Mohon tunggu...
Fahrul Rizal bin Iskandar
Fahrul Rizal bin Iskandar Mohon Tunggu... Administrasi - Peminat Sejarah Kuno

Dilahirkan dan menyelesaikan pendidikan sampai lulus SMA di Banda Aceh, melanjutkan pendidikan S1 Teknik Perminyakan di Yogyakarta kemudian memperoleh kesempatan kembali ke Banda Aceh untuk menyelesaikan S2 Ilmu Ekonomi dengan beasiswa Bappenas. Peminat sejarah peradaban manusia, memiliki perhatian khusus pada sejarah peradaban Islam dan Nusantara.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Pilu Kuala Batu

21 Desember 2018   16:01 Diperbarui: 22 Desember 2018   21:36 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gambar Logo Kota Salem (sumber: https://jagadfakta.files.wordpress.com/2012/04/us-masal.jpg)

Alkisah bermula di hari yang cerah pada tengah bulan pertama tahun 1831, ketika Master Endicott dengan wajah berseri memerintahkan sang Kelasi Kepala kapal dagang Friendship of Salem untuk membuang sauh dimuka pantai Kuala Batu. Pikirnya pasti kapal yang dinakhodainya dengan panjang 31 meter dan tingginya 9 meter itu akan penuh dengan lada dan rempah-rempah seperti halnya James Monroe, Palmer dan Governor Endicott, tiga kapal dagang Amerika Serikat yang lebih dahulu tiba di perairan Aceh yang menghadap Samudera Hindia. 

Maklumlah, Raja Cut Ampon Muda berhasil membina sebuah bandar yang setiap tahunnya menampung hasil panen lada, cengkeh, pala, dan macam rempah-rempah yang tumbuh di wilayah Babahrot, Susoh, sampai ke Manggeng.

Walaupun Cut Ampon kedudukannya hanya setakat Uleebalang Kuala Batu tapi kepiawaiannya dalam menyebarkan berita akan keberadaan mutiara khatulistiwa di wilayah itu kepada para pedangang Amerika patut diacungkan jempol. 

Dengan tutur bahasanya yang memukau dan bagi hasil yang dijanjikan, kontan saja para pemandu melayu di Pulau Pinang dan Singapura senantiasa mewartakan pelabuhan Kuala Batu pada pedagang-pedagang asing yang singgah disana tak terkecuali para pedagang Amerika itu. "Grab your treasure in Quallah Battoo...!", begitulah teriak Tun Teja, timbalan Syahbandar Pulau Pinang, saat memandu Friendship of Salem keluar dari pelabuhan.

Pada Logo Pemerintah Kota Salem terdapat sosok pria Aceh dan tulisan latin "Divitis Indiae Usque Ad Ultimum Sinum" yang artinya "TO THE FARTHEST PORT OF THE RICH EAST"  atau "Ke bandar terjauh yang memiliki kekayaan di Timur"

Pikir Cut Ampon pastinya dia tidak dapat mengharap banyak pada Sultan Muhammad Syah yang bertahta di Banda Aceh. Bagaimana tidak, sang Sultan yang sakit-sakitan akibat kegemarannya menghisap opium itu tak ubah bagai boneka perlambang kekuasaan para walinya. 

Pemerintahan sebenarnya ada pada para wali Sultan, dan mereka tak akan rela bila terdapat Uleebalang dari keturunan wangsa sebelumnya tampak lebih cerdas dan inovatif dalam upaya membangun Kesultanan ini. Wajar saja mungkin menurut Cut Ampon karena apabila ditelisik moyangnya masih bertalian dengan Sultan Buyung dari wangsa Indrapura yang memerintah jauh sebelumnya pada tahun 1568. Apapun itu, Cut Ampon tidak mempersoalkan siapa yang akan ditahtakan menjadi Sultan karena perhatiannya hanya untuk membangun Kuala Batu.

Gaya Cut Ampon Memerintah
Memang benar bila dikatakan bahwa para administrator terbaik pada masa Cut Ampon kebanyakan mereka yang telah pulang belajar dari Turki Usmani ataupun pada para ahli di wilayah British-India yang telah ditempa oleh orang Inggris itu sendiri. 

Buktinya, para wali Sultan di Kuta Raja lebih mempercayai orang-orang keturunan Arab yang pernah bekerja pada pemerintah Turki Usmani dari pada anggota keluarga sendiri, bahkan konon kabarnya, Cut Ampon mendengar bahwa ada keturunan India yang cuma bekas pegawai rendahan di pemerintahan Inggris mendapat kuasa besar dalam urusan luar negeri Istana Dalam. Tetapi Cut Ampon jelas punya gaya sendiri dalam urusan administrasi.

