Mohon tunggu...
Fais Yonas Boa
Fais Yonas Boa Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Peneliti

Aksara, Kopi dan kepolosan Semesta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Masyarakat Adat Sangat Butuh Kepastian Hukum

12 September 2024   19:16 Diperbarui: 16 September 2024   19:26 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak boleh dinafikan bahwa keberadaan masyarakat adat sangatlah rentan di Indonesia meskipun konstitusi (UUD 1945) secara tegas mengakui dan menghormati keberadaannya. Akan tetapi, tidak boleh menolak fakta juga bahwa masyarakat adat yang rentan tersebut seringkali digunakan sebagai senjata untuk melawan negara. 

Hal ini biasaya dilakukan oleh kelompok-kelompok tak bertanggung jawab; baik yang berjubah agama maupun lingkungan. Maka dari itu, masyarakat adat sangatlah butuh kepastian hukum yang kuat supaya keberadaannya tidak saja diakui dan dihormati tetapi dijamin dan dilindungi hukum. 

Sebelum kita bicara lebih jauh terkait masyarakat adat butuh kepastian hukum, marilah terlebih dahulu mengerti arti masyarakat adat menurut hukum. Di dalam hukum positif (hukum yang berlaku sekarang) terutama dalam peraturan perundang-undangan, belum diatur secara jelas dan teknis terkait masyarakat adat. Namun demikian, perlu diketahui bahwa sebenarnya sudah ada Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat (RUU Masyarakat Adat). 

Tentu saja tidak untuk mendahului hukum positif, mari kita cermati definisi hukum masyarakat adat. Pasal 1 ayat (1) RUU Masyarakat Adat menerangkan: masyarakat adat adalah sekelompok orang yang hidup secara turun temurun di wilayah geografis tertentu, memiliki asal usul leluhur dan/atau kesamaan tempat tinggal, identitas budaya, hukum adat, hubungan yang kuat dengan tanah dan lingkungan hidup, serta sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, budaya, dan hukum. 

Ketentuan Pasal 1 ayat (1) RUU di atas kemudian dipertegas dalam Pasal 5 ayat (2) terkait persyaratan pengakuan sebagai masyarakat adat: mempunyai paguyupan yang berdasarkan keterikatan turunan/wilayah; memiliki batas wilayah yang secara turun temurun; mempunyai kearifan lokal; mempunyai hukum adat; dan memiliki kelembagaan adat yang diakui dan berfungsi. Proses pengakuan masyarakat adat tidak kalah rumit. 

Di dalam tahapannya dilakukan dengan proses yang cermat sebagaimana dalam ketentuan Pasal 6: tahap identifikasi; verifikasi; validasi; dan penetapan. Untuk melakukan 4 tahapan tersebut dibentuk panitia yang bersifat ad hoc (tidak tetap-sementara). Panitia yang dibentuk berjenjang yakni dari kabupaten, provinsi hingga kementerian terkait. Jika seluruh syarat dan tahapan telah dilakukan maka barulah suatu masyarakat disebut masyarakat adat. 

Apabila mencermati ketentuan-ketentuan RUU Masyarkat Adat dalam mengupayakan pengakuan hukum terhadap masyarakat adat maka dapat dipahami bahwa klaim sebagai masyarakat adat tidaklah boleh serampangan. Ditinjau dari sudut pandang hukum, materi muatan RUU Masyarakat Adat di atas sebenarnya memberi kepastian hukum sekaligus penegasan terhadap ketentuan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945: 

Negara mengakui dan menghormati kesatuan kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. 

Kepastian dan penegasan yang dimaksud ialah bahwa ketentuan Pasal 18B ayat (2) sudah jelas memberikan legitimasi (pengakuan) konstitusional terhadap masyarakat adat. Namun demikian, pengakuan demikian tidaklah bersifat mutlak alias bersyarat. Bersyarat artinya suatu masyarakat adat diakui, dilindungi dan dihormati negara sepanjang masih hidup dan dipraktekan. Lebih dari itu, sepanjang telah sesuai dengan syarat-syarat sebagaimana dalam RUU Masyarakat Adat di atas. 

Pertanyaannya sekarang ialah mengapa keberadaan masyarakat adat masih sangat butuh kepastian hukum, padahal sudah diakui secara konstitusi (18B UUD 1945)? Untuk menjawab pertanyaan ini, tentu butuh penalaran yang cukup. Ada 3 alasan mengapa legal standing masyarakat adat masih butuh kepastian hukum. 

Pertama, alasan filosofis-nilai. Alasan ini berkaitan erat dengan nilai-nilai yang terkandung dalam praktek-praktek hidup suatu masyarakat. Standar nilai hidup bermasyarakat dan bernegara di seluruh wilayah Indonesia ialah Pancasila. Maka dari itu, tolak ukur filosofis dari berbagai praktek hidup masyarakat haruslah sejalan dengan nilai-nilai Pancasila. Tidaklah mungkin praktek-praktek hidup yang bersifat intoleran dan merusak persatuan dapat dikukuhkan oleh negara sebagai bagian dari praktek hidup masyarakat adat. 

Kedua, alasan sosiologis. Hal ini berhubungan dengan praktek kebiasaan turun temurun dari suatu masyarakat. Kalau memang masyarakat masih secara konsisten melakukan kegiatan ataupun ritual yang sifatnya turun temurun maka berarti secara sosiologis masih ada dan nyata. Selain itu, masyarakat sekitar juga sudah mengetahui bahkan sering menyaksikan kegiatan dan ritual tersebut. Tidak mungkin negara mengukuhkan kegiatan dan ritual yang tidak pernah dilakukan. 

Ketiga, alasan yuridis. Alasan ini berkaitan dengan kesesuaian kegiatan dan ritual adat suatu masyarakat dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Apakah kegiatan dan ritual suatu masyarakat sejalan dengan hukum-hukum positif yang berlaku secara nasional? Katakanlah kebiasaan masyarakat yang membakar hutan untuk membuka ladang. Kegiatan yang membudaya seperti ini tentu saja bertentangan dengan hukum lingkungan. Tidaklah mungkin negara dapat mengukuhkan kebiasaan seperti ini pada suatu masyarakat adat. 

Ketiga alasan di atas sekiranya menjadi kekuatan bagi kepastian hukum untuk keberadaan masyarakat adat di seluruh wilayah NKRI. Harus pula disadari bersama bahwa mengklaim sebagai masyarakat adat perlu menimbang unsur filosofis, sosiologis dan yuridis dari segala macam kebiasaan yang sifatnya turun temurun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun