Mohon tunggu...
Fainal Wirawan
Fainal Wirawan Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Dokter concern tentang masalah pencegahan penyakit menular melalui udara

Dokter concern tentang masalah pencegahan penyakit menular melalui udara, dll

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ditemukannya Kasus TBC Harus Dituntaskan

24 Maret 2023   15:14 Diperbarui: 24 Maret 2023   15:21 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Paling tidak ada dua hal yang membuat saya kembali menulis tentang penyakit TBC. Pertama adalah sumber berita dari Kompas: Tuberkulosis di Kendari Melambung, Puluhan Pasien Meninggal, Dinkes DKI Jakarta menginformasikan ada 45.320 kasus TBC. Kedua tentang kisah anak sopir pribadi berumur 6 tahun menjalani pengobatan TBC. Dalam artikel di Kompas ada hal yang saya highlight yaitu Indonesia menduduki posisi kedua kasus TBC terbanyak didunia setelah India

Puluhan Pasien Meninggal di Kendari dan jumlah kasus TBC di DKI Jakarta, merupakan berita yang sangat mengejutkan, sebab TBC merupakan penyakit lama yang sudah diketahui penyebab, tatalaksana pengobatan dan pencegahannya, disisi lain, pelbagai upaya sudah dilakukan dengan biaya yang cukup besar, namun faktanya jumlah kasus masih banyak dan sulit dikendalikan.

Coba kita cermati salah satu kasus yang menimpa anak seorang sopir pribadi, yang saya kenal sebagai contoh untuk pembahasan.

Berdasarkan riwayat penyakitnya, anak berusia 6 tahun tersebut sering menderita batuk dan sesak napas, bila terjadi serangan sesak, harus menggunakan nebulizer sesuai yang dianjurkan dokter puskesmas, dan bila tetap sakit, biasanya dibawa ke rumah sakit untuk dirawat.

Setelah sekian lama bolak balik puskesmas dan RSUD untuk berobat, berita terakhir anak tersebut dirujuk ke rumah sakit swasta di bilangan Cengkareng Jakarta. Menurut orang tuanya, dokter rumah sakit berikan obat yang harus diminum selama 6 bulan tidak boleh putus, dokter juga menyampaikan nanti akan ada petugas puskesmas berkunjung ke rumahnya untuk melihat keadaan anak dan orang di rumah.

Menurut orang tuanya, saat ini keadaan anak sudah lebih baik, nafsu makan meningkat dan berat badan bertambah, batuknya sudah jarang dan tidak sesak lagi. Kenyataan tersebut menunjukkan pemberian obat TBC telah berhasil mengatasi infeksi pada parunya, sehingga perkembangan kesehatannya cepat membaik.

Seperti kita ketahui, TBC ditularkan melalui droplet percikan liur seseorang penderita saat batuk, bersin atau berbicara keras terhirup pada orang sekitar, bila ditemukan seorang anak terdiagnosa TBC, selanjutnya harus dilakukan tracing (penelusuran) dan kontak investigasi ke rumah pasien, untuk mengetahui sumber penularan, apakah dari orang tua, kakek nenek atau orang serumah lainnya, perlu ditinjau keadaan rumah apakah lembab dan ventilasinya baik. Terhadap orang yang kontak erat dengan penderita perlu pemeriksaan dahak di laboratorium atau foto toraks. Penelusuran kasus dan kontak investigasi sangat penting untuk memutus rantai penularan.

Sudah hampir empat bulan sejak anak tersebut diobati, saya tanyakan kembali kepada sang sopir, apakah ada kunjungan petugas puskesmas ke rumah? Jawabannya tidak ada.

Ditemukannya kasus TBC harus dituntaskan 

Dari kasus diatas dapat kita pelajari beberapa hal, yang dapat menjelaskan kenapa kasus TBC tetap tinggi, sehingga Indonesia menduduki posisi ke 2 kasus TBC terbanyak di dunia setelah India.

Kebijakan yang ada: Bila di fasyankes swasta (rumah sakit, klinik maupun dokter praktik pribadi) menemukan kasus TBC, petugas  kesehatan wajib melapor ke puskesmas dimana pasien berdomisili, selanjutnya puskesmas akan menindaklanjuti dengan penelusuran kasus dan kontak investigasi serta penyuluhan lingkungan tempat tinggal yang sehat (PHBS) dan lain lain.

Melaksanakan wajib lapor membutuhkan waktu dan ketaatan tatalaksana tersendiri, laporan dapat dilakukan sendiri oleh yang mendiagnosa (dokter atau perawat) ke puskesmas dan dinas kesehatan, atau ada petugas puskesmas yang secara rutin berkunjung kefasyankes mengkoleksi laporan, atau melalui aplikasi bila tersedia.

Fakta yang ada menunjukkan "Wajib lapor" dari fasyankes diluar puskesmas belum berjalan sebagaimana mestinya, banyak fasyankes business as usual terhadap pasien TBC, sehingga puskesmas tidak mengetahui adanya pasien TBC diwilayah kerjanya, atau puskesmas telah terima laporan namun tidak menindaklanjuti.

Kasus diatas terjadi di Jakarta yang memiliki fasilitas yang mumpuni, baik fasyankes, SDM terlatih, dan lain lain sarana pendukung yang dibutuhkan, namun tetap saja tidak ada kunjungan petugas puskesmas ke rumah pasien. Konsekuensi logisnya berbuntut panjang, sumber tidak ditemukan, sehingga penularan terus terjadi (dapat menularkan kepada 15-20 orang dalam setahun),  ruang serumah yang kontak erat tidak dapat perlindungan sehingga berisiko tertular.

Hanya satu contoh kasus saja sudah dapat menjelaskan sebagian penyebab mengapa kasus TBC tetap tinggi, tentunya disamping itu masih ada sebab lain seperti pasien yang tidak taat berobat, pasien drop out, dan lain lain. Oleh karena itu dibutuhkan ketaatan terhadap tatalaksana pengendalian TBC disertai monitoring dan evaluasi yang ketat. 

Saat ini menurut sumber Kementerian Kesehatan ada perubahan aplikasi PeduliLindungi menjadi SATUSEHAT, terbuka peluang untuk memasukkan slot khusus pengendalian TBC, yang akan mempermudah sistem pelaporan, penelusuran kontak investigasi kasus, dan mengurangi under reporting, dengan demikian akan mempercepat proses pengendalian/eliminasi TBC di Indonesia. Semoga  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun