Dialog konyol rada absurd dari dua sahabat yang tinggal bareng dalam satu rumah kos. Keduanya asyik bicarakan manusia ketika menghadapi ketidakmenentuan hidup. Simaklah...
Anam: sekarang wabah kog makin gila ya bro, apalagi varian terbaru  tu ganas banget penyebarannya.
Nesis: benar bro makin gawat ni dunia akibat wabah sialan tu...btw... Nam, gua tu sering banget mikir kalau wabah itu semacam penjara yang dihadirkan semesta untuk kita. Lihatlah bro sepanjang wabah kita itu uda kaya ayam potong yang disangkarin terus. Kadang gua pikir apa ini namanya tes ujian akhir dari Tuhan kepada manusia kali ya hahaha..
Anam: ahh ada-ada aja lu bro...tapi ada benarnya sih Sis. Lu sadar ga dengan kelakuan orang-orang selama ada wabah ini... kelihatannya, orang-orang sudah pada mendekatkan diri dengan Tuhan tuh.
Nesis: Kenapa emang Nam, lu kog tiba-tiba ikutan bicarain Tuhan. Tumben banget lu. Gua tadi sebenarnya ingin melihat situasi sekarang dengan kacamata kekonyolan loh.
Anam: gua tau bro...tapi kadang kekonyolan itulah yang mampu menggambarkan fakta yang jauh dari dari jangkauan pikiran logis manusia. Gua cuman tersadar aja sih Nam dengan kelakuan orang-orang sekarang ini. Sepertiya orang-orang ramai sekali mengandalkan Tuhan di tengah wabah.
Nesis: Ya ela Nam, gimana sih lu, lu tau dari mana kalau orang-orang sekarang ini pada mengandalkan Tuhan. Sekarang kan uda pada dilarang untuk beribadah. Ngaco lu Nam. Yang ada sekarang tuh, orang-orang pada jauh dari Tuhan karena ibadah seperti senormalnya uda ga bisa dilakuin lagi.
Anam: hei bro lu stoplah pakai cara pikir orang-orang kuno yang kalau bicara Tuhan selalu dikaitkan sama tempat ibadah. Tuhan itu semesta Sis! Dimana pun kia berada di semesta ini maka kita sebenarnya berada dengan Tuhan juga. Banyak memang yang masih memiliki sudut pandang sempit tentang keberadaan Tuhan bahwa Tuhan itu hanya ada pada tempat ibadah ataupun hanya ada pada agama-agama. Mendekatkan diri dengan Tuhan itu memang saya sepakat melalui berdoa. Tapi doa itu banyak bentuknya Sis.
Nesis: gua sebenarnya ga ngikutin cara pikir kuno soal Tuhan ya Nam. Gini ya..menurut gua sejak adanya agama cara pikir bahkan keyakinan manusia tentang Tuhan sudah berubah 180 derajat. Bahkan, semakin ke sini bertuhan sudah diidentikkan dengan beragama. Padahal level bertuhan dan beragama itu sangat jauh. Bagi saya beragama adalah salah satu bentuk dalam bertuhan bukan satu-satunya bentuk bertuhan. Lalu terkait berdoa tadi ya Nam, gua sepakat bahwa doa itu cara manusia bertuhan. Makanya tadi saya katakan sekarang di tengah wabah, manusia sudah berupaya mendekatkan diri dengan Tuhan. Gua perhatikan sekarang, banyak sekali kenalan gua yang kini rajin beribadah di rumah padahal dulu tempat ibadah dekat rumah mereka aja jarang sekali mereka kunjungi.
Anam: nahh, ini yang perlu kita tambahkan juga soal pemahaman tentang doa Sis. Gini ya...sepertinya yang kamu ngerti tentang doa itu hanya sebatas melakukan ritual bertual sebagaimana diajarkan agama-agama Sis. Kalau gua memahami doa itu tidak sebatas itu aja. Doa itu tidak semata soal kita dengan Tuhan bro, tetapi juga soal kita dengan sesama. Makanya hingga kini saya berpikir bahwa doa itu memiliki dua bentuk: pertama, ritual misalkan ritual yang diajarkan agama ataupun ritual yang diajarkan adat. Cara-cara berdoa yang diajarkan agama itu namanya ritual bro sama seperti dalam hal cara-cara yang diajarkan adat. Dalam hal doa sebagai ritual maka yang terjadi di sini adalah komunikasi antara kita dengan Tuhan. Kedua, perbuatan baik; baik yang bersumber dari ajaran agama maupun ajaran moral adat. Ketika kita melakukan perbuatan-perbuatan terhadap sesama maka itu juga doa bro. Makanya doa dalam hal ini adalah tindakan nyata terhadap sesama manusia. Itulah mengapa saya selalu katakan doa itu memiliki dua bentuk yaitu komunikasi dengan Tuhan dan perbuatan baik terhadap sesama.
Nesis: terima kasih bro, gua jadi semangat nih untuk berdoa..setidaknya dalam pengertian kedua tadilah hahaha...btw, sekarang sepertinya orang-orang sudah banyak yang melakukan doa kali ya Nam hahaha. Ohh ya bro, saya juga sebenarnya sering kali bertanya-tanya "Tuhan dimana sih pada saat wabah menyerang manusia sebagai makhluk yang paling dicintainya?" apakah Dia sibuk menertawakan ataupun menangisi keadaan kita kali ya...saya rasa yang dilakukan orang-orang di tengah wabah dengan doa atau apapun itu yang berhubungan dengan Tuhan sekaligus ingin mengetahui sebenarnya Tuhan di mana ketika wabah menyerang makhluk yang Ia karuniai pikiran dan nurani.
Anam: gini Sis...seperti yang saya bilang tadi bahwa Tuhan itu semesta. Artinya selama manusia itu menghuni semesta atau berada dalam lingkar semesta maka ia juga berada dalam lingkaran Tuhan. Terkait pertanyaan kamu Tuhan dimana ketika wabah menyerang manusia maka saya tidak akan menjawabnya karena saya bukan asisten Tuhan ya hahaha tapi sebagai salah satu makhluk yang dikarunia akal dan nurani saya akan coba memberikan pandangan seadanya bro. Menurut gua Tuhan itu sumber eksistensi. Ia adalah sang pengada; yang membuat segala sesuatu di semesta ini ada. Banyak memang manusia yang berpikir Tuhan itu tidak ada karena Ia tidak nyata. Hal ini kita maklumi karena berangkat dari segala sesuatu di semesta yang Ia ada-kan selalu berwujud atau nyata. Tapi apakah karena Ia tidak nyata atau berwujud membuat kita menolak bahwa Ia ada? Seperti yang saya bilang tadi, Ia itu pengada atau sumber eksistensi dari segala sesuatu yang eksis atau ada. Bagi saya, bicara keberadaan Tuhan itu persis bicara pikiran dari manusia; apakah pikiran itu berwujud? Bukankan pikiran itu selalu ada, meski ia tidak berwujud? Sebenarnya menolak keberadaan Tuhan itu sama dengan menolak fakta bahwa pikiran itu sesuatu yang ada tetapi tak berwujud atau tidak nyata. Ketika ditanyakan Tuhan di mana ketika pandemi maka saya katakan Tuhan ada di tengah pandemi.
Nesis: gua sepakat soal keberadaan Tuhan sebagai pengada bro, tapi kita juga perlu berpikir kalau Dia ada di tengah wabah; apakah Ia tidak bisa membantu kita memusnahkan wabah? Saya pikir itu juga yang sangat perlu untuk kita gali lebih dalam bro. Gini Nam...bicara Tuhan di tengah wabah yang menyelimuti kehidupan manusia harus paham juga kemampuan manusia yang terberikan. Maksud saya adalah kalau kita membicarakan Tuhan dalam konteks hubungannya dengan manusia maka jangan lupa bahwa keistimewaan manusia sebagai makhluk berpikir dan bernurani adalah memiliki kehendak bebas dalam menjalani kehidupannya. Saya pikir dengan kehendak bebas itulah manusia seharusnya mampu merenungi keberadaannya di tengah wabah. Tuhan memang sudah dan akan selalu ada di dalam segala bentuk kehidupan manusia, termasuk di tengah wabah. Tapi jangan lupa bahwa ke-ada-an Tuhan itu ditentukan oleh manusia. Artinya apa? Artinya adalah Tuhan itu hadir atau tidak, berkontribusi atau tidak terhadap keadaan manusia, terutama di tengah wabah; menjadi pergulatan kita sebagai makhluk bertuhan. Menurut gua sih githu Nam...
Anam: sepakat bro...artinya manusia, wabah dan Tuhan itu tetap saja menjadi lingkaran keterhubungan tak terhingga. Peran Tuhan pada kehidupan manusia terutama di tengah wabah tentu tidak dapat diukur dengan fakta dan data. Semuanya itu dipengaruhi oleh cara kita memposisikan Tuhan pada setiap keadaan hidup kita.
Nesis: ya seperti itu bro...sebenarnya mendekatkan diri dengan Tuhan itu tidak hanya dibutuhakan pada saat wabah meradang. Tapi bagaimanapun kesalehan kita di tengah wabah sebenarnya itu hanya cara kotor kita untuk menipu keberadaan kita sebagai makhluk yang bertuhan. Dan rasa-rasanya ini bentuk kemunafikan paling nyata dari manusia terhadap sumber keberadaannya...bubar yo Nam, kita mandi dululah uda malam nih...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H