Restrukturisasi TNI dan kesempatan bagi perwira TNI untuk menduduki jabatan di kementerian atau lembaga yang membutuhkan sama sekali tidak terkait dengan doktrin dwifungsi ABRI. Karena rencana ini sejatinya dimaksudkan untuk menyalurkan perwira TNI yang memiliki kompetensi tertentu keluar struktur TNI agar dapat memperkuat kementerian atau lembaga tersebut. Sebelum persoalan ini mencuat kepermukaan pun sebenarnya payung hukum tetang hal tersebut sudah ada dan merupakan produk era reformasi. Kiranya kita tidak perlu membenturkan tujuan reformasi dengan agenda Restrukturisasi TNI.
Berpedoman pada Pasal 32 ayat (1), Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2010 tentang Administrasi Prajurit Tentara Nasional Indonesia, yaitu: Jabatan di luar struktur TNI pada instansi sipil yang dapat diduduki oleh Prajurit aktif adalah jabatan pada kantor yang membidangi Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam), Pertahanan Negara, Sekretariat Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung, serta instansi lain yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
Namun demikian, PP No 39 Tahun 2010 sepatutnya sudah cukup menjadi dasar untuk menjalankan rencana Restrukturisasi TNI tanpa perlu kiranya menunggu apakah revisi UU TNI itu diterima atau ditolak.Â
Sepanjang berpedoman pada tata cara pembentukan peraturan perundang undangan, pemerintah dapat menetapkan jenis instansi lain yang membutuhkan keahlian tertentu yang dimiliki oleh perwira TNI untuk kemudian dapat diduduki oleh Prajurit Aktif.
Sisi positif dari kekaryaan TNI di luar struktur TNI (sipil) bagi kementerian atau lembaga/instansi lainnya tentu dari penghematan biaya rekrutmen dan pengembangan SDM. Kemudian masyarakat umum pun akan merasakan manfaatnya ketika kehadiran anggota TNI di kementerian atau lembaga tersebut yang mampu meningkatkan kinerja organisasi yang dipimpinnya. Hal ini akan terwujud apabila penempatan anggota TNI benar-benar dilakukan dengan memperhatikan rekam jejak yang jelas sesuai dengan kebutuhan kementerian/lembaga/instansi yang dimaksud.
Jadi kekaryaan TNI pun tetap terbatas pada sektor yang membutuhkan dan selaras dengan keahlian dan teknologi kemiliteran, misalnya terkait dengan teknologi survei dan pemetaan, tentu sangat memungkinkan bagi para perwira topografi TNI untuk dikaryakan pada kementerian/lembaga/instansi lainnya yang bertugas melakukan survei dan pemetaan sehingga produk-produk topografi yang dihasilkan dapat akurat dan integrasi antara satu dengan lain.Â
Semoga proses Restrukturisasi TNI dapat berjalan sebagaimana mestinya serta dapat benar-benar membuktikan bahwa momok dwifungsi ABRI itu telah lenyap seiring dengan lenyapnya Orde Baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H