Mohon tunggu...
Faiq Aminuddin
Faiq Aminuddin Mohon Tunggu... Guru - Guru

pelayan pelajar Irsyaduth Thullab dan penulis lepas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rumah Tanpa Ibu

7 Oktober 2024   13:14 Diperbarui: 7 Oktober 2024   13:25 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Rumah Tanpa Ibu

Cerita anak oleh Faiq Aminuddin

Dodi namanya. Dodi Abidar Amin lengkap. Dia adalah putra pertama pak Amin. “Dodi artinya dikasihi. Abidar artinya berhati emas. Adapun Amin adalah nama bapak. Artinya jujur.” Begitu kata ibu ketika Dodi penasaran dengan namanya.

Dodi sudah kelas lima SD. Dodi punya adik laki-laki. Namanya Aqil. Aqil Latif Amin. Aqil berarti berakal atau terpelajar. Latif artinya berhati lembut. Tapi menurut Dodi, dik Aqil itu tidak berhati lembut. “Dia suka merebut mainanku.” Dodi dan Aqil kadang memang rebutan mainan. Kadang Aqil menangis dan mengadu ke ibu. Ibu pun meminta kak Dodi mengalah.

Tiga hari yang lalu Dodi rebutan HP ibu. Dodi tidak mau mengalah karena sedang mencari informasi untuk mengerjakan tugas sekolah. Dik Aqil juga tidak mau ngotot ingin bermain game. Aqil merasa sudah menunggu lama.

“Sebentar ya, Dik. Ini sudah ketemu. Kak Dodi catat dulu. Sebentar, Kak Dodi ambil buku.”

Aqil masih cemberut. Dodi bergegas ke kamar untuk mengambil buku. HP ibu ditinggal di atas meja. Aqil ingin diam-diam mengambil dan membawanya lari. Tapi Aqil sedang tidak enak badan. Aqil rebahan di kursi.

“Ini HPnya, Dik. Kakak sudah selesai.” Dodi mengulurkan HP ibu kepada Aqil. Aqil tidak menyahut. Ternyata dik Aqil sudah tertidur.

Dodi menggoyang-goyang tangan Aqil agar terbangun. Dodi terkejut.

“Ibu… badan dik Aqil panas sekali.” Dodi berteriak khawatir.

Setelah memeriksa kondisinya, ibu mengangkat dik Aqil ke dalam kamar. “Adik biar istirahat dulu. Jangan diganggu ya?!”

Sore harinya badan Dik Aqil masih panas. Bapak dan ibu membawa Dik Aqil ke dokter. Ternyata dokter menyarankan agar Dik Aqil segera dibawa ke rumah sakit.

Malam itu adik dibawa ke rumah sakit dengan mobil siaga milik desa. Karena bapak dan ibu harus menunggui adik di rumah sakit maka malam itu Dodi menginap di rumah kakek.

Pagi harinya Dodi, setelah sarapan bersama kakek dan nenek, Dodi pulang ke rumah. Rencananya sih untuk mandi dan berangkat sekolah. Tapi karena terlalu asyik nonton televisi, Dodi tidak jadi berangkat sekolah. Tidak terasa hari sudah siang. Bosan nonton tv, kembali rumah kakek untuk mengambil HP ibu yang sengaja ditinggal. Dodi pun sibuk dengan HP tanpa ada yang mengganggu.

Dodi merasa lebih bebas. “Ternyata enak juga tidak ada adik. Saya jadi bisa main HP tanpa ada yang merebut,” kata Dodi dalam hati. Nonton televisi juga tidak ada yang mengganggu. Sore harinya, Dodi kembali ke rumah lagi. Rencananya sih untuk mandi dan ganti baju. Tapi karena terlalu asyik dengan HP, Dodi lupa mandi. Tidak terasa hari sudah malam. Maka Dodi pun hanya ganti pakaian tanpa mandi. Malam itu Dodi menginap lagi di rumah kakek. Dodi bermain HP hingga larut malam. Paginya Dodi bangun kesiangan. Jadi, tidak berangkat sekolah lagi. Setelah sarapan di rumah kakek, Dodi pulang ke rumah untuk mandi dan ganti pakaian.

Langkah kaki Dodi terhenti di halaman rumah. Dodi merasa ada yang beda. Halaman rumahnya terlihat tidak seperti biasanya. Biasanya bersih. Sekarang halaman rumah Dodi banyak sampahnya. Daun-daun jambu yang kering berserakan di sana sini. Ada juga plastik bungkus jajanan Dodi kemarin. Dodi baru teringat, ibu menyapu halaman rumah setiap pagi. Bapak kadang juga membersihkan halaman belakang rumah di sore hari. Dodi rindu ibu, bapak dan Dik Aqil.

Hadi masuk ke dalam rumah. Lantai rumah juga kotor dan berdebu. Biasanya, setiap pagi ibu dan bapak mengajak Dodi dan Aqil membersihkan rumah. Dodi diminta menyapu ruang tamu. Dik Aqil membersihkan meja dan kursi dengan kemoceng. Bapak membersihkan ruang tengah. Sedangkan ibu sibuk di dapur.

Dodi ingin segera mandi karena badannya terasa sangat lengket dan bau asam. Kemarin, Dodi belum mandi seharian. Sebelum mandi, Dodi melihat piring dan gelas-gelas kotor belum dicuci. Meja makan juga terlihat kotor. Di kursi makan tersampir pakaian kotor Dodi kemarin.

Dodi jadi merasa sumpek, bosan dan kesepian. Dodi segera mandi. Tidak lupa Dodi menggosok gigi dengan pasta gigi. Membersihkan badan dengan sabun serta membersihkan rambut dengan sampo. Setelah mandi, Dodi merasa sangat segar.

Dodi tidak mau rumahnya semakin kotor. Dodi mulai membersihkan meja makan. Merapikan kursi makan. Menaruh baju kotor pada tempatnya. Menyapu dapur, ruang tengah dan ruang tamu. Dodi ingin, ketika bapak, ibu dan dik Aqil pulang, rumahnya sudah tidak berantakan. “Kasihan ibu dan bapak … Ibu pasti sudah lelah merawat adik di rumah sakit.

Bapak juga lelah. Bapak tetap harus berangkat kerja. Tempat kerjanya lumayan jauh dari rumah sakit. Bapak harus mondar-mandir. Pagi-pagi sekali bapak dari rumah sakit pulang ke rumah. Bapak membawa pulang pakaian ibu dan adik yang sudah kotor. Bapak hanya sempat mandi dan ganti pakaian. Bapak tidak sempat bersih-bersih rumah, apalagi mencuci pakai kotor. Pakaian-pakaian kotor pun menumpuk di dapur. Untung masih ada pakaian bersih.

Dari rumah, bapak harus segera berangkat ke tempat kerja. Sore harinya, bapak tidak pulang ke rumah, Dari tempat kerja, bapak langsung ke rumah sakit sekalian mengantarkan pakaian bersih ibu dan adik yang tadi pagi diambil dari rumah.

Setelah menyapu ruang tamu, Dodi berencana menyapu halaman. Tapi Dodi merasa sudah sangat lelah. Dodi pun istirahat di ruang tengah sambil menonton televisi. Tidak terasa, Dodi tertidur.

Dodi terbangun karena ada suara mobil parkir di halaman rumah. Ternyata dik Aqil dan ibu pulang. Mereka dijemput oleh pak RT dengan mobil siaga desa. Bapak tidak ikut karena masih di tempat kerja.

Dodi berlari dan memeluk ibu dengan erat. Dodi sangat rindu pada ibu. “Maaf, Bu… halaman rumahnya kotor. Rencananya akan Dodi sapu setelah istirahat. Eh malah ibu sudah pulang. ..”

Ibu, dik Aqil dan pak RT pun tertawa melihat tingkah Dodi.

“Kamu anak baik, Nak,” puji pak RT. “Anak yang baik memang harus rajin membantu orang tua membersihkan rumah.”

Dodi pun tersenyum. Sebenarnya Dodi malu. Dodi merasa menjadi anak yang kurang rajin.

“Saya harus lebih rajin dan tidak boleh malas-malasan.” Dodi berjanji dalam hati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun