Mohon tunggu...
Fahrul Rizal bin Iskandar
Fahrul Rizal bin Iskandar Mohon Tunggu... Administrasi - Peminat Sejarah Kuno

Dilahirkan dan menyelesaikan pendidikan sampai lulus SMA di Banda Aceh, melanjutkan pendidikan S1 Teknik Perminyakan di Yogyakarta kemudian memperoleh kesempatan kembali ke Banda Aceh untuk menyelesaikan S2 Ilmu Ekonomi dengan beasiswa Bappenas. Peminat sejarah peradaban manusia, memiliki perhatian khusus pada sejarah peradaban Islam dan Nusantara.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Seruan Berbahasa Daerah dengan Warisan Utama Budaya Aceh

2 September 2019   11:42 Diperbarui: 2 September 2019   12:10 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Surat Izin Niaga bagi Kapten Middleton dari Sultan Aceh pada Tahun 1602 (Sumber: library.lontar.org)

Surat Edaran Wali Kota Lhokseumawe nomor 050/33 yang sudah disebarkan kepada seluruh jajaran di wilayah administratifnya hingga sampai ke lembaga pendidikan dan para keuchik (kepala desa) masih menjadi perbincangan hangat hingga tulisan ini disusun.

Isinya lebih kurang merupakan himbauan untuk membiasakan dan membudayakan pengunaan bahasa Aceh yang merupakan unsur utama kebudayaan daerah. Lalu juga menggalakkan penggunaan bahasa Aceh dengan lisan dan tulisan terhadap surat menyurat yang sifatnya internal pada setiap hari Jumat.

Upaya menjaga bahasa Aceh sebagai bahasa daerah adalah suatu hal yang patut diapresiasi, pasalnya Kepala Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Prof. Dadang Sunendar pernah mengatakan bahwa terdapat 11 bahasa daerah di Tanah Air yang dikategorikan punah, empat bahasa kritis, 22 bahasa terancam punah, dua bahasa mengalami kemunduran, 16 bahasa dalam kondisi rentan punah, dan 19 bahasa berstatus aman.

Pelestarian bahasa dan sastra daerah merupakan bagian dari pembangunan yang berkelanjutan di bidang pendidikan. Menurut Unesco (United Nations Educational Scientific and Cultural Organization), keanekaragaman bahasa dan multilingualisme dapat menjadi bagian integral untuk mendukung pembangunan berkelanjutan, yaitu mendorong pendidikan berkualitas dan merata, dan pendidikan sepanjang hayat.

Data Unesco  mengungkapkan keanekaragaman bahasa semakin terancam, karena semakin banyak bahasa yang hilang. Setiap dua minggu rata-rata satu bahasa hilang di dunia. Hal itu setara dengan hilangnya warisan budaya dan intelektual bangsa itu sendiri.

Untuk itu edaran Wali Kota Lhokseumawe ini haruslah dimaknai sebagai upaya warisan budaya dan intelektual bangsa melalui pelestarian bahasa daerah. Namun demikian bahasa Aceh secara khusus pada kenyataannya tidaklah mewakili keseluruhan identitas Aceh itu sendiri.

Terdapat bahasa Melayu kuno, yang merupakan bahasa pengantar alias lingua franca sebagai bagian utama dari warisan budaya Aceh. Pembelajaran terhadap bahasa ini sangatlah penting, karena naskah-naskah di era kesultanan yang menjadi warisan intelektual tersebut ditulis dalam bahasa Melayu kuno. Sedangkan bahasa Aceh sejatinya sejak dahulu hanya menjadi bahasa tutur bukan sebagai bahasa tulisan.

Salah satu buktinya adalah surat izin niaga yang berikan oleh Sultan Alauddin kepada seorang pedagang Inggris. Pada tahun 1601, Sir Henry Middleton menemani Sir James Lancaster melakukan pelayaran yang pertama ke Indonesia atas nama East India Company, yang waktu itu baru saja didirikan. Tiba di Aceh, pada bulan Juni tahun 1602 Middleton diangkat sebagai kapten kapal Susan, dan dari Aceh ia diperintahkan ke Pariaman. 

Di daerah itu Middleton mendapatkan muatan lada dan cengkeh, serta tiba kembali ke Inggris pada tanggal 21 Juni 1603 dengan membawa keuntungan besar bagi East India Company.

Petikan surat tersebut apabila ditransliterasikan dari huruf Jawi ke huruf Latin adalah sebagai berikut:

"Dengan anugerah Tuhan sarwa alam sekalian, sabda yang maha mulia datang kepada segala panglima negeri dan pertuha segala negeri yang takluk ke Aceh. Ada pun barang tahu kamu sekalian, bahawa kapal orang Inglitir ini, kapitannya bernama Harry Middleton, asalnya kapal ini berlabuh di labuhan negeri Aceh; beberapa lamanya ia di sana, maka mohon dirinya ia berlayar ke Jawa. Jika ia memeli lada atau barang sesuatu, diberinya akan kamu dirham atau barang sesuatu. Yang orang Inglitir ini suhbat kita Raja Inglitir, maka kapitannya dan segala saudagarnya itu hamba pada Raja Inglitir. Yang hamba Raja Inglitir itu serasa orang kitalah; jika ia meli berjual dengan kamu yang dalam teluk rantau Aceh itu, dengan sebenar-benarnya jua. Maka surat simi yang kita karuniai akan dia ini, dengan dipohonkannya daripada kita, supaya ia jangan dicabuli segala orang teluk rantau kita. Maka jika ditunjukkannya kepada kamu sekalian simi ini, hendaklah kamu permulia; dan janganlah seseorang daripada kamu mencabuli dia. Inilah sabda kita kepada kamu sekalian. Wassalam."

Sebagian besar bahasa Melayu yang digunakan di dalam surat itu serupa dengan bahasa Melayu sekarang namun beberapa perkataan kini sudah mengalami perubahannya. Contoh:

sarwa = segala, sekalian, seluruh
pertuha = pertua ? ketua
Inglitir = Inggeris
kapitan = kapten (nakhoda kapal laut)
memeli = membeli
suhbat = teman, sahabat
meli berjual = berjual-beli
simi = surat izin niaga

Oleh karenanya bahasa Melayu kuno sebagai lingua franca adalah unsur utama dari warisan budaya Aceh, sepatutnya juga ikut didukung kelestariannya disamping bahasa tutur yang juga penting untuk di jaga keberadaannya. 

Apabila bahasa tutur hendak ditingkatkan menjadi bahasa tulisan maka dipastikan hal tersebut tidak akan sukses tanpa didukung dengan energi yang sangat besar. Sedangkan kemampuan membaca akasara Arab-Melayu saja sudah menjadi suatu yang langka pada generasi muda saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun