Mohon tunggu...
Fahrurozi Umi
Fahrurozi Umi Mohon Tunggu... Penulis - Alumni Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir, Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir.

Penulis pernah menempuh pendidikan Sekolah Dasar di MI al-Khairiyyah, Panecekan. Dan melanjutkan ke tingkat Sekolah Menengah Pertama di Mts al-Khairiyyah, Panecekan. Kemudian meneruskan jenjang studi di Pondok Pesantren Modern Assa'adah, Cikeusal. Dan penulis lulus dari Universitas al-Azhar, Kairo pada tahun 2022.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Marx, Harta dan Hamka

16 Februari 2024   18:49 Diperbarui: 16 Februari 2024   18:52 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pewartanusantara.com

Jiwa mesti selalu dijaga kebersihan dan kesuciannya. Pokok pangkal kebersihan dan kesucian itu ialah bahwa semuanya ini kepunyaan Allah, tidak aku yang empunya. Aku hanya diberi kesempatan mengambit faedah dari harta kepunyaan Allah itu. Sebab itu maka zakat atau sedekah adalah satu di antara lima tiang (rukun) Islam.

Sayid Rasyid Ridha -tulis Hamka- di dalam tafsinya al-Manar menulis konsepsi pokok-pokok perbaikan mengenai soal hartabenda dalam Islam:

  • Islam mengakui milik peribadi, dan melarang memakan harta manusia dengan jalan yang batil.
  • Dilarang melakukan Riba dan segala macam perjudian.
  • Dilarang menjadikan hartabenda hanya beredar di tangan orang-orang yang kaya saja. Belum pemah terjadi suatu zaman yang peredaran harta hanya beredar di tangan orang-orang kaya saja sebagai yang terdapat dalam bangsa-bangsa Barat sekarang ini, dengan adanya peraturan Bank, dan perkongsian-perkongsian dan spekulasi, yang semuanya ini telah menimbulkan berontaknya kaum buruh kepada kaum modal. Lalu Karl Marx mengajarkan pertentangan kelas.
  • Orang-orang bodoh dan goblok yang tidak pandai mengatur harta benda sendiri sehingga bisa hancur licin-tandas, yang membawa rugi bagi dirinya sendiri dan ummatnya, tidaklah boleh memegang harta itu, melainkan dikuasai oleh penguasa.
  • Wajib mengeluarkan zakat. Pada mulanya di zaman Makkah, zakat adalah sebagai anjuran keras saja, sebagai alamat iman, dipungut dan dibagikan secara isytirakiyah, gotong-royong (Sosialisme). Tetapi setelah Islam berbentuk sebagai suatu kekuasaan, maka diadakanlah punguntan paksa. 

Maksud lsytirakiyah atau Sosialisme zaman Makkah itu ialah, kalau terdapat suatu Jamaah Islamiah yang terkurung (terisolir) di suatu tempat, yang di sana berkumpul yang kaya dengan yang miskin, wajiblah hukumnya atas yang kaya tadi menjamin seluruh hidup yang miskin itu. Yaitu apabila zakat yang telah tertentu tidak mencukup buat hidup si miskin itu.

  • Islam mengatur zakat yang tertentu itu ialah dua setengah persen untuk emas, perak dan pemiagaan. Dan sepersepuluh atau seperlima (sepuluh persen dan lima persen) dari hasil pertanian makanan pokok. Demikian pula zakat binatang temak yang telah ada ketentuannya di dalam kitab-kitab Fiqh.
  • Perbelanjaan (nafaqah) isteri dan keluarga kerabat adalah wajib.
  • Wajib membela orang yang kesukaran, dari bangsa apapun dan agama apapun. Wajib membert makan dan penginapan tetamu yang datang dari negeri lain, kalau dia datang minta diterima, karena tidak ada tempat bermalam atau penginapan. Kecuali terhadap penjahat yang tengah dicari polisi atau orang yang tengah memerangi kaum Muslimin.
  • Menjadi Kaffarah, yaitu dengan keagamaan karena berbuat suatu dosa tertentu. (Misalnya Zhihar, yaitu menyerupakan punggung isteri dengan punggung ibu. Bersetubuh siang hari Ramadhan dan lain-lain dengan syarat-syaratnya tersendiri pula).
  • Selalu dianjurkan dan dipujikan memperbanyak sedekah Tathawwu' (derma, hibah, hadiah dan sebagainya).
  • Dicela keras boros, royal dan tabdzir (berfoya-foya). Dicela keras bakhil, kedekut, kikir, sempelit. Dinyatakan bahwa semuanya itu menyebabkan kehancuran dan keruntuhan, baik untuk diri orang seorang ataupun umat, ataupun negara.
  • Dibolehkan (Ibaahah) berhias, berharum-harum dengan rezeki yang baik (halal), dengan syarat jangan boros dan menyombong, yang akan membawa kepada penderita penyakit bagi diri, atau membuat harta jadi punah, dan menimbulkan dengki, permusuhan dan segala gejala penyakit masyarakat. Dan keizinan berhias berindah-indah yang seperti tersebut itu adalah salah satu dari sebab meningkatnya kekayaan (produksi).
  • Dipuji orang yang ekonomis dan sederhana di dalam memberi nafaqah untuk diri sendiri dan keluarga.
  • Orang yang kaya tetapi bersyukur dipandang lebih utama daripada orang miskin yang sabar. Dipujikan lagi bahwa tangan yang di atas (memberi) lebih mulia dari tangan yang di bawah (menerima pemberian). Dan amal kebajikan yang merata manfaatnya bagi banyak orang, lebih afdhal daripada amalan-amalan yang manfaatnya hanya terbatas kepada yang membuatnya. Dan dijadikan pula suatu sedekah jariyah (Waqaf) sebagai suatu sumber pahala yang tidak putus-putus.

Di tanah air kita Indonesia pemah terjadi suatu hal yang mengerikan, yaitu bertambah mendalamnya pengaruh kaum Komunis, sehingga nyaris mereka merebut pemerintahan dengan kekerasan. Sebelum perebutan kekuasaan yang dapat digagalkan itu mereka lakukan, banyak orang di luar negeri menjadi heran, mengapa di negeri yang penduduknya 105 juta dan 90 persen pemeluk Islam, Komunis dapat mencapai pengaruh sebesar itu? 

Tentu cepat bisa dijawab, pengaruhnya itu terlebih besar ialah pada daerah yang Agama lslamnya hanya nama, dan masyarakat lslamnya tidak menjalankan pokok-pokok yang didaftarkan di atas tadi. Tetapi setelah dijalankan penumpasan dari pihak Angkatan Bersenjata Republik Indonesia bersama dengan seluruh rakyat, maka pihak-pihak Komando Penumpasan mengakui terus-terang bahwa pekerjaan mereka menumpas bahaya itu berjalan dengan lancar pada daerah-daerah yang di sana agamanya kuat.

Niscaya bahaya besar itu tidak akan terulang lagi apabila Ummat Islam dengan sadar menjalankan dan mempraktekkan ajaran agamanya, sebagai 14 pokok yang diuraikan di atas itu. Sebab tidak ada di antara kita yang merasa diri Ummat Islam yang tidak cemas kalau-kalau hal yang ngeri itu berulang kembali. Maka untuk membendungnya tidak lain ialah mengamalkan ajaran agama dengan kesadaran, apatah lagi jika diperkuat oleh negara (Hamka, 2001: 2110-3117).

Daftar Rujukan:

  • Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: Rajawali Press, 2005.
  • Hamka, Tafsir Al-Azhar, Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, 2001.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun