Tidak perlu data untuk mengatakan kebodohan masih menjajali bangsa Indonesia. Lihatlah masyarakat kita yang gemar sekali meributkan urusan keyakinan dan kepercayaan. Kesulitan ijin pembangunan tempat ibadah; pembubaran pengajian; pengkafiran sesama; mudah didoktrin dan lainnya.
Dalam konteks memajukan negara juga demikian. Menolak pembangunan negara tanpa alasan yang waras; menuding pelanggaran HAM oleh negara karena tak dapat jatah uang pembebasan lahan; gampang digoreng isu palsu (hoax) dan lainnya.Â
Kebodohan masyarakat kita memang akibat negara yang tidak pernah sungguh-sungguh memperjuangkan sektor pendidikan. Gaji guru yang tidak manusiawi; guru yang bermutu rendah yang mengabdi hanya untuk gaji bulanan; sistem pendidikan yang tidak beridentitas; keluarga yang tidak pernah mendidik anak-anak mereka dan lainnya.
Tidak perlu melihat data BPS untuk menyadari kemiskinan bangsa kita. Mari kita sadari dengan akal dan hati kita terhadap kehidupan ekonomi di lingkungan kita sendiri. Ataupun pada diri kita sendiri. Rasa-rasanya, jargon peyoratif "yang kaya makin kaya; yang miskin makin miskin"Â tidak dapat dipungkiri oleh angka dan data statistik.Â
Benar kata Presiden Prabowo bahwa kita tidak boleh terlena dengan data-data dan penghargaan-penghargaan, sementara di lapangan faktanya tidak begitu. Sama halnnya dengan kebodohan, kemiskinan juga akibat dari negara yang memang tidak serius menjalankan Pasal 33 UUD 1945.
Pemanfaatan sumber daya alam kita masih jauh terpanggang dari api kemajuan. Lihat saja dalam bidang pertanian, potensi sektor pertanian kita sebagai wilayah tropis seharusnya menjadi lumbung pangan dunia. Namun, kebiasaan pemerintah dalam mengimpor pangan membuat pertanian kita kerdil.Â
Begitu pula dalam sektor energi, terutama energi terbarukan yang cadangannya sangat melimpah tapi pemanfaatannya sangat minim. Seperti pangan, kebiasaan impor energi juga membuat bangsa kita terlelap untuk memanfaatkan energi-energi yang terkandung pada bumi Indonesia dengan baik.
Perhatian data energi terbarukan alias energi hijau berikut:
Bangun dan bergegaslah wahai para pemuda. Kebodohan dan kemiskinan bangsa kita sekarang dan di masa depan ditentukan oleh keberadaan kita sekarang ini. Mari berani untuk melepaskan diri dari penjajahan dan penindasan oleh kebodohan dan kemiskinan. Mari kita jadikan Sumpah Pemuda yang sakral itu menjadi nafas untuk menggali potensi diri kita melalui kreatifitas dan inovasi kita pada berbagai sektor kehidupan sosial.Â
Lebih dari itu, mari bersama-sama mengupayakan kemajuan bangsa dan negara kita. Pendidikan kita tidak boleh untuk mengejar ijazah saja. Pendidikan harus mampu membebaskan kita.