Aku tau kamu.
Aku kenal siapa dirimu.
Aku paham gerak-gerikmu.
Dan aku hafal apa yang kau suka dan tidaknya.
Mengapa dirimu? Apa yang telah kamu perbuat?Â
Aku serasa terpenjara. Tatkala hening menyeka ramaiku, bayangmu selalu setia menemani, dan ketika kusenyak dalam bising, kau pun turut setia memeluk anganku.
Angin laut yang mengempas ombak di pesisir kini tak sanggup membutakan kedua mataku. Aku tetap menerka parasmu yang gemulai tiap kali mataku memandang segala yang tercipta.
Pernah kujumpai sepasang insan di bibir pantai yang tengah memadu kasih, tapi getirnya, khayalku memaksamu tuk mencumbu diriku di sana.
Apa yang kau adukan malam tadi? Lekas-lekas semesta menyabdakan padaku apa yang kau rasakan sedang dirimu tak mampu menghantarnya.
Apa yang kau risikkan pada dedaunan itu? Alih-alih menaungiku dari terik matahari, gerisiknya nan kian bergaduh sahaja menertawakanku yang sedang terjerembap oleh pesonamu.
Mengapa engkau amat berupaya membuka jeruji yang kian lama membelengguku? Padahal aku sangat yakin itu akan benar-benar menyakitimu. Sungguh, aku tak sanggup melihat mata kecilmu itu menitikkan kesedihan. Begitu pun aku tak berdaya menyaksikan senyum sipumu redup karena terhentak oleh kenyataan hidupku nan pahit dan ambisi yang memperdaya.
Terima kasih duhai seorang yang telah tulus membagi cintanya denganku dan selalu membersamaiku dalam setiap mimpi.
Terima kasih sudah memberiku kesempatan tuk mengenal lagi apa itu cinta.
Tanjung Lesung, Selasa 16 Januari 2024 M.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI