Mohon tunggu...
Fairuzziah PutriFebriyanti
Fairuzziah PutriFebriyanti Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Lampung

saya merupakan mahasiswa universitas lampung, Jurusan Ilmu Administrasi Negara

Selanjutnya

Tutup

Analisis

POLICY BRIEF - Ketidakstabilan Harga Jual Singkong: Tantangan Ekonomi Bagi Petani Provinsi Lampung

19 Desember 2024   12:07 Diperbarui: 19 Desember 2024   12:43 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

RINGKASAN EKSEKUTIF

Provinsi Lampung merupakan penghasil singkong utama di Indonesia, berperan penting dalam ketahanan pangan dan industri. Namun, kesejahteraan petani singkong di Lampung masih terhambat oleh fluktuasi harga yang merugikan, dengan harga yang sering kali lebih rendah dari biaya produksi. Selain itu, akses pasar yang terbatas membuat petani bergantung pada tengkulak yang menawarkan harga rendah. Minimnya dukungan teknologi pertanian modern dan kebijakan yang tidak mendukung petani memperburuk situasi ini. Oleh karena itu, perlu adanya kebijakan yang mendukung pemberdayaan petani, seperti pembentukan koperasi, peningkatan akses pasar, serta kebijakan harga minimum untuk melindungi petani dari kerugian. Pelatihan teknologi pertanian modern juga penting untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil panen. Dengan langkah-langkah strategis ini, diharapkan kesejahteraan petani singkong di Lampung dapat meningkat, mendukung sektor pertanian dan perekonomian nasional.

PENDAHULUAN

Berbicara  mengenai  pangan  maka  tak  lepas  dari  sektor  pertanian.  Indonesia merupakan negara yang memiliki beranekaragam pertanian didalamnya, bahkan sebagian besar masyarakat Indonesia bermata pencaharian sebagai petani. Sektor pertanian memegang peranan penting dalam upaya mencapai ketahanan pangan,  khususnya  dalam  penerapan  hak  atas  pangan.  Indonesia  merupakan  negara agraris  dan  hampir  separuh  penduduknya  bergantung  pada  sektor  pertanian  sebagai sumber pendapatan. Namun saat ini kerap terjadi krisis pangan, Krisis pangan adalah keadaan  yang berbahaya, keadaan  yang tidak stabil, dan semua krisis yang berasal dari sumber hayati, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, serta air yang ditujukan untuk konsumsi manusia sebagai makanan atau minuman. Krisis pangan selalu diawali dengan tingginya harga pangan. Naiknya harga pangan global mempengaruhi  konsumsi  pangan  di  negara  berkembang.  Naiknya  harga  komoditas, terutama yang terjadi di Provinsi Lampung. (Paminto, et, all 2024)

Provinsi Lampung sendiri dikenal sebagai lumbung singkong nasional, berkontribusi lebih dari 30% terhadap total produksi singkong di Indonesia. Komoditas ini memegang peranan strategis dalam mendukung ketahanan pangan dan menjadi bahan baku utama industri pengolahan, seperti tepung tapioka. Selain menjadi sumber pendapatan utama bagi masyarakat, singkong juga memiliki peran penting dalam memperkuat perekonomian daerah. Namun, di balik potensi besar tersebut, kesejahteraan petani singkong sering kali tidak sebanding dengan kontribusi mereka terhadap sektor ekonomi.

Petani singkong di Lampung menghadapi berbagai tantangan yang menghambat produktivitas dan keuntungan mereka. Salah satu masalah utama adalah biaya produksi yang cenderung tinggi, termasuk biaya untuk pupuk, tenaga kerja, dan pengelolaan lahan. Selain itu, Petani di Lampung juga dipermainkan oleh perusahaan yang menetapkan harga secara sepihak, yang dimana harga jual singkong pada tahun 2024 ini Rp. 700 per Kg,

Kondisi tersebut tidak hanya berdampak pada pendapatan petani, tetapi juga pada motivasi mereka untuk mengelola lahan secara optimal. Beberapa petani bahkan mulai beralih ke komoditas lain yang dianggap lebih menguntungkan. Jika masalah ini tidak segera diatasi, keberlanjutan sektor singkong di Lampung dapat terancam, sehingga mengurangi kontribusi daerah ini terhadap ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan petani singkong. Program seperti pelatihan teknologi pertanian, peningkatan akses pasar, dan stabilisasi harga dapat menjadi solusi untuk menjaga keberlanjutan sektor singkong di Lampung. Dengan demikian, Lampung dapat terus memainkan perannya sebagai sentra utama produksi singkong nasional.

DESKRIPSI MASALAH

1. Fluktuasi Harga yang Tidak Stabil, Dimana Harga singkong di tingkat petani sering kali tidak stabil dan cenderung rendah. Pada tanggal 12 Desember 2024 tercatat bahwa harga singkong anjlok yang dimana menyentuh Rp1.025 per kg. Ketergantungan pada tengkulak membuat petani tidak memiliki daya tawar dalam penentuan harga.

2. Ribuan petani singkong Provinsi Lampung berunjuk rasa di depan Kantor Pemerintah Daerah dan DPRD Lampung Utara dengan menjerit dan meminta pemerintah agar mendesak pabrik menaikkan harga singkong menjadi Rp1.500 Per Kg.  Para petani mengeluhkan hal tersebut lantaran tidak bisa mendapat untung, karena keuntungan bersih yang didapat petani hanya sekitar Rp 700 per kilogramnya. (Radartv. 2024) 

3. Minimnya Akses Pasar dan Infrastruktur Infrastruktur di pedesaan Lampung masih terbatas, sehingga petani kesulitan mendistribusikan hasil panen ke pasar yang lebih luas. Pasar lokal yang terbatas membuat petani sering kali terpaksa menjual singkong dengan harga murah kepada perantara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun