Mohon tunggu...
Fais Yonas Boa
Fais Yonas Boa Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Peneliti

Aksara, Kopi dan kepolosan Semesta

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mengenal Berpikir Kritis (Critical Thinking)

10 Oktober 2024   09:37 Diperbarui: 10 Oktober 2024   09:59 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berpikir dan berpikir kritis

Berpikir merupakan identitas manusia. Itulah mengapa ada jargon, "manusia adalah makhluk berpikir". Lalu, apa itu berpikir? Di dalam dunia ilmu pengetahuan berpikir adalah sebuah tindakan. Mengapa disebut tindakan? Karena di dalam kegiatan berpikir ada sesuatu yang dilakukan. Sebenarnya berpikir tidak ada bedanya dengan tidur atau makan karena sama-sama sebagai kegiatan melakukan sesuatu.

Berpikir sebagai sebuah tindakan maksudnya ialah otak kita melakukan kegiatan membentuk konsep-konsep menelaah segala peristiwa hingga mempertanyakan keberadaan diri kita sendiri.

Lalu bagaimana dengan berpikir kritis? Apa itu berpikir kritis? Berpikir kritis tentu juga sebagai sebuah tindakan otak. Hanya saja dalam berpikir kritis otak kita tidak sekadar membentuk konsep; menelaah segala peristiwa; hingga mempertanyakan keberadaan diri kita sendiri; tetapi membentuk konsep; menelaah segala peristiwa; hingga mempertanyakan keberadaan diri kita sendiri, secara logis jelas, rasional dan terukur. Jadi berpikir kritis merupakan aktivitas berpikir yang lebih jelas, lengkap, relevan dan lengkap tentang dan terhadap segala peristiwa yang ada di sekitar kita.

Beberapa standar berpikir ktitis

Pertama, kejelasan

Meskipun kita memiliki suatu pendapat atau argumentasi yang lahir dari berpikir kritis akan sia-sia ketika pendapat atau argumentasi tersebut, disampaikan secara tidak jelas menurut bahasa dan maksudnya. Tentu saja akan mendatangkan kebingungan bagi yang mendengarnya.

Maka dari itu, argumentasi yang dihasilkan dari berpikir kritis haruslah memiliki kejelasan yakni, jelas secara bahasa, maksud dan tujuan dari argumentasi tersebut. Pada konteks inilah kita harus paham bahwa orang yang berpikir kritis, harus memiliki pemahaman yang kuat tentang pendapat dan argumentasi yang disampaikan baik secara lisan maupun tulisan.

Kedua, ketepatan (akurasi)

Seorang yang berpikir kritis juga harus benar-benar mengetahui secara lengkap tentang argumentasi yang disampaikannya. Dengan memiliki pengetahuan lengkap tersebut pendapat yang disampaikannya dapat ia jamin kebenarannya. Kebenaran dalam hal ini berarti dapat ia pertanggungjawabkan pendapatnya secara data, fakta dan kebenaran yang telah ada. Dengan begitu, argumentasi dari berpikir kritis memiliki ketepatan atau keakuratan data dan fakta.

Selain itu seorang yang berpikir kritis juga harus mencermati terlebih dahulu sumber-sumber pengetahuan yang menjadi rujukan argumentasinya. Jangan sampai sumber data, fakta dan kebenaran yang ia miliki ternyata palsu atau hoaks. Sehingga argumentasi yang disampaikan menyesatkan orang lain dan juga dirinya sendiri.

Ketiga, kesesuaian (relevansi)

Suatu pemikiran yang kita sampaikan sering kali tidak relevan atau sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Hal ini terjadi karena kita yang menyampaikan argumentasi atau pemikiran, tidak memiliki pengetahuan yang mendalam tentang apa yang kita sampaikan.

Maka dari itu, seorang yang berpikir kritis wajib menyampaikan sebuah pemikiran yang sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Artinya, tidak boleh mengarang dalam kita menyampaikan pemikiran dan argumentasi. Argumentasi yang kita  sampaikan haruslah benar-benar sesuai dengan keadaan dan kenyataan yang sesungguhnya.

Keempat, kelogisan (rasionalitas)

Pada prinsipnya tidak semua pemikiran manusia, bersifat logis atau masuk akal. Padahal, semua manusia membutuhkan kelogisan dari sebuah pemikiran atau argumentasi. Maka dari itu, tentu saja kita semua seharusnya tidak dapat menerima argumentasi dan pemikiran yang tidak logis. Lalu bagaimana kita mengetahui bahwa suatu pemikiran atau argumentasi tidak logis?

Kelogisan sebuah pemikiran atau argumentasi terletak pada daya pengaruhnya. Kalau sebuah pemikiran atau argumentasi dapat dimengerti dan dipahami akal sehat oleh yang mendengar atau membacanya maka dapat dikatakan pemikiran atau argumentasi tersebut memiliki kelogisan. Dalam berpikir kritis, kelogisan tentulah menjadi syarat penting karena kelogisan itulah yang menjadi tanda bahwa pemikiran atau argumentasi kita didasari pengertian dan pemahaman yang kuat.

Kelima, lengkap (komprehensif)

Lengkap dalam konteks berpikir artinya berpikir secara utuh; menyeluruh berkaitan dan tidak setengah-setengah. Tujuan dari berpikir secara utuh adalah agar pemikiran atau argumentasi yang kita sampaikan tidak menimbulkan sesat pikir. Dalam berpikir kritis berpikir lengkap sangatlah penting, karena itu akan sangat menunjang maksud dan tujuan dari pemikiran atau argumentasi, yang kita sampaikan.

Beberapa kendala berpikir kritis

Pertama, kurangnya informasi dan Pengetahuan

Informasi dan pengetahuan sangatlah penting bagi seorang pemikir kritis. Hal ini dibutuhkan karena pemikiran atau argumentasi, dari seorang pemikir kritis tidak lain sebagai akumulasi dari informasi dan pengetahuan yang telah didapatkannya. Jika seorang pemikir kritis tidak memiliki informasi dan pengetahuan tentang apa yang disampaikannya, sudah pasti pemikiran atau argumentasinya akan mentok pada jalan buntu. Dan terutama akan sangat merugikan dirinya sendiri.

Kedua, kurangnya budaya baca

Seseorang tidak akan pernah mampu berpikir kritis kalau tidak pernah membaca buku atau setidaknya tidak pernah mengenyam pendidikan, baik formal maupun non formal. Soal membaca buku banyak diantara kita yang berpikir untuk apa rajin membaca buku, kalau tidak berguna bagi dunia pekerjaan. Pikiran seperti ini, mungkin ada benarnya ketika kehidupan manusia hanya terbatas pada perut dan lemak.

Padahal membaca buku adalah proses menginternalisasi ilmu pengetahuan dan informasi ke dalam memori ingatan kita. Tentu saja, semakin banyak bacaan yang masuk maka akan semakin menguntungkan kita. Selain itu, makin banyak bacaan makin kuat pula budaya berpikir kritis kita. Harus pula dipahami bahwa membaca buku dengan berpikir kritis, memiliki hubungan kausalitas-sebab akibat yakni membaca buku menyebabkan kita mampu berpikir kritis.

Ketiga, adanya prasangka

Salah satu yang dapat menghambat berpikir kritis adalah prasangka. Prasangka merupakan dugaan yang mendahului sesuatu yang belum terbukti kebenarannya. Rasa-rasanya, prasangka telah menjadi semacam trend berpikir sekarang ini. Padahal prasangka menyebabkan kita tidak mampu berpikir kritis. Bahkan, menumpulkan pemikiran kritis kita. Selain itu, prasangka juga membuat kita berpikir subyektif sehingga pemikiran atau argumentasi yang kita kemukakan tidak obyektif.

Keempat, adanya stigma

Stigma atau cap atau bahasa ilmiahnya stereotip, menjadi salah satu penyakit dalam berpikir kritis. Mengapa dikatakan penyakit?. Dikatakan demikian, karena stigma merupakan penilaian yang sifatnya negatif terhadap seseorang atau sesuatu berdasarkan masa lalu dari seseorang atau sesuatu tersebut. Stigma sangatlah berpengaruh buruk terhadap hasil pikiran kritis yang hendak kita sampaikan. Semua pikiran yang lahir dari stigma tidak akan menghasilkan pikiran yang baik apalagi pikiran kritis.

Keenam, rasionalisasi

Rasional itu baik dan penting karena itu soal kemasukakalan. Akan tetapi, ketika kita melakukan rasionalisasi dalam berpikir maka itu artinya kita sedang melakukan manipulasi pemikiran. Manipulasi pemikiran maksudnya kita berpikir dan mengemukakan pemikiran atau argumentasi hanya untuk kepentingan tidak baik. Sebenarnya banyak kasus yang dapat menunjukan rasionalisasi supaya dipandang sebagai pemikir kritis oleh orang lain.

Lihat saja mereka-mereka yang sering nongol di televisi. Tidak sedikit pemikiran atau argumentasi dari mereka yang sering menggunakan upaya rasionalisasi untuk mempertahankan pemikiran atau argumentasi. Terutama mereka yang kita sebut sebagai politikus atau pemain politik. Mereka-mereka ini, sering kali memanipulasi pemikiran atau argumentasi untuk kepentingan pribadi dan kelompok mereka. Rasionalisasi tentu saja menghambat pemikiran kritis.

Ketujuh, generalisasi

Faktor lain yang dapat menghambat kita berpikir kritis ialah upaya generalisasi. Generalisasi merupakan suatu proses berpikir yang mana kita menjadikan kebenaran umum yang belum teruji kebenarannya secara obyektif, sebagai rujukan dari pemikiran atau argumentasi kita. Generalisasi sebenarnya anggapan tidak berdasar karena pijakannya memang tidak jelas. Generalisasi tentu saja sangat menghambat kita untuk berpikir kritis.

Beberapa cara supaya mampu berpikir kritis

Pertama, meningkatkan rasa ingin tahu

Untuk dapat berpikir kritis kita perlu modal dasar yakni, rasa ingin tahu. Semakin tinggi rasa ingin tahu kita maka semakin besar potensi kita menjadi pemikir kritis. Kalau ditanyakan mengapa rasa ingin tahu itu penting maka jawaban sederhananya adalah karena rasa ingin tahu itulah yang akan mendorong kita untuk mencari dan menggali segala macam informasi dan pengetahuan.

Dengan meningkatkan rasa ingin tahu maka dapat dipastikan bahwa kita akan memiliki informasi dan pengetahuan yang cukup. Dengan begitu, daya berpikir kritis kita akan muncul dengan sendirinya. Oleh sebab itu, kalau kita hendak memiliki pemikiran kritis, sudah sebaiknya kita terus meningkatkan rasa ingin tahu kita.

Kedua, membudayakan baca buku

Membaca buku telah dijadikan rutinitas bahkan membudaya bagi segelintir kalangan, namun dijadikan sebagai aktivitas membosankan bahkan dianggap tidak berguna bagi kebanyakan kalangan. Banyaknya kalangan yang menganggap baca buku sebagai kegiatan tak berfaedah menunjukan aktivitas baca buku atau apalagi budaya baca di negeri kita; masih di titik nadir. Tidak heran, tingkat literasi negara kita termasuk paling bontot di dunia.

Padahal membaca buku adalah kegiatan yang teramat penting. Ada pepatah yang mengatakan buku adalah jendela dunia. Shingga membaca buku berarti menjelajahi dunia. Akibat dari aktivitas membaca buku yang rendah tersebut, maka dapat dipastikan berpikir kritis masih terbilang asing di negeri kita. Maka dari itu, dengan membudayakan baca buku sebagian besar dari kita akan mampu berpikir kritis. Lebih dari itu, perlu dipahami bahwa semakin banyak buku yang kita baca maka semakin kritis cara pikir kita.

Ketiga, membudayakan berpikir logis

Berpikir logis artinya berpikir secara jelas, lengkap dan masuk akal. Kegunaan berpikir logis tidak lain untuk menjadikan informasi, dan pengetahuan yang kita terima ataupun sampaikan, dapat diterima secara akal sehat. Diterima oleh akal sehat artinya pemikiran dan argumentasi yang ada dapat diuji kebenarannya, baik secara pengetahuan maupun secara kesesuaiannya dengan realitas atau kenyataan. Bisa dibayangkan ketika kita menjadikan berpikir logis sebagai budaya berpikir kita. Sudah pasti dengan sendirinya berpikir kritis akan menjadi identitas dari cara berpikir kita.

Keempat, aktif berdiskusi

Dalam hal aktif berdiskusi tentu banyak diantara kita yang memiliki anggapan bahwa diskusi tidaklah berperan dalam membentuk pikiran kritis. Anggapan seperti ini tentu karena kita sering menjadikan kesempatan diskusi sebagai ajang untuk bergosip. Padahal berdiskusi sangatlah penting untuk proses pengembangan diri, terutama dalam hal berpikir. Dengan kita sering melakukan diskusi, maka pertukaran informasi dan pengetahuan akan terus terjadi. Kebiasaan melakukan pertukaran informasi dan pengetahuan itulah yang kemudian membentuk pola berpikir kritis.

Beberapa manfaat berpikir kritis

Berpikir kritis tentu saja memiliki manfaat praksis bagi kehidupan manusia. Ada tiga kegunaan berpikir kritis bagi kita.

Pertama, memahami masalah

Masalah apapun yang kita hadapi tentu saja perlu dicermati dari segala aspek yang menyebabkan masalah itu terjadi. Pada konteks inilah, memiliki pemikiran kritis yakni pemikiran yang logis, lengkap dan terukur dapat membantu kita memahami akar dari setiap permasalahan yang kita hadapi. Dengan demikian, berpikir kritis dapat membantu kita memahami masalah yang kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Kedua, memecahkan masalah

Setiap masalah yang kita hadapi tentu perlu dicarikan jalan keluarnya. Di sini pula kita akan mengerti bagaimana nilai guna dari berpikir kritis. Dengan memiliki pemikiran kritis, segala masalah yang kita hadapi akan menemui jalan keluar atau solusi. Mengapa dikatakan demikian? Alasannya sederhana yakni dengan berpikir kritis, kita pasti mencermati masalah secara menyeluruh. Selain itu, kita akan mampu menimbang baik buruk dari keputusan yang kita ambil dalam menghadapi masalah. Dengan begitu, jalan keluarnya akan diketahui.

Ketiga, mengubah pola kehidupan

Selain memahami masalah dan memecahkan masalah kegunaan berpikir kritis berikutnya adalah mengubah kehidupan kita. Atau lebih tepatnya mengubah pola kehidupan kita. Mengapa dikatakan demikian? Sebagai makhluk berpikir manusia tentu dapat mengubah kehidupannya. Dalam hal kemampuan mengubah kehidupan itu pulalah yang membedakan kita dengan kucing. Dengan berpikir kritis, kita akan benar-benar mampu mengubah kehidupan kita menjadi lebih baik dan berguna. Dalam konteks peradaban sekarang yang lebih maju setidaknya melalui berpikir kritis kita  akan mampu beradaptasi dengan zaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun