ANALISIS FILM "MEREKA BILANG, SAYA MONYET!" SEBAGAI BAGIAN TUGAS
DARI MATA KULIAH KAJIAN KESUSATRAAN
Judul Film : MEREKA BILANG, SAYA MONYET!
Penulis    : Djenar Maesa Ayu
Sutradara  : Djenar Maesa Ayu
Tanggal rilis : 28 Desember 2007
Analisis Film "Mereka Bilang, Saya Monyet!" Menggunakan Pendekatan Pragmatisme
Di samping pendidikan formal di sekolah, pendidikan keluarga pada anak, menjadi hal terpenting yang dapat mempengaruhi perkembangan anak nanti saat ia menginjak usia remaja atau pun usia dewasa. Anak akan tumbuh menjadi manusia yang sebenar-benarnya manusia jika didikan dari keluarga, terutama orang tua benar-benar sesuai dengan yang seharusnya.
Seperti dalam film "Mereka Bilang, Saya Monyet!" yang merupakan adaptasi dari buku yang berjudul sama, karya Djenar Maesa Ayu. Film tersebut mengisahkan tentang seorang anak, bernama Adjeng yang pada masa kecilnya kurang akan perhatian dari kedua orang tuanya dan berakibat pada kelakuan buruk di usia dewasa.Â
Adjeng selalu dihantui dengan bayang-bayang masa lalunya saat ia mendapatkan pelecehan seksual dari ayah tirinya serta sikap ibunya yang terlalu protektif. Oleh karena itu, di depan ibunya, Adjeng sangat menurut terhadap ibunya tetapi jika di luar dia berubah menjadi wanita yang "liar".
Bagi penulis, permasalahan tersebut merupakan permaslahan yang menarik untuk dikaji dengan pendekatan pragmatik.
Wahyudi menyatakan bahwa pendekatan pragmatik adalah pendekatan kajian sastra yang menitkberatkan kajiannya terhadap peranan pembaca dalam menerima, memahami, dan mengkhayati karya sastra (2008, hal.190).Â
Lalu menurut Yudiono memaparkan bahwa pendekatan dalam kritik pragmatik menelaah manfaat karya sastra bagi masyarakat atau publik pembaca seperti menyeangkan, menghibur, atau mendidik (2009, hal.44). Simpulan penulis, pragmatik memandang suatu karya sastra itu melalui seberapa bermanfaatkah karya itu bagi pembaca.
Dalam film "Mereka Bilang, Saya Monyet!" penulis melihat bahwa adanya permasalahan yang dialami oleh tokoh Adjeng saat ia masih kecil. Masalah tersebut timbul karena kurangnya perhatian dari kedua orang tuanya, ibunya seorang penyanyi yang jarang berada di rumah jika ada panggilan untuk menyanyi, ayahnya sibuk dengan pekerjaannya sendiri.Â
Hal ini megajarkan kepada masyarakat, bahwa sebagai orang tua, wajib hukumnya mengutamakan perhatian dan kasih sayang terhadap anak karena dapat berdampak pada perkembangan psikologis anak.
Di hadapan anak, sebaiknya orang tua menjaga rapat konten-konten yang tidak pantas bagi anak-anak tetapi juga harus memperkenalkan hal-hal tersebut kepada anak secara perlahan. Dalam film ini, tergambar bahwa konten-konten yang hanya pantas untuk orang dewasa ternyata diketahui oleh anak, Adjeng yang saat itu masih SD melihat saat ibunya dengan ayah tirinya melakukan hubungan seksual.
Dari hal-hal tersebut, Adjeng tumbuh menjadi wanita yang tidak seperti pada umumnya, dia memacari penulis senior agar popularitasnya sebagai penulis dapat meningkat. Rokok, alkohol, dan diskotik menjadi hal yang tidak asing lagi bagi dia. Setiap malam, ia pergi ke diskotik bersama teman-temannya yang ternyata mempunyai permasalahan yng sama dengan dirinya.Â
Perilaku Adjeng yang seperti itu merupakan pemberontakan yang ia lakukan terhadap masa lalunya. Dari sini kembali masyarakat harus mengerti cara mendidik anak agar kelakuan mereka tidak menyeleweng dari norma-norma yang berlaku.
Kesimpulan
Seperti yang telah dipaparkan di atas, pendekatan pragmatik memandang bahwa karya dikatakan berhasil jika dapat memberikan pelajaran bagi pembaca. Dalam film "Mereka Bilang, Saya Monyet!" membrikan pelajaran kepada masyarakat bahwa jangan terlalu protektif dalam mendidik anak, namun juga jangan terlalu memanjakan anak karena itu merupakan faktor-faktor penentu seperti apa perilaku anak di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H