Mohon tunggu...
Fais Yonas Boa
Fais Yonas Boa Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Peneliti

Aksara, Kopi dan kepolosan Semesta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Radikalisme, Agama, dan Kewarasan Nalar

20 September 2022   09:54 Diperbarui: 20 September 2022   10:10 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

 “agama itu kemanusiaan, tetapi akan menjadi belati ketika kita beragama tanpa kewarasan”

*makna istilah radikalisme yang digunakan dalam ulasan ini telah mengalami peyorasi yakni sebuah kata yang mengalami perubahan makna menjadi tidak baik. Jadi, kata radikalis dan radikalisme di sini bermakna buruk. Kalau kita lihat kata radikalisme secara akar kata yakni radix, maka berarti “mengakar” yang tentu dalam makna baik. Misalkan, radix-mengakar secara ilmu agama maka artinya memiliki pengetahuan dan pemahaman agama yang kuat dan mengakar. Dalam ulasan ini, kata radikalisme (agama) bermakna memiliki pengetahuan dan pemahaman serta bertindak dengan memakai wajah dan jubah agama secara sadis dan brutal*

Mau kita akui atau tidak, kita sukai atau tidak; kenyataan kita bernegara selalu saja menampilkan persoalan radikalisme. Tepatnya radikalisme dalam bentuk agama atau lebih tepatnya berlatar agama. Mungkin pada sisi politik logis ektrem (katakan logika konspirasi dan cocoklogi), kita menganggap radikalisme sebagai bola panas dalam perpolitikkan.

Hal ini wajar karena persoalan-persoalan yang berbau radikalisme kebanyakan nongol ketika situasi perpolitikan negara sedang mengalami instabilitas. Lihat saja kasus yang sedang menimpa Din Syamsuddin yang dituduh terlibat radikalisme. Padahal, daya kritismenya-lah yang menjadi landasan Din dalam melayangkan kritikan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah (setidaknya untuk saat ini ya mblo).

Namun, pada sisi lain yang logis pula kita tidak dapat menolak bahwa radikalisme memang benar-benar nyata. Radikalisme tidak dapat dipandang sebagai bola panas yang bergulir untuk menyembunyikan titik-titik api yang telah ada sebelumnya. Radikalisme itu sebuah gerakkan nyata yang hendak menghancurkan kemanusiaan dengan melakukan tindakan-tindakan penghasutan, hingga pembunuhan terhadap orang lain yang berseberangan dengan diri dan kelompoknya.

Dalam ulasan ini, ada dua pertanyaan yang perlu dihadapkan kepada kita semua bahwa: pertama, bagaimana keterkaitan agama dan radikalisme? Kedua, mengapa agama dapat memicu radikalisme? Dua pertanyaan ini, akan coba saya jawab dalam dua sub pembahasan di bawah ini.

Agama dan Radikalisme

Kalau kita bicara tentang radikalisme dalam konteks Indonesia maka kita langsung tertuju pada agama. Mengapa demikian? karena radikalisme di negeri kita selalu berkaitan dengan agama (sebenarnya radikalisme dapat disematkan pada berbagai macam aspek seperti politik, hukum, ekonomi dll). Orang-orang yang telah dinyatakan sebagai radikalis telah ditemukan bukti yang tak terelakkan bahwa semuanya bertautan dengan agama. Mengapa berkaitan kental dengan agama? Bukankah ajaran agama semuanya tentang kebaikan dan kemanusiaan?

Ajaran agama menurut versi kaum radikalis sangat berbeda dengan ajaran agama umumnya. Ajaran agama umumnya tidak ada yang mengajarkan keburukan dan kejahatan. Tidak ada agama yang mengajarakan membenci bahkan membunuh sesama manusia! Tetapi kelompok radikalisme malahan senantiasa mengajaran agamanya secara brutal seperti membenci orang yang tidak sepemahaman, membom umat agama lain agar mati sahid, halal membunuh orang kafir dll. Pada titik ini, mari kita mencoba melihat ketertautan antara agama dan radikalisme yang selalu gempar dan menarik perhatian kita semua.

Mendengar ganasnya ajaran radikalisme tentu membuat kita berpikir bahwa orang-orang radikalis pasti dalam kesehariannya berperilaku jahat dan kasar. Memang kebanyakan begitu sih (tapi meski jahat dan kasar tetap saja setidaknya bergaya agamais). Namun, ada juga kaum radikalis yang dalam kesehariannya berpenampilan agamais; sangat religius (saya pikir tipe ini yang paling banyak). Ketika memakai kacamata normal, pastilah kita kerap menggolongkan mereka sebagai orang-orang saleh.

Ehhh hati-hati. Meski terlihat saleh, ketika kaum ini berhadapan dengan masalah yang bersinggungan dengan  agamanya, meski hal sepele sekalipun; mereka akan tanpa kompromi melakukan tindakan-tindakan brutal. Saya pikir banyak dari kita yang telah melihat di platform-platform medsos (untungnya sekarang platform seperti youtube, fb dan ig telah mensensor vidio-vidio sadis; kalau tidak pasti banyak kaum radikalis yang melakukan live streaming untuk kepentingan agitasi dan propaganda) perilaku-perilaku keji mereka yang membunuh sambil meneriakkan nama Allah bak cerita-cerita perang salib.

Atau tindakan brutal yang paling halus (setidaknya versi mereka) dan sering kita perhatikan dari kaum radikalis adalah melakukan sweeping terhadap umat agama lain, melarang pendirian tempat ibadah agama lain, melakukan penyerangan terhadap kelompok masyarakat yang berpikiran terbuka, dll.

Kemudian kita akan bertanya-tanya mengapa sampai agama dan radikalisme di negeri kita hampir tidak dapat dipisahkan? Atau mengapa agama selalu menjadi semacam alat untuk membentuk pribadi-pribadi yang radikalis? Jawabannya sangat sederhana yakni karena melalui agamalah para pemimpin agama radikalis dapat dengan mudah dan gratis mengajarkan radikalisme. Sebaliknya, melalui agamalah orang-orang (umat) mendapatkan ajaran-ajaran radikalisme.

Inilah hubungan yang paling gampang dilihat secara kasat mata prihal agama dan radikalisme di Indonesia. Kemudian, pertanyaan lanjutannya adalah mengapa umat dengan sangat mudah terpengaruh dan bahkan menerima dengan penuh syukur ajaran radikalisme dari para pemimpin agama radikal? Nah...itulah yang akan diulas di bawah ini.

Menurut saya, alasan mengapa agama selalu mudah disusupi ajaran radikal adalah karena sebagian besar orang beragama di Indonesia yang beragama tanpa akal sehat, tanpa kewarasan nalar. Tepat sekali apa yang dikatakan Ibnu Rusyd (1126-1198), "jika Anda ingin mengendalikan orang-orang bodoh, maka sampaikanlah kebohongan yang berbau agama". Akibat dari nalar yang tidak waras atau orang-orang bodoh kata Ibnu Rusyd itulah yang kemudian membuat orang berbondong-bondong mengikuti dan mengamini ajaran sesat dari para pemuka agama radikal.

*Bagaimana tidak diikuti dan diamini ya, orang acara-acara penyebaran radikalisme tersebut selalu dilabeli “acara keagamaan” seperti kegiatan pengajian, ceramah dll. Belum lagi kalau pemuka agama yang memimpin kegiatan “pengajian” sudah terkenal*

Oleh karena banyak umat yang tidak waras nalar maka tentu saja ajaran dari para pemuka agama radikal akan dengan mudah menghinggapi bahkan langsung merasuk pikiran, nurani dan sum-sum mereka. Ditambah lagi, kalau dalam cermahnya si penceramah agama menawarkan surga dan bidadari; pasti langung masuk pikiran dan nurani umat. Memang tidak mudah untuk menyalahkan umat yang tidak waras nalar, tetapi tidak mungkin dibenarkan juga. Bukankah setiap umat yang notabene semuanya manusia dianugerahi nalar oleh sang Pencipta?

Saya hendak menegaskan satu hal bagi setiap kita yang beragama ataupun beriman bahwa dalam hal beragama dan beriman, nalarlah yang meneguhkan kebenaran atas agama dan iman kita. Jika memang kita beragama dan beriman sesuai ajaran agama maka sudah sebaiknya jangan meninggalkan nalar di alam mimpi; jangan pernah berpikir nalar sebagai ancaman dalam kita beriman. Tanpa nalar, kita akan sangat gampang menjadi kebau dicocok hidung.

Begitu pula dalam kaitannya dengan radikalisme. Orang-orang radikalis adalah orang-orang berjenis kerbau dicocok hidung karena menerima dan mengikuti ajaran dari pemuka agama radikal dengan tanpa pikir panjang. Langsung gas gthu aja mblo *hahaha* Atas dasar inilah saya memiliki pendapat bahwa kelompok radikalis atau orang-orang yang tersangkut radikalisme adalah kumpulan orang tidak waras nalar yang mengimpikan sesuatu yang tidak akan bakal terjadi (bukankah menerapkan syariat Islam secara murni di Indonesia hanyalah mimpi liar? Bukankah kehendak Indonesia menjadi negara agama itu mimpi di siang bolong?).

Kaum radikal tidak lain sebagai gerombolan manusia yang beragama tanpa mampu berpikir secara logis layaknya manusia semestinya. Orang-orang seperti ini secara psikologi dapat dianggap sebagai manusia yang terjebak dalam dunia mimpi. Tidak heran dalam keseharian hidupnya di dunia nyata, mereka terus memperjuangkan mimpi yang masih melekat dalam ingatan mereka (karena setiap bangun pagi mereka lupa membasuh wajah dan menggosok gigi*hahaha*)

Penutup

Pada bagian penutup ini, saya hendak menggarisbawahi tiga poin penting yang bertautan dengan topik besar pembahasan_radikalisme, agama dan kewarasan nalar, yakni: pertama, radikalisme harus diakui sebagai penyakit kanker dalam peradaban beragama. Yang namanya kanker ya, pasti harus dihindari dan kalau sudah terjangkit harus dimusnahkan sampai ke akar-akarnya.

Saya pikir, begitu pula dalam kita bernegara bahwa radikalisme harus dimusnahkan. Tidak perlu menuntut pemerintah, Polri dan BNPT agar dapat membersihkan radikalisme. Hal penting yang harus dilakukan agar radikalisme itu musnah ialah agar kita sebagai manusia beragama dapat terlebih dahulu mewaraskan nalar kita dalam beragama.

Kedua, agama hingga kini masih menjadi salah satu instrumen penting dalam memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan. Namun, kalau agama sudah dijadikan sebagai alat kepentingan semisal untuk kepentingan surga dan bidadari maka ambyarlah sudah. Ketiga, kewarasan nalar wajib melekat dalam diri setiap manusia beragama. Hanya dengan kewarasan nalarlah kita mampu beragama secara logis dan normal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun