Mohon tunggu...
faiqotul nisa
faiqotul nisa Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Permasalahan Hukum bagi Hasil Sawah dalam Islam

18 Maret 2019   18:20 Diperbarui: 18 Maret 2019   18:48 1478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam keadaan demikian, maka pemilik tanah berarti akan mengambil semua hasil, sedang di lain pihak menderita kerugian besar. Dan kadang-kadang pula, suatu tanah yang ditentukan itu tidak menghasilkan apa-apa, sehingga dengan demikian dia samasekali tidak mendapat apa-apa, sedang di lain pihak (penyewa) memonopoli hasil.

Oleh karena itu seharusnya masing-masing pihak mengambil bagiannya itu dari hasil tanah dengan suatu perbandingan yang disetujui bersama. Jika hasilnya itu banyak, maka kedua belah pihak akan ikut merasakannya, dan jika hasilnya sedikit, kedua-duanya pun akan mendapat sedikit pula. Dan kalau samasekali tidak menghasilkan apa-apa, maka kedua-duanya akan menderita kerugian. Cara ini lebih menyenangkan jiwa kedua belah pihak.

Diriwayatkan dari jalan Rafi' bin Khadij, ia berkata: "Kami kebanyakan pemilik tanah di Madinah melakukan muzara'ah, kami menyewakan tanah, satu bagian daripadanya ditentukan untuk pemilik tanah... maka kadang-kadang si pemilik tanah itu ditimpa suatu musibah sedang tanah yang lain selamat, dan kadang-kadang tanah yang lain itu ditimpa suatu musibah, sedang dia selamat, oleh karenanya kami dilarang. (HR Bukhari).

Di zaman Nabi orang-orang biasa menyewakan tanah yang dekat sumber dan yang berhadapan dengan parit-parit dan beberapa macam tanaman, maka yang ini rusak dan yang itu selamat; yang ini selamat dan yang itu rusak, sedang orang-orang tidak melakukan penyewaan tanah kecuali demikian, oleh karena itu kemudian dilarangnya." (HR Muslim)

Rasulullah s.a.w. bertanya kepada para sahabat, "Apa yang kamu perbuat terhadap tanam-tanamanmu itu?" Mereka menjawab:,"Kami sewakan dia dengan 1/4 dan beberapa wasag dari korma dan gandum." Maka jawab Nabi, "Jangan kamu berbuat demikian." (Riwayat Bukhari)

Maksud hadis ini, yaitu mereka menetapkan ukuran tertentu yang mereka ambilnya dari hasil tanah itu, kemudian membagi sisanya bersama orang-orang yang menanaminya, untuk ini 1/4 dan untuk itu 3/4 misalnya.

Dari sini pula kita dapat mengetahui, bahwa Nabi sangat berkeinginan untuk mewujudkan keadilan secara merata dalam masyarakatnya, serta menjauhkan semua hal yang menyebabkan pertentangan dan perkelahian di kalangan masyarakat Islam.

E. Penyewaan Lahan

Semua yang kita bicarakan di atas adalah akad kerja sama atau bagi hasil atas suatu lahan pertanian. Hukumnya boleh asalkan tidak ada gharar.
Adapun bentuk lain dari pemanfaatan lahan adalah penyewaan lahan untuk jangka waktu tertentu. Akadnya bukan bagi hasil melainkan sewa tanah untuk digarap selama jangka waktu tertentu.

Misalnya seorang pemilik sawah yang punya lahan banyak bersepakat dengan pengusaha agrobisnis untuk mengadakan perjanjian sewa lahan. Cara ini bisa jadi lebih memudahkan, karena seberapapun hasil panen, tidak perlu dibagi dua. 

Yang penting, pengusaha agro bisnis itu sudah mengontrak lahan untuk jangka waktu tertentu. Misalnya untuk masa 10 tahun. Maka semua hasil pertanian di lahan tersebut selama masa 10 tahun menjadi hak penguasa tersebut. Namun sejak awal, penguasaha itu harus sudah menyepakati harga sewa menyewa lahan sesuai dengan permintaan pemiliknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun