Mohon tunggu...
Fainal Wirawan
Fainal Wirawan Mohon Tunggu... Konsultan - Dokter yang sangat peduli dengan pencegahan penyakit

Dr. Fainal Wirawan, MM. MARS dokter, pernah bekerja sebagai kepala puskesmas kecamatan, dokter di rumah sakit, pejabat Departemen Kesehatan, setelah pensiun bergabung dengan KNCV Tuberculosis Foundation. membantu Kementerian Kesehatan dalam penanggulangan penyakit TBC. Mengikuti pelatihan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi TBC (PPI TB) yang diselenggarakan oleh WHO. Anggota Tim penyusunan Pedoman PPI TB di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan. Kontributor penyusunan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mencermati Masih Tingginya Kasus TBC yang Hilang

12 Maret 2018   07:20 Diperbarui: 12 Maret 2018   07:41 1895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Sekilas tentang TBC

Penyakit TBC atau TB merupakan penyakit menular disebabkan oleh infeksi bakteri mycobacterium tuberculosa, yang menyerang organ tubuh seperti paru, kulit, kelenjar, tulang, otak dan lain lain, ter banyak adalah yang menyerang organ paru-paru atau TBC paru. Penularan terjadi melalui udara (air borne transmitted disease). Diprakirakan seorang penderita TBC aktif bisa menularkan pada 10-15 orang setiap tahunnya.

Mengutip berita dari detikHealth Kamis 26 Januari 2017, yang meliput acara Debrifieng Joint External Monitoring Mission for Tuberculosis Control(JEMM) di Kementerian Kesehatan, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan. Dr Paul Nunn, Mission Leader JEMM TB, menyebut beban utama TB di Indonesia adalah tingginya jumlah angka kasus per tahun. Dalam setahun, ada lebih dari 1 juta kasus TB, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah kasus TB terbesar kedua di dunia. Selain itu juga, Indonesia merupakan negara dengan jumlah kasus TB yang tidak terlaporkan atau missing cases tertinggi nomor 2 di dunia, dengan 690.000 kasus," tutur Paul.

Laporan ini ditanggapi oleh Menteri Kesehatan Prof. Dr. dr. Nila Moeloek, SpM(K) bahwa secara umum, temuan yang disampaikan oleh JEMM TBC tersebut tidak jauh berbeda dengan data yang dimiliki oleh pemerintah dan merupakan salah satu masalah yang belum tuntas bagi kita. Sebagian besar yang tidak terlaporkan itu berasal dari sektor swasta. Untuk itu, kita akan rangkul lebih banyak lagi Klinik dan Rumah Sakit Swasta.

 Dampak kasus hilang (missing case)

Kasus yang hilang berdampak sangat besar terhadap upaya penanggulangan TBC, karena keberadaan dan kondisi kasus tidak diketahui, apakah mereka berada di keluarga, sekolah, tempat kerja, barak, sebagai penumpang transportasi umum, dan lain lain. Bila dalam kondisi TBC aktif sudah pasti berdampak pada penularan yang terus terjadi dimasyarakat luas. Upaya menemukan kasus menjadi penting dalam rangka memutus mata rantai penularan. Dalam hal ini Kementerian Kesehatan mencanangkan Program TOSS TBC (Temukan Obati Sampai Sembuh) untuk mengantisipasi keadaan tersebut. Pertanyaanya adalah bagaimana menemukan sebanyak banyaknya kasus hilang tersebut?

Penemuan kasus secara pasif dan aksif

Penemuan kasus secara pasif dapat dimaknai masyarakat yang mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan karena sakit dan terdiagnosa sakit TBC. Beberapa penyakit dan kondisi tertentu dapat disertai dengan penyakit TBC seperti penyakit kencing manis (diabetes mellitus, DM), HIV AIDS, dan kondisi fisik yang lemah karena sakit kronis, kurang gizi, lanjut usia, anak bawah lima tahun, perokok. Bila ditemukan maka petugas harus meyakinkan pasien agar mau diperiksa dahak dan radiologi toraks untuk memastikan apakah terdapat penyakit TBC.

Peraturan yang ada mewajibkan klinik dan dokter praktik mandiri yang mendiagnosa pasien TBC, membuat laporan ke puskesmas setempat, sedangkan bagi rumah sakit swasta laporan ditujukan ke dinas kesehatan setempat. Pada kenyataannya masih banyak kasus TBC yang tidak terlaporkan seperti yang laporan JEMM.

Penemuan kasus secara aktif dilakukan oleh petugas atau kader dengan mendatangi rumah penderita TBC, untuk investigasi kontak (contact investigation). Para penghuni serumah yang telah terjadi kontak lama khususnya adalah para lanjut usia, anak bawah lima tahun, penderita gizi buruk, penderita sakit kronis dan lain lain, perlu dicurigai sebagai terduga TBC (suspect TB), bila ditemukan harus dirujuk ke puskesmas untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Petugas juga dapat memeriksa keadaan rumah pasien apakah memenuhi sarat pencegahan TBC dengan adanya kecukupan aliran udara, memberikan penyuluhan etika batuk dan lain lain, yang dapat bermanfaat untuk memutus mata rantai penularan. 

Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK), mengajak masyarakat agar memeriksakan diri bila menderita batuk lebih dari 2 minggu, hal tersebut juga sangat efektif dalam menemukan kasus TBC. Penemukan kasus secara aktif juga dapat dilakukan melalui skrining terhadap karyawan, sopir taksi, penghuni rumah yang direlokasi ke rumah susun, masyarakat yang tinggal didaerah kumuh padat, penghuni lapas/rutan, penghuni pondok, sebelum masuk perguruan tinggi dan lain lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun