Mohon tunggu...
Fahrul Fahran
Fahrul Fahran Mohon Tunggu... Mahasiswa - Bukan mahasiswa luar biasa

Membaca dan menulis merupakan pembeda antara manusia dan hewan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gerakan Nasional Anti Islamofobia dalam Teori Human Behavior

22 Juli 2022   10:04 Diperbarui: 22 Juli 2022   10:12 653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Islamofobia. Sumber Ilustrasi: Pinterest/Saatchi Art

Baru-baru ini jagat media diwarnai dengan sebuah gerakan baru yang menamakan dirinya sebagai GNAI, singkatan dari Gerakan Nasional Anti Islamofobia. Gerakan ini dideklarasikan oleh salah satu politisi Ferry Juliantono yang sekaligus merupakan presidium GNAI.

Terbentuknya gerakan ini dilatarbelakangi oleh kecurigaan Islamofobia di Indonesia yang katanya semakin hari semakin buruk. Selain itu, menurut Ferry Juliantono, Islamofobia di dalam negeri semakin hari semakin memecah persatuan dan kesatuan bangsa seperti dikutip dari Politik.rmol.id

Terdapat beberapa pernyataan yang disampaikan dalam deklarasi tersebut antara lain: menetapkan Hari Anti Islamofobia di seluruh dunia, mengimbau kepada pemerintah untuk tidak menjadikan Islam sebagai sumber masalah, menghentikan stigmatisasi Islam sebagai agama yang radikal dan terakhir meminta kepada pemerintah untuk membuat Undang-undang Anti Islamofobia dan menghukum siapa saja yang takut kepada Islam.

Beberapa tokoh pun sempat menyoroti pembentukan gerakan ini, salah satunya tokoh PWNU DKI Jakarta, Taufik Damas. Menurutnya, tidak ada Islamofobia di Indonesia, seperti dalam cuitan di akun twitter miliknya.

“Tahun 86 saya masuk Madrasah Tsanawiyah di Jaksel. Siswinya tentunya berjilbab semua. Di samping ada sekolah SMP. Siswinya hampir 100% tidak berjilbab. Anak saya baru masuk SMPN. Saya sering antar jemput. Siswinya sebagian besar berjilbab seperti di MTs. Islamofobia di mana?”

Sontak cuitan tersebut mendapat beberapa komentar yang mempertanyakan Islamofobia di Indonesia “Nama anak-anak tahun 80-an.. Budi, Adi, Iwan, Agus, Dedi, Joko, Andri, Heri, Surya, Rudi, Erwin, Eko, Doni, Wati, Tina, Dina, Dewi, Sri, Rini, Shanti, Rika, Kartika, Sari, Ira, Putri, Widya, Indah, Nama anak-anak sekarang dari ortu muslim sudah nyaris pake nama islami semua kan. Islamofobia??” tulis akun @BudiArman

Tidak hanya itu, Nadirsyah Hosein alias Gus Nadir juga berpendapat senada, bahwa tidak ada yang namanya Islamofobia di Indonesia. Dia mengatakan bahwa kegiatan keagamaan di Indonesia tidak ada pelarangan, bahkan diberikan fasilitas.

Lalu tepatkah fobia yang satu ini dimusnahkan sampai harus dibuatkan peraturan perundang-undangannya?

Dalam teori human behavior (perilaku kebiasaan manusia) dikenal pendekatan kognitif, yaitu perilaku yang timbul dari ketidakseimbangan atau ketidaksesuaian pada struktur kognitif, yang dapat dihasilkan dari persepsi tentang lingkungan. Menurut Myers (1983), perilaku adalah sikap yang diekspresikan (expressed attitudes). Perilaku dengan sikap saling berinteraksi, saling mempengaruhi satu dengan yang lain.

Perilaku yang terdapat pada seseorang tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh orang yang bersangkutan, baik stimulus dari luar maupun stimulus dalam diri. Perilaku seseorang dapat mempengaruhi dirinya sendiri, di samping itu perilaku juga berpengaruh pada lingkungan. Demikian pula lingkungan dapat mempengaruhi seseorang, begitupun sebaliknya. Oleh sebab itu, dalam perspektif psikologi, perilaku manusia (human behavior) dipandang sebagai reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat kompleks (Bandura, 1977; Azwar, 2003).

Pendapat berikutnya datang dari Kurt Lewin, menurutnya faktor lingkungan memiliki peran yang sangat besar dalam menentukan perilaku seseorang, bahkan terkadang perannya lebih besar daripada karakter individu.

Dari keterangan di atas bisa dipahami bahwa perilaku Islamofobia yang dialami oleh seseorang tidak selalu pasti dikarenakan oleh kebencian. Masih banyak penyebab lain yang membuat perilaku itu timbul salah satunya adalah aksi-aksi terorisme yang secara nyata telah memecah persatuan dan kesatuan berbangsa dan bernegara.

Perilaku Islamofobia lebih memerlukan pendekatan pengetahuan (knowledge) tentang Islam itu sendiri berupa informasi, peristiwa, fakta, data, sejarah dan disusun dalam struktur kognitif yang ada, daripada menindak orang yang mengalami Islamofobia dengan berbagai aturan yang terkesan mengada-ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun