Mohon tunggu...
Faidhil Akbar
Faidhil Akbar Mohon Tunggu... Seniman - Rebahan itu harus, belajar ya apalagi

Tetap hihihaha walau hati huhahuha

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Geer (1)

18 Maret 2020   16:15 Diperbarui: 18 Maret 2020   16:22 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.m.elwatannews.com

"Iya, nanti disana jangan sering makan sambel, jangan sering makan yang pedes-pedes. Makan nya dijaga, jangan sampe telat" pesan bapak dan ibuku karena tahu aku pernah sakit maagh.

Kurang lebih 3 bulan sudah aku menginjakkan kaki di negeri kinanah ini. Negeri dambaan para penuntut ilmu. Yang di dalamnya terdapat Universitas tertua ke-dua di dunia setelah Universitas Al-Karaouine, maroko. Universitas ini awalnya adalah sebuah masjid yang didirikan pada tahun 859 oleh seorang wanita bernama Fatima Al-Fihri dan berkembang menjadi salah satu Universitas terkemuka untuk bidang ilmu alam.

Sama halnya dengan Universitas Al-Azhar, Mesir. Sebagai Universitas tertua ke-dua di dunia. Dalam perkembangannya, Al-Azhar yang awalnya hanya jaami'(masjid) yang didirikan dinasti fatimiyyah pada tahun 970-972 dibawah komando jauhar as-shaqli dan hanya digunakan sebagai tempat ibadah serta pusat pembelajaran sastra dan literatur Islam Arab Sunni.

Seiring berjalannya waktu, Al-Azhar mengepakkan sayapnya untuk peradaban islam dunia sehingga menjadi kiblat ilmu atau dikenal dengan manarotu al-ilmi(menara keilmuan). Dilihat dari banyaknya alumni-alumni Al-Azhar yang menjadi da'i, cendikiawan muslim, filsuf islam, ahli tafsir dan lainnya. Berangkat dari situlah aku dan ribuan pelajar bersaing agar bisa merasakan belajar di Universitas Al-Azhar. Berharap kelak bisa menjadi seperti mereka dan bisa menebarkan manfa'at kepada dunia, terutama Indonesia tercinta.

"Masmuka?" tanya seorang ustadz kepadaku.

"Ana Faaidh" jawabku tenang.

"Limadza turiidu antaltahiqa bijaami'ati al-azhar?" tanya beliau

"Lianna jaami'at al-azhar huwa manaratu al-ilmi. Summa, idza kaana qiblatu al-muslimin fii as-sholaati hiya al-ka'bah faqiblatu al-muslimin fii al-ilmi hiya al-azhar" jawabku santai.

Sudah menjadi kodrat dan watak kebanyakan manusia  tidak sabar dalam perkara yang sebenarnya akan segera selesai atau rampung dengan sendirinya. "Dan kerap kali kita tidak sabar hanya karena kobaran ambisi di hati yang tidak diiringi dengan penyejukknya".  Hampir setiap hari, aku dan ribuan pelajar yang telah mengikuti tes wawancara seleksi timur tengah membuka website diktis kemenag. Berharap pengumuman hasil tes segera rampung. Selama itu pula kami dilanda cemas yang mendalam.

"Alhamdulillah, aku lulus seleksi bu" teriakku senang bercampur sedih dan bergegas menghampiri ibuku.

"Alhamdulillah, selamet yah nak. Ibu ikut senang" sahut ibuku sambil memelukku penuh kasih sayang.

Dari hampir 5000 orang pendaftar, hanya kurang lebih 1000 orang yang dinyatakan lulus, dan aku salah satunya. Aku sangat senang sekali, karena itu mimpiku sejak aku duduk dibangku kelas 1 SMA. Entah kenapa aku sangat ingin belajar di negeri kinanah, mesir. Mungkin, jika kalian tahu semua ini tidak mudah, kalian akan menyerah karena butuh proses yang cukup panjang. Selama kurang lebih 3 tahun, aku berkonsultasi dengan salah satu ustadzku dipondok yang kebetulan merupakan lulusan Universitas Al-Azhar Mesir. Darinya aku dapatkan banyak ilmu, informasi, kiat-kita belajar, seputar keadaan mesir dan masih banyak yang lainnya.

"Besok mau puasa ah, tapi sahur nya makan malem aja. Persiapan buat bulan Ramadhan. Kan katanya disini bulan Ramadhan pas lagi musim panas, dan musim panas katanya waktu magrib itu lebih lama" batinku.

Seperti biasa, aku dan semua calon mahasiswa Al-Azhar belajar di markaz syeikh zaayid sebagai persiapan pra kuliah di Universitas Al-Azhar. Dimulai pukul 08.00 waktu kairo hingga masuk waktu shalat dzuhur. Suara adzan ialah sebagai isyarat pertanda berakhirnya pelajaran. Hari ini tepatnya hari senin, aku mempunyai agenda di masjid Al-Azhar. Halaqah AL-Qur'an bersama masyaikh-masyaikh azhar.

"YaAllah lemes banget, semoga bentar lagi nyampe" batinku

Aku menuju masjid Al-Azhar menggunakan bis umum 24 jurusan hay sabi'-darrasah. Selama diperjalan aku berdiri santai menikmati hiruk pikuk dalam bis, karena aku berangkat pukul 14:30 bertepatan dengan waktu pulangnya mahasiswi Azhar. Dan bis yang aku tumpangi tersebut penuh dengan mahasiswi Azhar.

"Tafadhal ya hagg(sebutan untuk lelaki umur 40 ke atas)" aku mempersilahkan seorang kakek untuk duduk dibangku kosong sebelahku berdiri karena seorang bapak akan turun.

"Inta ijlis tafadhal" jawab kakek tadi malah mempersilahkan aku untuk duduk.

Dengan perasaan kaget, aku segera duduk karena memang saat itu aku lemas sekali. Aku mencoba untuk tidak sahur pagi, melainkan makan malam sebelum tidur. Aku ingin mencobanya, apakah aku kuat atau tidak. Benar saja, aku merasakan tubuhku lemas dan lunglai ditambah aku berdiri mulai dari depan halte sampai setengah perjalanan.

"Alhamdulillah yaAllah" batinku.

Tak hentinya mulutku mengucap syukur, karena do'aku terkabul hanya dengan hitungan detik. Dengan keajaiban yang tak aku sangka. Sebegitu sayangnya allah terhadap hambanya, dia ingin kemudahan bagi hambanya dan tidak ingin kesusahan bagi hambanya. Dari situ, aku paham dan mengerti bahwa "Jarak dan waktu itu berkesinambungan. Sedekat apa engkau dihadapan rabbmu, secepat itupula rabbmu kabulkan apa yang engkau butuhkan".

Walaupun aku belum bisa menjadi orang terdekatnya, namun aku bersyukur dapat merasakan nikmat dan mengambil hikmah dalam melaksanakan kegiatan yang allah sukai. Sesampainya aku di masjid Azhar, aku masih terus mengingat kejadian tadi. Entah hanya kebetulan atau memang allah mendengar doaku, aku tak tahu itu. Yang aku tahu, aku senang dan sangat bersyukur.

"Sanukmilu tahsiin ba'da as-sholaat magrib" ucap syeikh Ramadhan, guruku di halaqah qur'an. Karena sudah memasuki waktu magrib.

Tiba-tiba, ada seorang bapak-bapak menghampiri halaqah kami dengan membawa sebuah kantong plastik bening, berisikan seperti coklat. Aku tidak tahu pasti itu apa, yang jelas saat itu beliau mengahmpiri kami dan memberikan plastik tadi kepada guruku kami dan menyuruhnya untuk membagikan kepada murid-muridnya.

Betapa terkejutnya diriku, saat tahu itu adalah kurma. Dan kami dipersilahkan mengambilnya masing-masing. Aku sangat bersyukur sekali, karena dapat menahan lapar sementara perutku yang sudah memberontak ini. Walaupun hanya 2 biji kurma, aku merasakan kenyang. Mungkin ini yang dinamakan berkah. Lagi-lagi, aku geer bahwa allah mengabulkan doaku dan memberiku nikmat karena aku melaksanakan sunnahnya. Aku tidak hiraukan itu hanya kebetulan atau bukan, namun dari situ allah beri aku pelajaran bahwa "Allah berkehendak atas segala yang ia kehendaki".

"YaAllah, engkau yang maha pengasih lagi maha penyayang" batinku.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun