Berdakwah di era modern tidak lagi menjadi otoritas seorang ulama. Kapan saja dan dengan berbagai cara, seorang Muslim bisa saling belajar mengenai agama Islam. Ulama pun berkembang menjadi sosok yang lebih kontemporer, dengan berbagai mimbar yang bisa diakses, dari masjid hingga telepon genggam. Belum lagi para da'i, yang mendapatkan banyak saluran berdakwah di era berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi.
      Perkembangan teknologi ini juga membuat dakwah berkembang. Dimotori dengan perkembangan internet sekarang ini, akses media dan informasi dirasa begitu mudah dan praktis. Masyarakat awam kini memiliki banyak opsi untuk mencari ilmu, mengetahui jawaban dari berbagai persoalan keagamaan, dari masalah-masalah ringan seputar kehidupan sehari-hari sampai dengan persoalan yang berkaitan dengan ibadah (Ariani, 2017).
      Dakwah dalam pengertian sederhana merupakan usaha seruan atau ajakan yang dilakukan umat Muslim untuk meningkatkan kesadaran atau mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna menurut ajaran Islam. Dakwah bisa berjalan antar-pribadi maupun secara luas di masyarakat. Dakwah, dalam semangat Sahabat Rasul, Umar Bin Khattab, merupakan aktualisasi Iman dan keutamaan setiap Muslim sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas masing-masing (Nurhanifah et.al, 2019).
Menjamurnya media sosial juga membuat penyebaran pesan-pesan dakwah menjadi semakin mudah dan praktis. Media sosial menjadi wadah berkumpulnya da'i dan mad'u (jamaah yang menerima dakwah). Seakan tinggal memilih, media sosial menawarkan "inovasi" dari tiap-tiap metode dakwah; para da'i menyebarkan banyak pesan hikmah lewat video-video dakwah di Youtube dan TikTok, atau menyebarkan banyak grafis-grafis nasihat melalui Instagram, juga berdiskusi melalui forum diskusi langsung melalui WhatsApp atau Telegram (Ritonga, 2019).
Ulama dan pendakwah terkemuka berkembangsaan Lebanon, Syekh Ali Mahfudz, turut memiliki pandangan bahwa era perkembangan teknologi dan globalisasi ini menjadi salah satu faktor yang dirasa mengancam eksistensi manusia modern. Perkembangan teknologi turut memantik rusaknya fitrah yang menyebabkan manusia suka pada kebatilan (hal-hal yang buruk dalam agama Islam) dan benci pada kebenaran (hal-hal yang dibenarkan dalam agama Islam). Fitrah manusia yang telah rusak membuat manusia memandang kebaikan sebagai keburukan, dan sebaliknya, keburukan dipandang sebagai kebaikan. Bahkan, ada sebagian orang dengan sengaja dan bangga mempertontonkan dosa-dosa maupun kejahatannya tanpa rasa malu sedikit pun (Ali Mahfudz, 2005: 13).
Para santri dan alumni santri pun turut mendapatkan ruang baru yang bisa membuat mereka makin leluasa berdakwah, tak terkecuali santri alumni Pondok Modern Darussalam Gontor. Berbagai ilmu yang didapatkan semasa menjadi siswa Kulliyatul Mu'allimin al-Islamiyah (KMI) menjadi modal penting mereka berdakwah. Dan tidak hanya dakwah individu, para alumni yang tergabung dalam Marhalah ini mengagas dakwah melalui gerakan kolektif di platform-platform digital.
DAKWAH MARHALAH ALUMNI GONTOR
Marhalah alumni Pondok Modern Darussalam Gontor pada setiap angkatan memiliki banyak kegiatan. Meski sudah menjadi seorang alumni pesantren, mereka masih banyak dipersatukan lewat uhkhuwah. Salah satu yang menjadi kegiatannya adalah bersama-sama berdakwah.
Dakwah kolektif di sini muncul secara nature, sebagai bagian untuk terus berkarya dan mempertahankan eksistensi marhalahnya. Setiap angkatan berupaya terus memiliki kegiatan positif dan menjaga identitas diri sebagai seorang muslim. Setiap kegiatannya, timbul kesadaran untuk berkontribusi mengamalkan ajaran-ajaran agama. Maka dari itu, dakwah secara kolektif menjadi media dalam menciptakan identitas atau simbol bersama dalam ikatan persahabatan berlandaskan nilai Islam, berbentuk perilaku kolektif berbasis ajaran Islam yang dilakukan oleh para Marhalah dengan memanfaatkan perkembangan teknologi serta platform digital yang tersedia.
      Penyebaran dakwah kolektif ini berkembang seiring dengan perkembangan media sosial. Setidaknya, marhalah Pondok Modern Darussalam Gontor mulai untuk sama-sama berdakwah kolektoif lewat karya-karya grafis. Marhalah angkatan 2017, Survival Generation, menjadi marhalah yang menginisiasi gerakan dakwah ini, lalu dilanjutkan oleh angkatan setelahnya, Marhalah 2018 (Inspiring Generation), Marhalah 2019 (Guardian Generation), 2020 (Prominent Generation), hingga Angkatan 2021 (Virtuous Generation).
Dalam hal ini setiap marhalah mengorganisasi konten dakwahnya untuk disebarkan di grup yang terdapat di Telegram, kemudian pengikut dari grup tersebut menyebarkan nya ke grup angkatan perdaerahnya (konsul atau konsil) ataupun secara individual. Yusup Mulani sebagai inisiator komunitas grup dakwah di Telegram "Virtuous Story" dari angkatan 2021 menjadi salah satu yang getol dalam mendorong gerakan-gerakan ini.