merupakan sebuah keikhlasan dan ketenangan dalam menunggu takdir Ilahi. Sehingga kabar kematiannya sontak membuat banyak pihak merasakan kehilangan terutama kader-kader muda NU di Sampang. Bagi kalangan muda NU Sampang, Ra Shol telah menjadi guru yang mencerahkan,  kakak yang mengayomi sekaligus sahabat dalam  berdiskusi. Pemikiran-pemikiran beliau menjadi inspirasi tersendiri daik dalam segi keagamaan maupun kebangsaan.

Terdorong dari  rasa kehilangan yang mendalam, maka penulis melalui tulisan ini  berkehendak menghadirkan percikan-percikan pemikiran beliau terkait tema-tema kebangsaan Tulisan ini secara sederhana mencoba menggambarkan sosok dan pemikiran kebangsaan Ra Shol yang sempat penulis rekam dan catat sejak tahun 2014 sampai 2016 baik melalui diskusi informal, forum kajian, mengisi pelatihan, wawancara untuk penerbitan majalah maupun catatan-catatan kecil isi sambutannya kala membuka acara-acara di NU. Sampai terakhir, saat penulis mencatat  tausyiah kebangsaan beliau di malam perpisahan, 2 jam menjelang berpulang kembalinya beliau ke Rahmatullah.

Mengenali Sosok Ra Shol

Pesantren As Sirojiyah yang berada di kampung Kajuk Kelurahan Rongtengah Kabupaten Sampang ini merupakan satu-satunya pesantren salaf murni yang berada di pusat kota. PP Assirojiyyah secara resmi didirikan oleh KH Ahmad Bushiri Nawawi pada 1 Juni 1959 bertepatan dengan 15 Syawal 1379 Hijriah. Dia merupakan putra dari KH Ahmad Wardi Siradj yang tak lain menantu dari KH Sirajuddin, Mursyid Thoriqoh Naqsyabandiyah yang sangat berpengaruh di Sampang.

Nama PP Assirojiyyah menisbatkan kepada KH Sirajuddin yang merupakan kakek dari KH Ahmad Bushiri Nawawi. PP Assirojiyyah didirikan untuk turut serta memperjuangkan ajaran Islam ahlus sunnah wal jamaah serta berperan mencerdaskan kehidupan umat.

Di tanah pesantren yang tepat di pusat kota ini, K.H Sholahur Rabbani dilahirkan tepatnya pada tanggal 03 Juni 1965. Beliau merupakan putra keempat dari 13 bersaudara dari pasangan KH Ahmad Bushiri dan  Ny Siti Ghoutsiyah binti KH Ahmad Wardi Siradj. Sejak kecil, Kyai muda yang akrab dipanggil dengan Ra Shol (Lora:Gus)  ini telah mendapatkan tempaan pendidikan agama yang kuat langsung dari ayahandanya. 

Tidak seperti kebanyakan anak kyai di Sampang, Dalam memilih jenjang pendidikan Ra Shol justru menempuh jalur kampus umum. Beliau tercatat sebagai Mahasiswa di Fakultas Ekonomi dan Manajemen Universitas Merdeka Malang Tahun 1985-1989. Ketertarikannya di bidang manajemen ekonomi ini juga telah membawanya meraihn gelar Magister Manajemen di Universitas Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2010.

Sejak Mahasiswa, Ra Shol sudah dikenal sebagai aktivis pergerakan dan penggiat kajian keagamaan.  Di tahun 1987,Beliau bersama teman-teman kampusnya mendirikan Forum Diskusi Mahasiswa dan Penalaran di Universitas Merdeka Malang, menjadi Jurnalis Kampus di Tahun 1989 serta aktif di dunia pergerakan dengan menjadi salah satu Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Malang pada tahun 1987-1988.

Iklim intelektualisme dan pergerakan yang dijalaninya saat di kampus inilah yang kemudian menjadikan Ra Shol dikenal sebagai sosok yang kuat dalam memegang prinsip-prinsip agama, berwawasan luas dan luwes dalam bergaul dengan siapapun. Hasilnya,  beliau dipercaya untuk duduk di jabatan organisasi di luar “mainstream kepesantrenan” seperti Ketua Dewan Kesenian Sampang dari tahun 2000 s/d 2010, Ketua Forum Pelestari Lingkungan Hidup Madura tahun 2003 dan lainnya.

Bahkan jiwa aktivis yang telah tertanam kuat dalam kepribadiannya itu pula yang juga mengantarkannya terpilih sebagai ketua Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (PPNUI) yang kemudian menjadikannya sebagai anggota DPRD Kabupaten Sampang periode 2004-2009 dengan jabatan sebagai Ketua Komisi Ekonomi dan Keuangan.

Di bidang keagamaan,  sebagai seorang yang hidup dan tumbuh besar di pesantren, Ra Shol tidak pernah meninggalkan kewajibannya untuk turut serta mengembangkan pesantren yang didirikan oleh ayahandanya.  Setelah Ayahandannya KH Ahmad Bushiri Nawawi wafat, beliau bersama 13 saudaranya meneruskan pengelolaan dan pengembangan Pondok Pesantren Assrojiyyah. Dalam pengelolaannya, Pesantren As Sirojiyah saat ini telah berkembang pesat dari awal beridiri yang hanya ada 25 santri, kini menjadi 1.600 santri putra dan 170 santri putri.Dan alumninya tersebar ke segenap penjuru Indonesia khususnya di daerah kalimantan dan jawa Barat.

Selain itu, guna mensyiarkan keagamaan beliau juga aktif dalam organisasi sosial keagamaan yakni Nahdlatul Ulama. Beliau dipercaya sebagai Wakil Ketua PCNU Sampang periode 2013-2018 dan diberi amanah sebagai Direktur Utama Aswaja Centre NU Sampang di tahun 2014. Keterlibatannya dalam NU semakin membuatnya tak kenal lelah dalam berjuang melakukan dakwah dan pendidikan keagamaan bagi masyarakat.

Di NU, Ra Shol menjadi teman diskusi, tempat menggali inspirasi yang menyenangkan kader-kader muda NU. Hampir bisa dipastikan bahwa beliau akan selalu hadir jika diundang oleh kader-kader muda NU. Pembawaannya yang kharismatik dan bersahabat telah menjadikannya sebagai sosok yang dekat dengan kalangan muda NU. Bahkan boleh dibilang, Ra Shol sangat diinginkan oleh sebagian besar kalangan muda NU untuk memimpin NU Sampang di masa yang akan datang.  

Ra Shol bukan hanya milik kalangan muda NU tetapi milik pemuda-pemuda Sampang. Aktivis seniman muda, jurnalis muda, kelompok petani muda dan kelompok aktivis muda lainnya di ragam aktivitas telah menempatkan sosok Ra Shol sebagai inspirator dan motivator yang akan selalu dikenang sepanjang masa.

Lebih dari itu, dalam melakukan dakwah dan pendidikan kegaamaan beliau selalu mengedepankan prinsip-prinsip  yang lembut, toleran, menjauhi cara-cara yang sarat kebencian dan  kekerasan. Sehingga beliau dikenal sebagai sosok yang santun, sejuk dan diterima semua kalangan meskipun berbeda secara idiologi dan politik.  

NU dan Radikalisme Agama

Salah satu problem kebangsaan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini yakni menguatnya gerakan-gerakan Radikalisme agama. Fenomena maraknya gerakan-gerakan radikalisme agama belakangan ini pun terus mendapatkan sorotan dari berbagai pihak,salah satunya bersumber dari Nahdlatul Ulama (NU). Organisasi keagamaan terbesar di Indonesia ini sangat keberatan dengan pola-pola kekerasan yang digunakan oleh kelompok-kelompok Islam Radikal.

Bagi Ra Shol, problem radikalisme agama ini menjadi isu serius yang harus disikapi oleh generasi Nahdlatul Ulama yang sekarang. Mengingat perkembangan gerakan ini sudah mewabah dan mulai masuk ke pedesaan, ke kantong-kantong basis NU. Jika NU tidak melakukan penghadangan terhadap gerakan ini maka dikwatirkan akan mengancam keutuhan NKRI dan apabila itu yang terjadi maka sama saja mengingkari perjuangan ulama terdahulu, para pendiri NU.

Apalagi,menurut beliau, paradigma dan cara-cara kekerasan yang acap kali dipakai oleh kelompok-kelompok radikalisme agama ini dalam menjalankan dakwah keagamaannya tidak sesuai dengan apa yang diajarkan Rasulullah. Sebab dalam Islam yang diajarkan oleh Rasulullah ada sebuah pegangan “ Qoma al-Islam bi at-Tabligh La Bi as-Sayf ”  yang artinya bahwa Islam itu tegak dengan penyampaian, nasehat, tausiyah, dan bimbingan-bimbingan, bukan dengan kekerasan, bukan pula dengan darah. Ini bisa dibuktikan dari kibijaksanaan dan sikap Rasulullah saat menyikapi keberadaan kaum kafir quraisy di Madinah.

Atas dasar itulah, kemudian dengan berani Ra Shol menyampaikan bahwa Sikap NU harus tegas menolak kehadiran gerakan Islam Radikal tersebut. Namun penolakan NU bukanlah seperti penolakan seperti Aparat Negara. Penolakan NU berada dalam konteks bahwa gerakan Islam Radikal sangat bertolak belakang dengan nilai-nilai yang ada di NU. Ketidaksesuaian ini refrensi awalnya dapat dilihat pada sejarah berdirinya bangsa Indonesia. 

Pada masa pra kemerdekaan sampai masa kemerdekaan, sejak pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) hingga saat ini, NU mengembangkan ajaran Islam tanpa kekerasan dan tekanan kepada pihak lain. Bahkan dalam perumusan piagam Jakarta, sikap tawassuth NU telah mampu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa saat itu. 

Frame politik ini yang sering dipakai oleh NU dengan menyebutnya sebagai politik kebangsaan. Sebuah paradigma berpikir yang tetap kuat untuk menjaga keutuhan NKRI, persatuan dan kesatuan bangsa yang bertujuan untuk mencapai keadilan, kemakmuran dhahiran wa bathinan.

Dalam rangka menangkal gerakan Radikalisme ini. Maka penting bagi NU  selain melakukan penghadangan keluar tak kalah pentingnya juga melakukan penguatan paham ke-Ahlussunnah Wal Jamaah-an kepada segenap warga NU sampai ke desa-desa. Penguatan ini penting dilakukan mulai dari level terbawah mapun level atas agar tidak mudah terjebak dan diajak oleh kelompok-kelompok Islam Radikal.Praktek-praktek yang dicontohkan Rasulullah ketika  menanamkan akidah kepada sahabat Muhajirin-Anshar dapat menjadi rujukan pola-pola pertahanan aqidah.Pengembangan sikap tawassuth amat penting dilakukan tatkala menyikapi perbedaan-perbedaan.

Di titik inilah, Ra Shol memandang keberadaan Aswaja center yang baru ada di Jawa Timur cukup strategis sebagai organ yang secara serius dan terfokus terus menanamkan nilai dan ajaran Aswaja ala NU. Sebab, ia banyak mendapatkan adanya keterlibatan warga  NU dalam kelompok dan gerakan Islam Radikal. Mereka yang masuk dalam  jaringan kelompok radikal ini umumnya kurang memahami ajaran Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Sehingga penanaman dan penguatan idiologi Aswaja  ke segenap jamaah NU menjadi kebutuhan yang strategis.

Selain bergerak di bidang keagamaan, beliau berharap agar NU juga mesti menguatkan posisi dan fungsinya sebagai jamaiyah ijtma’iyah. Artinya bahwa NU juga organisasi sosial yang tidak bisa diabaikan. seperti NU berjuang di bidang ekonomi, NU berjuang mengentaskan kemiskinan, NU memperhatikan orang yang tidak mampu dan anak yatim-piatu, kemudian NU juga concern terhadap dunia pendidikan, dan melihat sosial politik yang bukan barang tabu di NU. Meskipun secara keorganisasian tidak ada hubungannya dengan politik, tetapi tidak menentang orpol manapun dan juga tidak menjadi orpol. Nah dua hal ini yang dipertahankan dan dikembangkan oleh NU di masa-masa yang akan datang.

Bagi Ra Shol, untuk mendorong sekaligus menguatkan posisi dan peran fungsi NU di atas, maka  menjadi penting untuk memberikan porsi yang cukup lebar bagi kalangan muda NU. Sebab, kecenderungan pola yang ada di kelompok Islam radikal telah banyak menjadikan generasi muda sebagai sasaran dan target prioritas gerakannya. Terbukti banyak generasi muda kita, yang orang tuanya warga NU tetapi putranya sudah ada yang mengikuti gerakan-gerakan Islam radikal yang berbeda dengan NU.

Karenanya, pola pembinaan dan pengkaderan dengan sasaran prioritas generasi muda ini mutlak dibutuhkan. Hal ini juga bisa dilakukan dengan jalan bisa lebih terbuka dalam mendengarkan aspirasi dan keinginan generasi muda ini baru kemudian disesuaikan dengan apa yang menjadi tujuan dari NU itu sendiri. Pola bottom up ini sangat efektif untuk melahirkan sebuah inisiasi yang konstruktif bagi kemajuan NU.

Indonesia sebagai Darul Mu’ahadah.

Beberapa bulan yang lalu, tepatnya tanggal 01 Juni 2016,penulis bersama kader-kader muda NU Sampang lainnya berkesempatan menggelar acara Deklarasi Kebangsaan. Kegiatan ini diselenggarakan  dalam rangka merespon penetapan Hari Lahir Pancasila oleh Pemerintah Indonesia.

Saat itu, Ra Shol ditunjuk untuk memberikan orasi mewakili NU Sampang. Di hadapan para pimpinan daerah,elit politik, tokoh masyarakat dan unsur lainnya, secara gamblang beliau mampu mengurai dengan jelas relasi Islam,Pancasila dan NKRI baik secara historis maupun menurut kaidah Fiqh keagamaan.

Dari atas mimbar, Ra Shol dengan tegas mengatakan bahwa Indonesia bukan Darul Islam juga bukan Darul Thoghut seperti yang selama ini seringkali digembar-gemborkan oleh kelompok anti NKRI. Indonesia itu Darul Mu’ahadah yang artinya negeri yang hadir karena kesepakatan dari para pejuang dan pemimpin bangsa ini terdahulu. Di mana, saat merumuskan format negara bangsa Indonesia ini,para pemimpin dan pejuang rela menanggalkan segala perbedaan idiologi,suku,agama dan  melepaskan kepentingan kelompok  untuk bersepakat dalam sebuah bentuk yang dikenal dengan sebutan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Begitu juga dengan Pancasila yang kini dipakai menjadi dasar negara Indonesia merupakan produk dari kesepakatan. Ia menceritakan akan besarnya peranan dan  pengorbanan para tokoh Islam seperti K.H Wahid Hasyim, K.H Agus Salim , Abdul Kahar Muzakkir dan lainnya yang terlibat dalam perumusan piagam Jakarta. Para tokoh-tokoh Islam dengan kesadaran penuh demi terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa  rela mengganti kalimat kewajiban syariat Islam bagi pemeluknya dengan kalimat Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini menjadi spirit kebangsaan yang wajib diteladani oleh generasi penerus bangsa ini sekarang.

Mendengar lontaran konsepsi Darul Mu’ahadah tersebut sejumlah tamu undangan dari jakarta yang kebetulan hadir di acara kemudian mendatangi penulis dan mengatakan bahwa konsep itu genuine,inspiratif dan luar biasa. Oleh para tamu ini, Ra Shol dinilai mampu memadukan nalar teks keagamaan dengan nilai-nilai kebangsaan. Konsepsi Darul Mu’ahadah merupakan rumusan yang elegan untuk menguatkan nasionalisme dalam kajian-kajian keagamaan.  

Melalui konsepsi Darul Mu’ahadah ini, Ra Shol sebenarnya berharap agar perdebatan tentang Islam dan Negara bisa segera diakhiri dan menghentikan segala gerakan yang hendak menarik Indonesia ini kedalam sebuah ikatan agama tertentu. Baginya, heteroginitas yang ada di Indonesia adalah sebuah fakta dan realitas yang tidak bisa dihilangkan.

Bagi Ra Shol, Bangsa Indonesia memang ditakdirkan untuk hidup dan berkembang dalam sebuah kemajemukan. Sehingga baik sebagai  umat dan bangsa Indonesia, tidak bisa menghindar dari perbedaan. Oleh karena itu, ketika kita memilih menjadi warga negara Indonesia dan hidup sebagai bangsa yang heterogen maka harus patuh dan tunduk padakesepakatan hidup damai dalam kemajemukan.Konsensus inilah yang dilakukan oleh para pendiri Republik ini yang menjadikan Indoensia sebagai Darul Mu’ahadah atau Negara Kesepakatan.

Uraian di atas sedikit banyak telah memberi gambaran pada kita semua bahwa Ra Shol ternyata seorang sosok Kyai yang memiliki komitmen dan pemikiran kebangsaan yang kuat yang amat jarang dimiliki oleh yang lain.  Bahkan sampai menjelang hayatnya, kuatnya konsistensi dan komitmen kebangsaan beliau masih sangat terasa jelas berada dalam hati dan pikirannya.

Disaksikan ribuan warga yang hadir di pengajian kebangsaan, Ia bersuara dengan lantang bahwa kemerdekaan yang diraih oleh bangsa Indonesia ini tidak lepas dari perjuangan ulama dan santri. Meskipun dahulu para Ulama dan santri tidak punya senjata yang mumpuni dan hanya berbekal doa, keikhlasan serta  keberanian terbukti mampu mengusir para penjajah asing dari Tanah Air tercinta. Oleh karena itu,  Ia menganggap menjadi sebuah kewajiban bagi kita semua selaku umat islam untuk tetap mempertahankan kemerdekaan, merawat dan menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Inilah buah pemikiran kebangsaan terakhir beliau yang telah menjadi wasiat bagi kita semua.Sebab,kalimat-kalimat itu terucapkan dua jam sebelum beliau menghembuskan nafas terakhirnya. Beliau meninggalkan kita semua, meinggalkan jejak-jejak komitmen dan pemikiran kebangsaan yang patut untuk diteladani. Tak ada lagi yang mampu ditulis selain ucapan Selamat jalan kyai, Yakinlah bahwa  semangat kebangsaanmu akan tetap membara di dada kami.!  

*Penulis adalah Faisol Ramdhoni, Ketua Lakpesdam NU Sampang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun