Lantas, bagaimana kekuasaan masyarakat muslim ? Apakah masih ada ? Di mana ? Sesungguhnya masyarakat lslam yang sebenarnya yang terbangun atas landasan Islam dalam segi aqidah, sekarang ini tidak ada lagi. Kalau masyarakat muslim dengan gambaran dan bentuknya yang seperti itu sudah tidak ada, maka keluarga muslim tetap harus diwujudkan, sehingga dengan demikian dapat diharapkan menutup sebagian kekurangan yang diakibatkan oleh tidak adanya masyarakat islami yang utuh.
Kalau masalah keluarga ini pun kita abaikan, akan terwujudlah suatu keluarga yang terdiri dari ibu yang tidak beragama Islam dan si ayah yang tidak mempedulikan apa yang diperbuat putera-puterinya serta isterinya. Kalau sudah demikian, maka ucapkanlah selamat tinggal kepada Islam.
Dari sini tahulah kita bahwa "kawin dengan wanita non-Islam" pada zaman kita sekarang ini harus dicegah untuk mengantisipasi berbagai macam bahaya dan dampak negatif, sedangkan "menolak mafsadah/kerusakan harus didahulukan daripada menarik maslahah."
Pencegahan itu tidak boleh ditolerir kecuali karena darurat yang memaksa atau kebutuhan yang mendesak, yang kebutuhan/kebolehan ini juga diukur sesuai dengan kadarnya.
Mengawini wanita non-muslimah, menurut sebagian pendapat, seperti dijelaskan di atas, memang boleh. Namun, mengawini wanita muslimah adalah lebih patut dan lebih utama dilihat dari pelbagai segi. Tidak diragukan lagi bahwa kesesuaian antara suami dan isteri dalam segi agama lebih dapat membantu untuk mewujudkan kehidupan yang bahagia, bahkan kalau sama dalam pola pikir dan mazhab itu lebih utama lagi.
Lebih dari itu, lslam tidak memandang cukup hanya sekadar kawin dengan wanita muslimah yang komitmen pada agamanya, karena dia lebih berkeinginan untuk memperoleh ridha Allah, lebih menjaga hak-hak suami, dan lebih dapat menjaga dirinya, hartanya, dan anak-anaknya.
Sehubungan dengan ini, Rasulullah saw. bersabda:
"Maka pilihlah wanita yang konsisten pada agamanya, niscaya beruntung." (HR. Bukhari). -Allah A'lam-
Diterjemahkan dari kitab:
- Fatawa Mu'ashirah, Penulis: Dr. Yusuf al-Qardhawi, Penerbit: Dar al-Qalam. Kuwait. 2017.