14 tahun yang lalu, pada tanggal 29 Mei tahun 2006, tragedi blow out terjadi pada pengeboran Sumur Banjarpanji 1, yang terletak di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Perut bumi seperti bisul yang meletus, namun yang dikeluarkan bukanlah nanah namun lumpur panas bercampur gas yang kemudian ternyata semakin tidak terkendali.
Tidak sampai satu semester, lumpur lapindo sudah menenggelamkan sebagian area pemukiman, pertanian, dan industri di tiga kecamatan, yaitu Porong, Tanggulangin, dan Jabon.
Sebanyak empat desa di lahan seluas 400 hektare (ha) terdampak langsung dari semburan lumpur panas itu.
Pada tanggal 8 Septemper 2006, terbit Keppres No 13 tahun 2006, tentang pembentukan Tim Nasional Penanggulangan Semburan Lumpur Di Sidoarjo, yang diketuai oleh Menteri ESDM.
Tim ini bertugas memikirkan tentang upaya penyelamatan penduduk di sekitar daerah bencana, serta memperhitungkan resiko yang paling kecil bagi lingkungan hidup.
Hasilnya, pada tanggal 22 Maret 2007, Â Peta Area Terdampak berhasil dirampungkan oleh Tim, peta tersebut punya peranan penting dalam penanganan tragedi tersebut dikemudian hari
Menimbang luasnya dampak semburan lumpur Sidoarjo mka pada 18 April 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS).
Diharapkan dengan adanya BPLS maka persoalan lumpur lapindo dapat ditangani melalui kebijakan nasional yang lebih komprehensif.
Kemudian Perpres BPLS itu ternyata harus diubah hingga lima kali, hal ini sebagai akibat dari kondisi semburan yang tak kunjung henti.