Mohon tunggu...
Fahrur Rozi
Fahrur Rozi Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Suka menulis dan hobi mendesain gambar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tradisi Memberi Gelar Haji dan Status Sosial dalam Lintas Sejarah di Indonesia

2 Mei 2023   11:06 Diperbarui: 2 Mei 2023   11:23 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Haji yang mabrur dapat diperoleh jika pertama, tumbuh rasa kepedulian sosial yang tinggi, dalam hal ini lebih mengedepankan kepentingan umum dari pada kepentingan dirinya sendiri. Bahkan pada tingkatan yang lebih tinggi lagi yaitu rela memberi kebutuhan orang lain padahal dirinya pun sangat membutuhkan sesuatu yang diberikanya itu. 

Kedua, perilaku dan ucapan yang santun, tidak menyakiti hati orang lain agar menciptakan rasa keharmonisan dalam bersosial. 

Ketiga, memiliki kegairahan beribadah setelah pulang berhaji seperti semakin rajin shalat berjamaah, bersedekah dan perbuatan baik lainnya. 

Keempat, menciptakan suasana damai dalam keharmonisan sosial baik dalam keluarganya maupun lingkungan bermasyarakat. 

Kelima, tidak melakukan berbuatan dosa baik dosa besar ataupun kecil, jika hilaf maka akan segera bertaubat. Melakukan haji bukan hanya ingin mendapatkan gelar haji saja namun harus mengaplikasikan hasil dari ibadah hajinya dalam kehidupan sosialnya agar mendapat haji yang mabrur.

Dari semua paparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa menjalankan ibadah haji merupakan ibadah yang sangat diimpikan oleh semua umat islam. 

Khususnya muslim di indonesia memposisikan seorang yang telah melaksanakan ibadah haji pada status sosial yang lebih tinggi, salah satunya dengan memberi gelar "haji" pada nama depannya. Itulah fenomena pemberian gelar haji yang hanya terjadi di negara indonesia saja, namun terkadang mereka jarang yang mengetahui arti dari haji tersebut, sudah berhaji tapi ibadah dan tingkah lakunya masih sama bahkan lebih buruk. 

Sejarah pemberian gelar haji di indonesia ini tidak bermula ketika awal islam masuk ke indonesia, hal ini dibuktikan dengan nama-nama tokoh seperti Fakir Muhammad dan Syekh Ismail di kerajaan samudra pasai, Syekh Maulana Malik Ibrahim sesepuh Walisongo, Syekh Siti Jenar penyebar islam tanah jawa mereka yang tidak memakai gelar haji. Namun gelar haji ini bermula pada masa Sultan Pageran Ratu (159-1647) banten, ketika itu memberikan tugas kepada Lebe Panji, Tisnajaya dan Wangsaraja untuk pergi haji sekaligus menyakan isi keterangan dari kitab Markum, Muntahi, dan Wujudiyah kepada sultan di makkah. 

Setelah itu mereka bertiga menyandang gelar Haji Jayasanta dan Haji Wangsaraja, sedangkan Lebe Panji tidak diceritakan. Sejak saat itulah gelar haji bermula dan akhirnya sampai saat ini gelar "haji" masih digunakan, gelar tersebut diberikan karena salah satu bentuk penghormatan dari masyarakat serta memberikan motifasi agar selalu berbuat kebaikan dan mendapat haji yang mabrur.

Menurut Seno Hadi Sumitro untuk mendapat haji mabrur ada empat faktor yaitu tidak syirik, ikhlas karena Allah, selalu ingat Allah, dan istiqamah dalam takwa. Menyandang haji mabrur sedikit seorang yang mampu mendapatkanya, moralitas yang buruk seperti riya' atau pamer, sombong merasa mulia, dan rasa ingin lebih dihormati menjadi penghalang. Jika seorang haji sudah mampu memiliki rasa kepedulian sosial, perilaku yang baik, rasa semangat beribadah, mampu menciptakan suasana yang damai, dan tidak melakukan dosa berarti ia akan memperoleh haji yang mabrur. 

Ibadah haji bukanlah sekedar mendapatkan gelar saja, akan menjadi sia-sia jika tidak memberikan efek yang baik dalam diri individu seorang haji. Gelar yang malah membuat seorang lalai terhadap manisnya buah dari ibadah, ibadah haji yang seharusnya mendapatkan feedback derajat yang mulia malah menjadi sesuatu yang buruk dan mendatangkan kemurkaan Allah dan kebencian oleh masyarakat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun