Mohon tunggu...
Ahmad Fairozi
Ahmad Fairozi Mohon Tunggu... Swasta -

Pendiri Rumah Baca Indonesia (Rumah Baca ID), Suka menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pengembang dan Hak Penghuni Kawasan Perumahan

5 Maret 2016   10:13 Diperbarui: 4 April 2017   17:49 2590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Kompleks Makam Universitas Brawijaya (dokumen Machmud Junus static.panoramio.com/photos/large/52642674.jpg)"][/caption]Pengembang perumahan, akhir-akhir ini banyak yang melanggar ketentuan perundang-undangan dan aturan-aturan yang disyaratkan untuk mendirikan bangunan berupa perumahan. Akibatnya, penataan pembangunan di sebuah kawasan menjadi tidak karuan dan merugikan banyak pihak, baik pemerintah mau pun masyarakat pada umumnya. Akibat dari kelalaian tersebut, masalah-masalah yang ditimbulkan menjadi sangat serius untuk segera diperbaiki.

Ketersediaan prasarana, sarana dan utilitas umum menjadi salah satu hal secara umum yang paling sering dilanggar oleh pihak pengembang perumahan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses. Misalkan (ketersediaan jalan umum, aliran listrik dan angkutan umum). Selanjutnya, sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud atau tujuan, alat, media. Misalkan (Ketersediaan Masjid atau rumah ibadah, pemakaman dan sebagainya). Sedangkan Utilitas umum adalah faedah, kegunaan atau manfaat. Seperti keamanan, dan kenyamanan perumahan itu sendiri.

Dari ketersediaan prasarana, sarana dan utilitas umum di atas, ketersediaan lahan sebagai tempat pemakaman paling jarang dipenuhi oleh pihak pengembang perumahan. Tidak sedikit penghuni kawasan perumahan yang mengalami kesulitan bilamana ada anggota keluarga mereka yang meninggal dunia. Karena ketersediaan lahan pemakaman tidak ada, proses pemakaman pun membutuhkan biaya yang tidak murah, bahkan ada dibeberapa kawasan perumahan harus menggelontorkan biaya yang mahal untuk mendapatkan hak nya sebagai warga negara untuk menggunakan tanah pemakaman dan dimakamkan.

Hal tersebut menjadi perhatian penulis yang menilai, bahwasanya perencanaan pembangunan tata ruang wilayah sangat tidak ber-perikemanusiaan, terutama dengan banyaknya pengembang perumahan yang lalai  dan luput dari pengawasan pemerintah. Sehingga, menyebabkan tata ruang perkotaan menjadi tidak terencanakan dengan baik, karena pembangunan hanya diprioritaskan pada penyediaan rumah dengan orientasi bisnis, tapi tidak diimbangi dengan faktor penunjang lainnya seperti halnya ketersediaan sarana berupa lahan pemakaman.

Penulis lebih menyoroti masalah lahan pemakaman yang sedang terjadi di Kota Malang, namun tidak menutup kemungkinan di daerah-daerah selain di Kota Malang juga terjadi hal yang sama, yakni semakin menyempitnya lahan pemakaman. Sebab kawasan tingkat perkotaan dengan kawasan tingkat kabupaten sangat jauh berbeda, kabupaten memiliki cadangan lahan yang lebih luas dari pada wilayah perkotaan jika itu menggunakan perbandingan.

Peraturan Perundang-undangan

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1987 Tentang Penyediaan Penggunaan Tanah untuk Keperluan Tempat Pemakaman, pasal 1 huruf a. Menyebutkan areal tanah yang disediakan untuk keperluan pemakaman. Dipertegas oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Perumahan dan Pemukiman di Daerah, pasal 7, jo. pasal 4 menyebutkan perumahan dan permukiman dilengkapi dengan prasarana, sarana dan utilitas. Yang dimaksud dengan sarana pada pasal 7, jo. pasal 4 salah satunya disebutkan dalam pasal 9 poin g, yaitu sarana pemakaman.

Menurut Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, pasal 19 menyebutkan, penyelenggaraan rumah dan perumahan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia bagi peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat.

Dalam pasal 32 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 2011 tersebut, pembangunan perumahan meliputi, rumah dan prasarana, sarana dan utilitas umum. Serta pasal 42 ayat 1 jo. pasal 42 ayat 2 menyebutkan perjanjian pendahuluan jual beli dilakukan setelah memenuhi persyaratan kapastian yang salah satunya disebutkan pada poin d, yaitu menyaratkan ketersediaan prasarana, sarana dan utilitas umum.

Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan Makam disebutkan dalam BAB X pasal 20, menyatakan bahwasanya setiap penduduk yang meninggal dunia berhak untuk menggunakan tanah pemakaman dan dimakamkan. Lebih lanjut, pada pasal 21 ayat 1 menyebutkan, setiap pengembang perumahan/pengusaha real estate dan sejenisnya, berkewajiban menyediakan lahan utilitas umum untuk tempat pemakaman penduduk yang tertuang dalam rencana tapak (site plan) atau advis planning (AP) seluas minimal 2% (dua persen) dari luas tanah yang akan dibangun oleh pengembang atau sejenisnya pada lokasi tersebut.

Evaluasi dan Rekomendasi

Berdasarkan uraian peraturan perundang-undangan diatas, dapat dipastikan pengembang perumahan di Kota Malang banyak yang melanggar. Dengan besarnya pertumbuhan lahan perumahan, tidak diimbangi dengan sarana yang juga seharusnya disediakan, akan membawa Kota Malang menjadi sebuah kota dengan penataan pembangunan yang kacau. Hal tersebut tidak boleh dikesampingkan oleh pihak pemerintah sebagai pemegang kebijakan dan stackholder yang memiliki kepentingan terhadap pemakaman, yang hal ini menyangkut tentang hak setiap warga negara. Agar segera diatasi dan dengan segera mungkin mendapatkan solusinya.

Dari observasi yang dilakukan di daerah Malang Raya, meliputi (Kota/Kabupaten Malang dan Kota Batu), penulis menemukan plakat atau papan pengumuman khususnya di areal lahan pemakaman yang tertulis, bahwa pemakaman tersebut milik pengembang perumahan, seperti pihak pengembang perumahan Universitas Barwiyaja Malang (baca Banyak Pengembang Melanggar Perda), tapi penulis belum menemukan lahan pemakaman yang secara khusus menyediakan lahan pemakaman selain lahan pemakaman milik Universitas Brawijaya tersebut. Artinya, dari sekian banyak pihak pengembang perumahan di Kota Malang, banyak diantaranya yang tidak menyediakan tempat berupa sarana pemakaman yang hal tersebut menjadi kewajiban pihak pengembang perumahan.

Pemerintah juga tidak pernah memberikan pengumuman secara pasti terhadap masyarakat, bahwasanya pihak pengembang perumahan, katakanlah si A, bekerja sama dengan pemerintah dalam hal pengadaan atau perluasan areal pemakaman yang sudah ada. Lagi-lagi penulis merasa prihatin dan itu menunjukkan, bahwasanya pemerintah abai dalam mengawasi pengembang perumahan, dan pihak pengembang perumahan pun menabrak aturan yang sudah menjadi sebuah kewajibannya, jika ingin membangun atau mengembangkan perumahan.

Dari kelalaian dan kesewenang-wenangan tersebut, sudah pasti masyarakat umum dan penghuni kawasan perumahan lah yang menjadi korbannya, sehingga apabila ada masyarakat terlebih adalah penghuni kawasan perumahan yang keluarga mereka meninggal dunia, mereka akan kerepotan untuk memakamkannya. Bisa dibayangkan, betapa sulitnya hanya untuk mendapatkan sebuah hak mereka sebagai warga negara. Selain itu, masyarakat juga akan dibebani oleh biaya pemakaman yang tinggi, tentunya, buah akibat ketersediaan lahan pemakaman yang semakin minim.

Apabila pengembang perumahan terbukti bersalah dan melanggar ketentuan perundang-undangan dalam hal tersebut, maka tugas pemerintah lah yang harus menertibkan dan menegakkan aturan perundang-undangan tadi. Karena peraturan dibuat untuk ditegakkan agar masyarakat secara umum dan pihak pengembang secara khusus tidak sewenang-wenang dalam melakukan pembangunan perumahan. Begitu pula dengan pemerintah, adanya kasus tersebut, sudah semestinya tanggap dalam memperbaiki sistem penataan pembangunan perkotaan untuk menghindari dampak pembangunan yang akan merugikan masyarakat banyak dan menghegemoni hak setiap warga negara.

Dalam perundang-undangan, sudah diatur tentang hak, kewajiban dan sanksi jika pengembang perumahan melanggar aturan, maka sejauh mana komitmen pemerintah untuk menertibkan dan menegakkan perundang-undangan tersebut lah yang jauh lebih relevan dengan keadaan hari ini, dimana, lahan pemakaman di Kota Malang sudah terjadi penyempitan akibat dari pengembangan perumahan yang tidak berimbang dan proporsional dengan sarana yang wajib disediakan.

Kasus tersebut adalah sebuah pelajaran berharga bagi pemerintah, khususnya kota-kota lainnya dalam memonitoring serta evaluasi pihak pengembang perumahan, agar pembangunan perumahan dengan ketersediaan sarana seperti lahan pemakaman seimbang, dengan begitu, maka akan tercipta pembangunan yang terencana dengan baik dan tidak mengakibatkan masalah dikemudian hari.

Oleh: Ahmad Fairozi, Divisi Data dan Program Good Governance Activator Alliance (GGAA) East Java.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun