Novel Coronavirus atau Covid-19 kini telah menginfeksi 1,52 juta orang diseluruh dunia, tentu memberi ketakutan kepada masyarakat. Takut akan menjadi korban selanjutnya membuat masyarakat lebih sadar akan kebersihan diri. Upaya pencegahan dilakukan agar tidak menjadi korban.
Rajin mencuci tangan, mengenakan masker, dan menghindari kontak langsung dengan orang lain ketika berinteraksi. Hal ini dilakukan guna mencegah penyebaran Coronavirus, namun kewaspadaan akan bahaya Covid-19 tetap ada.
Seperti yang diketahui bersama, Coronavirus bermula dari pasar hewan Kota Wuhan, Tiongkok. Pasien pertama di laporkan pada Desember 2019 lalu. Setelah diketahui Coronavirus bersumber dari Tiongkok, orang-orang di seluruh Dunia seakan "jaga jarak" dengan orang keturunan Tiongkok.
Bukan hanya orang berstatus kewarganegaraan Tiongkok saja yang mendapat diskriminasi rasial saja, tetapi juga kepada keturunan Chinesse diberbagai negara. Fenomena ini dirasakan langsung oleh orang-orang berdarah Tionghoa.
Di ranah publik, orang-orang secara frontal menghindari kontak dengan orang yang terlihat sebagai keturunan Tionghoa. Ada yang diolok-olok dan dimaki-maki, hingga ada yang mengalami kekerasan fisik. Hal tidak hanya dirasakan oleh orang Tionghoa, bahkan orang berperawakan Asia.
Hal ini dirasakan oleh Navarro, siswa sekolah perawat di San Fransisco, Amerika Serikat keturunan Filiphina-Tiongkok pada Senin (6/4/2020) kemarin. Waktu itu ia sedang membuka kunci sepedanya, tiba-tiba pria tua berkulit putih berjalan tepat didepannya sambil memandangnya dan menyebut Navarro dengan cercaan rasial.
"Dia meludah ke arah saya sambil terus berjalan," kata Navarro, seperti dilansir South China Morning Post, Selasa (7/4/2020). Situasi tersebut membuatnya marah. Ia lantas membagikan ceritanya di media sosial Twitter. Walhasil ia mendapatkan dukungan dan simpatik dari netizen.
Situasi serupa marak terjadi di Australia. Christine Zheng, siswa sekolah Internasional asal Tiongkok, dilecehkan secara verbal ketika sedang menunggu di halte trem di Kew, timur Melbourne. Zheng mengatakan ia diganggu oleh orang asing yang meneriakkan "Coronavirus" kepadanya.
 "Saya marah, tapi tidak tahu bagaimana harus meresponnya. Saya hanya bisa berbagi pengalaman ini lewat media sosial saja," ujarnya kepada Media ABC.
Warga negara Indonesia di Australia pun tak luput dari tindakan rasisme. Â Migran asal Indonesia, Rani Pramesti, juga mengalami tindakan rasisme saat berjalan dengan anjingnya pada Rabu lalu. Dia pun membagikan perilaku rasisme yang ia dapat di akun Twitter miliknya.
"Virus tidak membeda-bedakan orang yang akan menjadi korbannya, malah manusia yang melakukannya," Kata Rani.
Sejalan dengan meluasnya penyebaran Coronavirus, serangan bermotif rasial selama Pandemi ini masih berlangsung dan terus meningkat. Komnas HAM Australia pun menyebutkan peningkatan pengajuan diskriminasi sosial dalam dua bulan terakhir.
Mereka mengadu telah menjadi sasaran karena Covid-19. Sebelumnya tidak lebih dari 4 kasus aduan rasisme yang diterima oleh Komnas HAM Australia. Setelah adanya Coronavirus, mereka menerima puluhan aduan resmi setiap bulan. Jumlah ini belum termasuk orang-orang yang hanya diam ketika terkena rasisme akibat Covid-19.
Serangkain tindakan rasisme dalam sebulan terakhir memunculkan tagar #WashTheHate, #RacismIsVirus, dan #IAmNotCOVID19. Tetapi, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, malah memperburuk keadaan dengan menyebut Covid-19 sebagai "virus China".
Michael Thai, dosen Psikologi di Univesity of Queensland, mengatakan rasisme dapat memicu stres. "Stres berlipat ganda, akibat Coronavirus ditambah lagi karena menjadi korban rasial, dituduh sebagai pembawa virus," katanya. "Para pemimpin juga perlu memberi contoh," tambahnya.
Diskriminasi rasial pasti tak diinginkan oleh semua orang, tentu oleh orang Tiongkok yang di tuduh penyebar Covid-19. Mereka merasa dimusuhi dan tidak diinginkan oleh masyarakat dunia.
Diskriminasi rasial ini tentu lahir dari pemahaman yang salah, karena penularan Coronavirus dapat terjadi dari dan pada setiap orang tanpa melihat warna kulit atau ras.
Dunia cukup dihadapi dengan wabah Coronavirus, tidak perlu ditambah dengan melawan dan menyelesaikan kasus-kasus seperti diskriminasi rasial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H