Berdasarkan pengalaman pribadinya sewaktu menakhodai kapal barang dari Samudera Hindia ke Selat Malaka, Cut Ampon berhasil menjalin hubungan dengan orang-orang sekufu dengan dirinya di Pulau Pinang, Dumai, Lingga, Tiku, Pariaman, Sibolga, dan banyak negeri lainnya. 

Di antara teman-teman yang menemani dirinya selama pelayaran itu pun banyak yang akhirnya memutuskan untuk menjadi warga Kuala Batu karena Cut Ampon mengkaryakan mereka dalam pemerintahannya. 

Sebut saja Aman Ane, putera Negeri Antara, kepandaiannya bergulat dan kecepatan tangannya saat bertarung menggunakan senapan pemuras disanding dengan pisau lopah telah mengantarkan dirinya berkali-kali menjadi penyebab selamatnya nyawa Cut Ampon, saat itu mereka biasa bertarung dengan perompak Siam di mulut Selat Malaka tepatnya dibagian timur laut Pulau Weh. 

Ada juga Utoh Jeumpa, putera Peusangan yang ahli teknik perkapalan itu, dengan tangan dinginnya kapal mereka tak perlu repot-repot merapat ke pantai bila butuh perbaikan kecil setelah kegaduhan reda di tengah lautan. 

Tak ketinggalan pula A Ceng Peunayong, putera Kuta Raja keturunan Guangzhou yang setia mencatat buku laba-rugi Cut Ampon hingga muatan kapal mereka dikosongkan di Kuala Batu.

Teman-teman seperjuangannya itu didudukkan pada jabatan penting dalam pemerintahan negeri Kuala Batu. Aman Ane yang perkasa diangkat menjadi panglima laskar negeri dengan gelar Pang Ulee Batee, Utoh Jeumpa diberi gelar Syahbandar Kuala setelah ditabalkan sebagai kepala pelabuhan, dan A Ceng pun diangkat menjadi kepala akuntansi negeri dengan gelar Bendahara Raja. Dalam benak Cut Ampon lengkaplah sudah alat negeri yang dimilikinya untuk dapat mengatur perdagangan dengan orang Amerika itu.

Kelihaian Pedagang Amerika Serikat
Pedagang Amerika yang berpetualang ke Kuala Batu adalah mereka yang hidup di Kota Salem, Massachusetts, Pantai Utara Amerika Serikat yang menghadap Samudera Atlantik dengan Benua Afrika di sebelah tenggara. 

Dua tahun sebelum Master Endicott berlabuh di Kuala Batu, Amerika Serikat mulai di pimpin oleh Presiden Jackson, seorang pahlawan perang, ahli hukum dan juga ahli militer, pernah berkiprah di ketentaraan dengan pangkar Mayor Jenderal dan telah dua kali menjadi Senator sebelum menjadi Presiden ke tujuh dari negara modern yang baru berdiri di tahun 1776 itu.

Secara administrasi maka tak perlu kiranya kita berkilah bahwa Amerika Serikat saat itu bukanlah lawan sepadan bagi tiap-tiap Kerajaan di Tanah Melayu apalagi hanya setingkat negeri seperti Kuala Batu. 

Setiap kapal yang keluar dari pelabuhan tak terkecuali dari Kota Salem, telah disiapkan alat negara berupa petugas bea cukai yang mencatat identitas kapal beserta awaknya serta tujuan berikut rute perjalanan dagangnya. Kemudian pada beberapa pelabuhan negara sahabat, armada pergata atau yang disebut juga fregat Tentara Laut Amerika tampak siaga dan lalu lalang disepanjang rute perdagangan mereka. 

Tidak ada rintangan berarti bagi kapal dagang Amerika melintasi Afrika Barat menuju Tanjung Harapan ataupun saat melalui perairan Afrika Timur yang dikenal berbahaya itu, dengan tenang armada dagang Amerika dapat menyusuri laut India hingga tiba di kepulauaan Andaman sebelum sampai di Kuala Batu.

Dalam urusan takaran pun mereka sudah menggunakan timbangan yang terstandarkan oleh petugas negara, yang terkadang menjadi biang masalah sewaktu dikonversikan ke unit massa yang biasa dipakai pedagang Eropa. Maklumlah, unit massa pedagang Eropa adalah kilogram sedangkan standar Amerika adalah pound yang mana 1 pound itu sekitar 2 kilogram lebih sedikit. Masyarakat Kuala Batu tidak terbiasa dengan ukuran baru ini, akibat sudah terbiasa dengan ukuran pedagang Eropa yang lebih dahulu digunakan dalam urusan dagang rempah-rempah mereka.

Semua kapal dagang Amerika tidak menerima barang yang bayarannya ditakar dengan kilogram, sedangkan untuk harga mereka tetapkan bahwa setiap 1 pound harganya setara dengan 2 kilogram. Kejadiannya ini sudah berlangsung sejak tiga tahun yang lalu ketika awal mula perdagangan dimulai, hingga muncul para "pedagang hitam" yang memainkannya menjadi fitnah bagi kedua belah pihak.

Fitnah "Pedagang Hitam" dari Batavia
Sebutlah van Der Bosch saja, Gubernur Hindia Belanda itu memerintahkan Kapitan Cina Koh Lay Huan di Pulau Pinang untuk berangkat ke Kuala Batu. Pikirnya pasti karena sesama keturunan Tiongkok nanti Kapitan Koh Lay Huan dapat masuk dalam perasaan Bendahara Raja yang terkenal setia pada Cut Ampon. 

Disuruhnya Kapitan Cina ini menghasut Bendahara Raja, dibayang-bayangkannya berapa sudah nilai pembulatan kebawah dari kilogram ke pound yang susut dalam pembayaran lada hitam tahun lalu saat harganya melambung tinggi. 

Belum lagi fasilitas perbaikan kapal secara cuma-cuma bagi pedagang Amerika di galangan pelabuhan yang dikelola oleh Syahbandar Kuala. Digambarkannya bahwa selama ini pedangan dari Hindia Belanda lebih adil dalam berdagang karena semua akan mereka bayar penuh tanpa susut satu gulden pun.

Merah padamlah wajah Bendahara Raja, diambilnya kertas catatan, diletakkannya dihadapan sempoa, dia naik turunkannya anak-anak sempoa itu berulang kali dan akhirnya didapati angka sebesar empat puluh ribu dollar atau setara lebih kurang 300 mayam emas Kuta Raja. 

Sang Kapitan yang berpura-pura menasehati ini tersenyum dalam hatinya melihat hasutannya dikunyah mentah-mentah oleh Bendahara Raja, tinggal menunggu meluapnya kemurkaan Pang Ulee Batee yang dikenalnya bertemperamen tinggi dan mudah marah apabila ada pihak yang hendak berkhianat pada Cut Ampon, tentu bila saat itu tiba dia bisa tertawa puas dan mungkin juga diberi hadiah ataupun jabatan yang lebih tinggi oleh van Der Bosch.

Pang Ulee Batee yang setia namun ceroboh
Kesetiaan Pang Ulee Batee tidak ada yang meragukannya, seolah sudah terbentuk secara alamiah, penduduk dataran tinggi Gayo memang dikenal akan keteguhan hati mereka dalam membela para raja pesisir. 

Ketaatan seolah menjadi kebutuhan hidup, mungkin saja karena mereka hidup jauh di daerah pegunungan yang menuntut kejujuran sebagai pangkal keberhasilan. Namun begitu, Pang Ulee Batee terlalu polos dalam menilai permasalahan politik, apalagi politik para "pedagang hitam" Hindia Belanda yang terkenal dengan cara kolonialisasi "tanam labu" itu.

Waktu itu menjelang akhir waktu dhuha, Master Endicott sedang dalam balairung Kuta Kuala Batee bersama Cut Ampon yang ditemani oleh Bendahara Raja. Pang Ulee Batee datang terlambat karena sejak syuruk sudah disibukkan dengan pengawalan muatan barang dari daratan ke Friendship of Salem. 

Ketika Pang Ulee Batee tiba dilihatnya setumpuk kertas digelar diatas meja kayu besar dan Cut Ampon sedang berbicara dalam bahasa melayu bercampur inggris dengan Master Endicott tetapi nada suaranya tidak seperti biasa. Tampak olehnya pula si pedagang Amerika itu sesekali mencoba menyela Cut Ampon namun tidak diberi kesempatan untuk bicara lebih panjang.

Dalam batinnya Pang Ulee Batee menangkap arah pembicaraan mereka bertiga, rupanya Cut Ampon ingin agar diatur ulang sistem transaksi khususnya untuk komoditas lada hitam agar nilai jualnya lebih tinggi lagi. 

Tetapi Master Endicott tidak bersedia bila dilakukan secara serta merta sebelum adanya suatu standar tertulis yang dapat dibawanya pulang untuk dipelajari terlebih dahulu oleh para ahli di negaranya. Tanpa pikir panjang, Pang Ulee Batee memberi perintah pada anak laki-lakinya yang baru saja diangkatnya sebagai Banta Setia atau wakilnya dalam memerintah pasukan agar menahan sementara muatan dari darat ke kapal Amerika itu.

Banta Setia yang lebih ceroboh
Sebagai anak muda yang baru genap berusia empat belas tahun, Banta Setia sangat antusias dengan tugas pertamana ini. Dia dengan meniru ayahnya mulai memberi aba-aba pada batalyon laskar Kuala Batee yang berjumlah sekitar 400 serdadu itu untuk naik ke Friendship of Salem lalu menurunkan kembali semua muatan kembali ke darat. 

Tentu saja sang Kelasi Kepala tidak mungkin membiarkan mereka sekaligus semua naik karena akan merusak kapal. Tapi malang, saat dihalau dari atas itu malah Banta Setia melepaskan peluru dari Pistol Terakulnya sehingga seluruh serdadu menganggapnya sebagai perintah untuk menyerang Friendship of Salem.

Master Endicott bergegas keluar dari balairung, dibelakangnya Cut Ampon, Pang Ulee Batee, dan Bendahara Raja ikut serta. Tampaklah oleh mereka pembantaian terhadap awak kapal dilakukan oleh serdadu Kuala Batee di bawah pimpinan Banta Setia.

 Para pembesar negeri Kuala Batee itu tak mampu berkata-kata, kini giliran Master Endicott yang berbicara tanpa henti menghardik mereka semua. Entah kecerobohan ataupun kebodohan yang mendasari pembantaian awak kapal Friendship of Salem itu, tapi tak satu pun dari mereka yang mampu memberikan jawaban terhadap kejadian itu pada pedagang Amerika malang tersebut.

Pembalasan yang memilukan
Seketika sekembalinya ke Salem, Master Endicott melaporkan kejadian di Kuala Batu tempo waktu yang lalu itu pada pemilik kapal. Serta merta kemudian laporan itu dituangkan dalam sebuah surat yang ditujukan pada Presiden Jackson. 

Sebagai seorang kepala negara, dia tentunya berkewajiban untuk melindungi para pedagang Amerika, untuk itu Presiden Jackson memerintahkan Komodor Downes untuk membawa sebuah pergata yang diberi nama Potomac berangkat dari New York ke Kuala Batu. Perintah yang sangat jelas, yaitu minta Uleebalang Kuala Batu membayar kompensasi yang sangat tinggi atau pelabuhannya dilumatkan.

Pada bulan kedua tahun 1832, Potomac tiba di Kuala Batu dan permintaan kompensasi pun dirasakan tak mampu dipenuhi oleh Cut Ampon. Akhirnya sekali lagi laskar Kuala Batu berhadapan dengan orang Amerika tetapi kali ini yang dihadapi bukanlah pedagang biasa melainkan 200 orang tentara marinir terlatih dengan persenjataan modern. 

Dengan bernaungkan peluru meriam Potomac, marinir Amerika turun di pantai Kuala Batu, mereka sempat tertegun juga saat melihat kegigihan serdadu lokal dalam bertempur. Walaupun kalah jauh dari sisi teknologi persenjataan, serdadu Kuala Batu tidak menyerah begitu saja.

Tidak pandang segigih apapun pertempuran berlaku, akhirnya senapan riffle berhasil mengalahkan senapan lontak. 

Marinir asing itu lebih unggul jauh daripada para serdadu Kuala Batu, di akhir pertempuran tampak korban dari kubu Kuala Batu hingga 300 jiwa termasuk Cut Ampon dan Pang Ulee Batee tetapi kubu lawan itu hanya kehilangan 2 jiwa saja.

Setelah berhasil melumatkan pelabuhan Kuala Batu, Komodor Downes memberi peringatan pada sisa pembesar negeri setempat bahwa setiap perlakukan buruk pada kapal dagang amerika akan diberikan pembalasan yang sama. 

Tampak diantara mereka yang selamat itu Bendahara Raja, sedang tertunduk lesu meratapi kepiluan yang tidak pernah dibayangkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun