Mohon tunggu...
Fais Yonas Boa
Fais Yonas Boa Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Peneliti

Aksara, Kopi dan kepolosan Semesta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menyeimbangkan Eksistensi Adat dengan Negara

25 September 2024   12:36 Diperbarui: 25 September 2024   12:38 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disadari atau tidak, hingga kini masih terjadi yang namanya pertentangan antara adat dengan negara. Pertentangan ini lazim terjadi ketika keduanya berhadapan muka dalam suatu kepentingan semisal pembangunan. Persoalan yang selalu timbul adalah mengenai eksistensi adat dengan negara. Kerap kali terjadi adat merasa disisihkan eksistensinya ketika ada pembangunan negara. Begitu pula negara merasa diacuhkan ketika berjumpa dengan adat.

Lalu, bagaimana supaya masalah eksistensi adat dengan negara dapat diseimbangkan? Kunci utama menciptakan keseimbangan adalah menempatkan eksistensi adat dengan negara secara proporsional. Proporsional maksudnya sesuai dengan kedudukan masing-masing. Adat sebagai organisasi kesukuan penting untuk menempatkan diri di dalam kehidupan bernegara. Begitu pula negara sebagai organisasi besar harus selalu menghormati eksistensi adat.

Secara kesepakatan tertinggi rakyat Indonesia sebagaimana tertuang dalam konstitusi negara (UUD 1945), kedudukan proporsional adat dengan negara sebenarnya sudah jelas. Eksistensi adat dijamin dan dilindungi konstitusi. Hal demikian termaktub jelas dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945: Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

Ketentuan konstitusi di atas, menegaskan bahwa eksistensi adat di negara Indonesia sangatlah terjamin dan terlindungi. Namun demikian, persoalannya sekarang ialah pengakuan dan penghormatan terhadap adat belumlah dikonkretkan ke dalam peraturan perundang-undangan yang sifatnya teknis. Katakanlah UU tentang Masyarakat Adat yang hingga kini masih bersifat rancangan. Padahal, RUU Masyarakat Adat sangatlah penting untuk menguatkan eksistensi adat dihadapan negara.

Selain itu, harus jujur diakui bahwa eksistensi adat kerap kali diperjuangkan masyarakat hanya ketika berhadapan dengan proyek-proyek pembangunan negara yang notabene untuk kepentingan umum. Artinya, masyarakat beradat seringkali memperjuangkan eksistensiya secara aksidental saja sehingga menimbulkan adu kuat dengan negara. Upaya memperjuangkan eksistensi adatpun hanya dilakukan dalam urusan dengan tanah.

Sementara itu, terkait eksistensi negara diatur jelas dalam konstitusi negara terutama dalam Pasal 33 UUD 1945 mengenai Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Nasional. Dalam hal pembangunan negara untuk kepentingan umum diterangkan dalam Pasal 33 ayat (3): Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Ketentuan konstitusi Pasal 33 ayat (3) kemudian kita kenal dengan istilah kekuasaan negara. Kekuasaan negara ini mencakup kuasa atas tanah, air dan segenap kekayaan alam yang terkandung di wilayah NKRI. Kekuasaan negara di sini dalam artian negara berhak dan wajib untuk mengelola segala kekayaan alam yang ada di wilayah NKRI. Tujuannya jelas yakni demi kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

Mengenai eksistensi negara melalui kekuasaannya atas tanah, air dan kekayaan alam kemudian ditekniskan ke dalam peraturan perundang-undangan di bawah UUD 1945. Lihatlah UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. UU ini secara konkret mengatur soal peran penting negara dan warga masyarakat dalam membangun negara demi kemakmuran dan kesejahteraan bersama. Satu hal yang paling unik dari pengaturan UU Agraria nasional tersebut ialah diperkenalkannya asas fungsi sosial tanah (Pasal 6 UU PA).

Asas fungsi sosial tanah mengukuhkan kekuasaan negara atas tanah demi menggapai kemakmuran melalui pembangunan-pembangunan negara. Katakanlah pembangunan jalan raya, pemanfaatan geotermal dan pemanfaatan sumber daya alam yang terkandung di dalam tanah. Asas ini menghendaki supaya setiap jengkal tanah di wilayah NKRI memiliki nilai sosial-kepentingan umum. Begitu pula bagi tanah-tanah milik pribadi ataupun komunal.

Namun demikian, tidak boleh kita nafikan bahwa asas fungsi sosial tanah inilah yang kerap kali memunculkan konflik eksistensi antara adat dengan negara. Adat dalam hal ini kerap kali enggan menyerahkan tanah untuk kepentingan umum karena merasa hak adat atas tanah mutlak adanya. Begitu pula negara yang seringkali menggunakan kekuasaannya untuk melanggengkan pembangunan kepentingan umum. Padahal kalau direnungkan, nilai sosial pada hak-hak atas tanah toh untuk memajukan perekonomian dan kemaslahatan bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun