Indonesia merupakan negara majemuk karena dianugerahi keberagaman suku, bangsa, dan budayanya. Lebih dari 300 suku dan masing- masing memiliki budaya dan ciri khas yang berbeda.Â
Salah satu bagian penyusunan Indonesia sebagai negara multikultural adalah masyarakat adat yang merupakan kelompok yang memiliki sejarah asal-usul dan menempati wilayah adat secara turun-temurun.Â
Masyarakat Adat memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial-budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mempertahankan keberlanjutan kehidupan masyarakat adat sebagai komunitas adat.
Dengan keanekaragaman budaya dari setiap daerah, tidak heran jika negara ini juga mempunyai beragam adat istiadat yang masih dilestarikan hingga saat ini. Adat istiadat dilakukan sesuai dengan kebiasaan masyarakat sekitar, dan dari sinilah kekayaan budaya Indonesia semakin terasa. Setiap suku mempunyai adat dan tradisi yang berbeda - beda di tanah air tentunya tidak akan lepas dari keberadaan masyarakat adat.
Sebagai bagian dari keragaman bangsa Indonesia, masyarakat adat seharusnya hidup dilindungi dan dijamin oleh undang-undang.
Sejauh mata memandang, masih banyak masyarakat adat terancam akibat penguasaan tanah oleh para konglomerat bisnis, adapun dengan modus yang sama terkait pembangun hutan adat dan lahan terutama di wilayah desa -- desa.
Penguasaan tanah oleh  para  konglomerat adalah orang-orang yang penganut ekonomi liberal kapitalis. Mereka tidak pernah akan berfikir bagaimana nasib masyarakat dan dampak apa saja akan di alami ketika akan terjadinya proses eksploitasi terhadap masyarakat adat, tetapi mereka lebih melihat hanya keuntungan semata.
Masyarakat Adat Dalam Regulasi
Kondisi memprihatinkan yang dialami oleh masyarakat adat tidak sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Arah kebijakan memuat anjuran untuk melakukan revitalisasi dan aktualisasi budaya. Sebenarnya adat istiadat mengandung berbagai macam aturan yang ideal, dapat mengatur tata hubungan atau interaksi yang terdapat dalam suatu masyarakat.
Begitupun Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 18B ayat 2 dalam menjaga dan memajukan hak-hak masyarakat adat. Pasal tersebut mengatakan, "Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. Hanya saja kondisi dilapangan berbanding terbalik dengan peraturan yang ada.
Peta Jalan Terhadap Masyarakat Adat
Perilaku adat yang terpelihara dan dipertahankan sejak dahulu tetap bertahan hingga kini, diantaranya yang masih kuat, seperti sistem pemerintahan negeri, susunan masyarakat, sistem kekerabatan, sistem perkawinan, sistem pembagian harta, hukum tanah, sistem dati, sistem sasi, sistem waris, sistem wasiat dan sebagainya.
Nilai adat istiadat itu telah bersemayam di dalam pikiran setiap individu sebagai angggota masyarakat, sehingga hubungan antara satu dengan yang lain nampak tertib dan teratur karena masing-masing telah memahami kedudukannya, baik sebagai masyarakat biasa, pemimpin adat, pemimpin agama, keamanan, sebagai pemuda- pemudi dan lain sebagainya.
Hal ini berarti, sudah sewajarnya masyarakat adat memiliki wilayah adat mereka sendiri dan memiliki tradisi yang dirawat keberlanjutannya secara turun- temurun. Adat istiadat idealnya mampu mencerminkan jiwa dan kepribadian suatu masyarakat.
Dari perspektif (ilmu) hukum adat, ada cita kesempurnaan masyarakat adat yang perlu dipahami, termasuk juga masyarakat adat, yakni kebersihan rohani, kesopanan dalam perbuatan dan kebersamaan yang ramah. Ketiga cita kesempurnaan ini berproses melalui "Intelek dan Nalar". Kenapa?Â
Karena adat istiadat senantiasa bersandar pada, pengenalan akan kandungan alam pikiran dan kehidupan rohani masyarakat yang merupakan sumber pesan dan amanat antar generasi, sebagai pengontrol atas kehidupan social, media pengokohan nilai-nilai intelektual dan teknologi masa lampau serta sarana pendidikan.
Yang dimaksud dengan intelek di sini adalah sisi kritis, kreatif dan kompelatif dari pikiran manusia yang dikembangkan dengan menggunakan nalar, yakni kemampuan untuk mempelajari, menilai, mempertanyakan, mengimajinasi, menteorikan, mengubah fakta menjadi permasalahan.Â
Kebiasaan berpikir masyarakat adat Maluku yang mengandalkan intelek dan nalar senantiasa didasarkan pada sifat konvergensif dan bukan devergensif. Artinya, cara pandangan terhadap sesuatu (objek) selalu berpasangan, seperti darat, laut, perempuan, laki-laki, atas-bawah dan sebagainya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H