Adapun alasan terkuat mereka yang berpendapat keseluruhan riwayat dalam kitab al-Kafi itu sahih, adalah memerhatikan metode ulama klasik, yang di dalamnya mereka tidak memuat hadis dalam kitab hadis dengan model Jami' (himpunan) sebelum merasa yakin akan kesahihannya. Sehubung dengan alasan ini, mesti dikatakan bahwa kendatipun metode ulama klasik begitu adanya, namun hal tersebut bagi ulama kontemporer yang tidak mengetahui seluruh bukti/indikator (qarinah) yang tersedia pada masa Kulaini, tentu hal tersebut tidak dapat memberikan arti apa-apa; karena menurut pandangan ulama kekinian dalam menentukan kesahihan hadis, memerhatikan sanad lebih utama daripada matan.
Apabila kita abaikan pandangan ulama kontemporer, menurut parameter ulama klasik juga beberapa riwayat al-Kafi tidak dapat diterima karena riwayat-riwayat tersebut bertentangan dengan kandungan al-Qur'an. Dan mengukur riwayat dengan al-Qur'an merupakan suatu metode yang disepakati oleh mazhab Ahlusunah dan Syi'ah.
Pada bagian Ushul al-Kafi, terdapat riwayat-riwayat yang bermuatan ghuluw (berlebih-lebihan sampai melampaui batas-batas yang ditetapkan oleh Agama) menyangkut kedudukan para imam mazhab Syi'ah dan terjadinya distorsi dalam al-Qur'an. Lebih dari itu, di dalam bab Hujjah terdapat riwayat-riwayat yang darinya dapat disimpulkan bahwa para imam Syi'ah berjumlah sebelas orang. Sudah barang tentu riwayat-riwayat seperti ini tidak dapat diterima karena berlawanan dengan prinsip-prinsip akidah dalam mazhab Syi'ah. Para perawi seperti itu mayoritas berasal dari golongan Syi'ah Ghulat dan para pendusta. Karena adanya beberapa riwayat yang daif di dalam kitab al-Kafi. Sementara kritikus -baik dengan tujuan tertentu ataupun karena memang tidak tahu- menyerang habis-habisan pribadi Kulaini dan bahkan menolak seluruh riwayat al-Kafi. Mereka seakan lupa bahwa dalam setiap kitab hadis yang menggunakan model Jami' (himpunan) yang terhimpun di dalamnya hadis-hadis denan predikat sahih, tetap saja ditemukan beberapa riwayat yang daif, dan itu wajar. Realita ini pun telah dikaji dan diakui oleh para peneliti -baik dari mazhab Syi'ah maupun Ahlusunah-. [Lebih lanjut lihat: Majid Ma'arif, Tarikh-e Umumi_ye Hadits, terj. Abdillah Mushthafa, Sejarah Hadis, (Jakarta: Nur Al-Huda), Cet. I, 2012, hal. 462-467].
Disadur dari naskah buku "Prostitusi Syar'i" yang ditulis oleh penulis artikel sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H