Mohon tunggu...
Faiq Aminuddin
Faiq Aminuddin Mohon Tunggu... Guru - Guru

pelayan pelajar Irsyaduth Thullab dan penulis lepas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ayam Pelangi

13 Oktober 2024   15:40 Diperbarui: 13 Oktober 2024   16:19 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melihat ayam makan, Hadi jadi ingat kalau belum makan siang. Sebenarnya ibu sudah tiga kali mengingatkan Hadi untuk makan. Maklum Hadi sedang asyik dengan mainan barunya. Eh kata kakek, ayam itu bukan mainan. Jadi, kita sebut hewan kesayangan saja.

Ketika makan, Hadi membayangkan bila ketiga ayam pelanginya besar akan bertelur. Hadi jadi bisa sarapan dengan telur ayam pelangi. "Apakah nanti telurnya juga berwarna sesuai warna bulunya?" Hadi bertanya-tanya dalam Hadi. Hadi tiba-tiba tertawa sendiri.

"Asyik ... Besok aku akan punya telur kuning, merah dan ungu. Hore aku akan punya telur ayam pelangi," teriak Hadi kegirangan.

"Kan tadi sudah Kakek ingatkan," sahut Kakek yang kebetulan lewat. "Anak ayam yang warna warni itu jantan. Jadi tidak bisa bertelur. Apalagi kalau kamu merawatnya ngawur. Mungkin malah tidak bisa besar."

Kakek melihat kandang ayam Hadi. Air di mangkuk sudah tumpah. Airnya membasahi dasar kardus bercampur dengan kotoran dan pakan ayam. Kakek menggelengkan kepala. Kakek membuatkan kandang ayam dari kardus lagi. Kali ini ada dua mangkuk yang diikat di tepi kardus. Satu mangkuk diisi pakan ayam. Satu mangkuk lagi diisi air.

"Hadi, tolong kandangnya dibersihkan setiap pagi dan sore ya?! Biar tetap bersih dan tidak lembab. Semoga ayammu sehat dan bisa tumbuh besar."

"Iya, Kek. Terima kasih, Kek," jawab Hadi senang.

Keesokan harinya, ketika akan membersihkan kandang, Hadi melihat anak ayam yang kuning tergeletak. Hadi coba menggoyang-goyangnya. Hadi berharap ayam kuning itu hanya tidur. Tapi ternyata ayam kuning itu memang sudah mati. Hadi jadi bersedih. Hadi jadi teringat kalau kemarin terlalu kuat menggenggam ayam kuning.

"Jangan terlalu bersedih, Hadi," hibur kakek. "Merawat anak ayam memang tidak mudah. Daya tahan tubuhnya memang masih lemah. Apalagi mereka tidak dirawat oleh ibunya. Kita harus merawatnya dengan sangat hati-hati."

Walau anak ayam kuningnya mati, Hadi tetap semangat belajar merawat anak ayam. Setiap pagi dan sore, Hadi membersihkan kandang anak ayamnya. Hadi senang melihat anak ayamnya makan dan minum dengan lahap.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun