Angka dan data di atas pada dasarnya sebuah ironi. Dikatakan demikian karena praktik-praktik impor energi yang dilakukan pemerintah Indonesia yang telah turun temurun dilakukan, berbanding terbalik dengan ketersediaan potensi energi yang dimiliki.Â
Indonesia yang kaya akan sumber daya alam lebih khususnya kekayaan energi tampaknya sudah sangat ketergantungan energi dengan negara lain. Padahal, potensi energi-energi bersih yang siap menjadi ketahanan energi nasional masih sangat minim dimanfaatkan.
Harta Karun Transisi Energi
Transisi energi merupakan proses pengalihan energi yaitu dari energi tidak ramah lingkungan menuju energi ramah lingkungan alias energi hijau. Pengalihan menuju energi bersih telah menjadi kehendak bersama dunia internasional.
Kehendak bersama dunia internasional ini kemudian tercermin dalam Konvensi Paris (Paris Agreement) 2015. Kesepakatan ini mendorong negara-negara untuk berupaya melakukan pengalihan energi dari berbahan fosil menuju yang terbarukan.
Tujuannya tidak lain untuk mengurangi emisi yang telah mengakibatkan perubahan iklim dalam 20-30 tahun terakhir. Sejalan dengan Konvensi Paris, hasil kesepakatan Presidensi G20 yang dilaksanakan di Bali pada 2022 juga mendukung penuh pemanfaatan energi terbarukan. Sesuai dengan kesepakatan dalam forum tersebut bahwa penggunaan energi-energi terbarukan hendaknya segera diupayakan demi menjaga iklim bumi.
Indonesia kemudian menindaklanjuti kesepakatan tersebut dengan berupaya memaksimalkan sumber-sumber energi terbarukan seperti air, udara, matahari dan panas bumi. Namun demikian, harus jujur diakui bahwa cadangan energi-energi bersih yang dikandung bumi Indonesia belum dimanfaatkan dengan baik apalagi maksimal.
Kementerian ESDM mencatat wilayah Indonesia memiliki potensi besar pada Energi Baru Terbarukan (EBT). Energi matahari (surya) memiliki potensi 3.295 Gigawatt dan hanya dimanfaatkan 270 MW saja. Energi air (hydro) memiliki potensi 95 GW dan baru dimanfaatkan sebesar 6.690,00 MW. Energi angin (bayu) dengan potensi sebesar 155 GW dan hanya 150 MW yang telah dimanfaatkan. Begitu pula dengan energi panas bumi.
Pada tahun 2023 kementerian ESDM mencatat potensi sumber energi geotermal yang terkandung dalam perut bumi Indonesia mencapai 23.965,5 megawatt (MW). Potensi tersebut baru dimanfaatkan sekitar 9,8 persen dengan kapasitas pembangkit listrik terpasang sebesar 2.342,63 MW. Ini artinya cadangan panas bumi yang terkandung dalam perut bumi kita masih sekitar 90% belum dimanfaatkan.
Secara keseluruhan, potensi energi-energi bersih di wilayah Indonesia yang dimanfaatkan tidak sampai 1%. Perhatikan data dari Kementerian ESDM berikut: